Menelusuri Perjalanan Calon Magangers Kompas Muda Batch XI

0
527

Perjalanan calon magangers Kompas Muda batch XI sudah sampai di tahap seleksi wawancara yang diadakan selama dua hari, 20-21 Juni 2019 kemarin, di gedung Kompas Gramedia. Terdapat dua sesi yakni pagi dan siang. Para peserta yang lolos seleksi berkas dan berasal dari berbagai SMA, SMK, dan MA di Jabodetabek memenuhi lobi gedung yang semula sepi. Mereka membawa karya terbaik dan terlihat antusias tetapi juga gugup karena khawatir tidak bisa menjawab pertanyaan selama wawancara berlangsung.

Bahkan salah satu peserta seleksi wawancara datang tiga jam lebih awal dari jadwal yang sudah ditentukan. Ia mengatakan harus menyiapkan diri dan mencoba beradaptasi dengan suasana sekitar selama beberapa waktu. Tampaknya ia gugup tapi berusaha terlihat santai ketika diajak mengobrol oleh magangers batch X yang menemani dan membantu proses pendaftaran sebelum seleksi wawancara.

Uniknya kali ini seleksi wawancara juga diadakan secara daring yakni melalui video call. Harapannya adalah untuk membantu peserta yang berasal dari luar Jabodetabek agar tetap bisa diwawancarai. Namun tak mudah dilaksanakan jika terdapat kendala koneksi jaringan internet di antara pihak pewawancara maupun peserta.

Wawancara yang dilaksanakan secara daring pada Jumat (21/6/2019). Foto: Nailah Shabirah

Elin dan Mutiara adalah dua dari sekian peserta yang mengikuti wawancara secara daring. Mereka adalah siswi SMA Kolese Loyola Semarang. Keduanya memiliki minat yang sama yakni menjadi reporter tapi yang membedakan keduanya adalah koneksi jaringan internet, sehingga memengaruhi komunikasi selama wawancara.

“Aduh gimana, nih. Saya tidak bisa mendengar suara pewawancaranya,” tutur Elin yang sempat kebingungan. Para karyawan Kompas pun mencoba membantunya agar wawancara tetap berjalan. Lain hal dengan teman satu sekolahnya, Mutiara, yang lancar sekali berbicara saat diwawancara karena tidak terhambat oleh kendala jaringan internet.

Dibutuhkan persiapan lebih bagi peserta wawancara daring. Koneksi jaringan internet menjadi hal yang harus diperhatikan. Jika kendala tersebut terjadi maka akan memakan waktu yang cukup lama. Walaupun sedikit sulit dilaksanakan, tetapi wawancara daring bisa menjadi pilihan yang sangat bermanfaat.

Kondisi berbeda terjadi atas mereka yang melakukan wawancara biasa yakni bertemu langsung di tempat. Oktaviany Santoso, siswi kelas XI SMK Negeri 6 Kabupaten Tangerang, terlihat santai bercerita setelah diwawancarai. “Wah saya sangat bersyukur dan takjub bisa lolos ke seleksi wawancara. Sebelum wawancara pun saya menggali informasi dari magangers sebelumnya dan juga meminta saran agar diterima menjadi magangers,” katanya seraya tersenyum.

Saat hari wawancara tiba, ia dibonceng ayahnya naik roda dua. Kemeja putih dengan celana bahan coklat muda ditambah jaket almamater berwana biru sekolah kesayangannya ia pakai. Sampai di ruang kaca, rasa dingin memenuhi dirinya karena belum mengenal peserta lainnya. Tetapi keberanianlah yang menghangatkan suasana dan juga membawa teman-teman baru baginya. Selain itu magangers batch X yang menemani juga sangat ramah padanya.

Para calon magangers melangkah ke ruang wawancara dan membawa karya terbaik mereka. Foto: Jonathan Edrick

Hal yang berbeda dirasakan oleh Renata Indra Adiningtyas, siswi SMA Negeri 2 Tangerang Selatan saat melangkah untuk seleksi wawancara. “Sebelum aku wawancara di siang hari, paginya aku ada kegiatan ekskul. Cukup melelahkan mengikuti dua kegiatan dan membuatku sedikit khawatir karena jika aku diterima berarti harus mandiri berangkat ke tempat magang,” katanya. Pikirannya penuh dan membuatnya gugup.

Sesampainya di Palmerah, ia juga sempat kebingungan mencari lokasi gedung. Akhirnya ia berusaha sendiri mencarinya. Renata merasa kurang menyiapkan diri untuk wawancara. Kekhawatirannya seketika lenyap ketika melihat teman sepupunya yang ternyata juga ikut menjadi peserta. Semangatnya pun bertambah ketika melihat tulisan “Setiap perubahan pasti akan ada kesempatan” di samping ruang sebelum mulai wawancara. Akhirnya ia merasa termotivasi untuk menjadi magangers.

Keinginan dan tekad yang kuat mengiringi perjalanan calon magangers. Mereka ingin memiliki wawasan yang luas karena merasa selama ini pelajaran yang diterima di sekolah tidak memenuhi minat dan bakat masing-masing. Tristan dan Aghna adalah dua calon magangers yang berasal dari dua sekolah berbeda tapi memiliki kesamaan yakni ketatnya sistem sekolah.

Tristan, siswa program akselerasi SMA Negeri 2 Tangerang Selatan sebenarnya dilarang untuk mengikuti kegiatan di luar pelajaran karena harus fokus belajar.  Namun karena ia sangat suka menulis dan kegiatan Magangers Kompas Muda diadakan selama libur sekolah maka ia memberanikan diri untuk ikut walau sempat ditegur guru-gurunya. “Aku enggak cerita ke guru, tapi malahan orang tuaku sendiri yang cerita ke mereka dan akhirnya ditegur,” katanya sambil tertawa.

Aghna, siswi SMAN 1 Pandeglang, Banten mengatakan bahwa sekolahnya menerapkan sistem boarding school. Ia harus menginap di asrama sekolah dan kegiatannya pun terbatas. Namun ia ingin mengembangkan potensi dalam dirinya maka ia berani mencoba menjadi magangers. “Toh juga aku masih libur sekolah.” katanya.

Perjalanan calon magangers Kompas Muda belum usai karena masih ada tahap berikutnya yakni pengumuman. Jika diterima pun ia masih harus semangat untuk mengikuti kegiatan selama enam hari nanti. Meski harus melewati serangkaian tahap tapi banyak anak muda justru tertarik dan merasa tertantang untuk menjadi magangers. Ketimbang bersantai menghabiskan waktu luang, calon magangers memilih untuk memanfaatkan waktu yang ada untuk mencari pengalaman sekaligus teman baru.

Selamat dan sukses ya bagi calon magangers Kompas Muda Batch XI! Bagi teman-teman yang belum lolos atau belum berkesempatan untuk bergabung tetaplah semangat. Mari bergerak bersama dan teruslah berkarya sebagai anak muda Indonesia yang penuh semangat.

Maria Oktaviana, siswi SMA Negeri 7 Tangerang Selatan, dan Magangers Kompas Muda Harian Kompas Batch X.