Bila ada pertanyaan apa yang membuat orang-orang miskin tetap miskin, sebagian orang berpendapat bahwa penyebabnya adalah karakter dari mereka sendiri yang tidak mau berubah. Mereka tetap melakukan hal-hal yang membuat mereka miskin, seperti, mengonsumsi hal-hal yang tidak perlu, tidak berniat mengatur keuangan dengan benar, jarang berolahraga, suka berjudi, dan kesalahan-kesalahan lain yang didasarkan pada kebiasaan dan cara berpikir yang berujung pada karakter mereka masing-masing.
Namun penelitian oleh beberapa tim psikolog dari Amerika yang berkeliling India dengan jarak 8000 mil berkata lain. Penelitian tersebut dilakukan terhadap petani tebu di India. Petani Tebu tersebut mengumpulkan 60 persen total kekayaannya setiap kali panen yang terjadi setahun sekali. Hal ini berarti petani tersebut dapat sejahtera secara keuangan pada suatu waktu, namun miskin pada waktu yang lain.
Lalu peneliti mengadakan test IQ terhadap petani tersebut pada sebelum dan sesudah panen. Hasilnya, Poin IQ mereka jauh lebih bagus sebanyak 14 poin bila tes dilakukan setelah panen. Poin sebanyak itu sama dengan efek orang yang kekurangan tidur atau minum-minuman beralkohol.
Eldar Shafir, professor di Princeton University, Amerika Serikat yang merupakan salah satu pencetus penelitian ini, dan Rutger Bregman, salah satu pembicara TED yang membahas hal ini, merangkum penelitian tersebut lalu membentuknya menjadi sebuah teori yang terwakili dalam dua kata, Scarcity Mentality.
Scarcity Mentality berarti kelangkaan terhadap hal-hal pokok akan merubah kebiasaan-kebiasaan seseorang. Hal-hal pokok tersebut diantaranya waktu, uang, dan makanan. Seperti bila kita mempunyai tanggungan pekerjaan terlalu banyak, maka kita akan kurang maksimal melakukan pekerjaan tersebut. Atau bila kita tidak makan karena kekurangan uang maka kita akan kurang fokus saat belajar.
Diri kita dapat diibaratkan seperti komputer. Jika terlalu banyak program-program yang berjalan dalam satu waktu sedangkan RAM-nya tidak memadai, maka akan terjadi error, not responding, dan kesalahan lainnya. Padahal bukan karena komputernya yang jelek, namun terlalu banyaknya program-program yang tidak sesuai dengan peruntukkannya yang berjalan dalam satu waktu.
Salah satu analisa terhadap 201 pelatihan manajemen keuangan menyimpulkan bahwa pelatihan-pelatihan tersebut tidak memiliki efek sama sekali
Orang-orang miskin yang tetap miskin tersebut mengalami hal serupa. Mereka memiliki kebiasaan yang buruk bukan serta merta karakter mereka yang buruk. Namun mereka menjalani konteks kehidupan yang siapapun hidup di konteks tersebut akan memiliki kebiasaan serta membuat keputusan-keputusan yang buruk pula.
Hal inilah yang menyebabkan program-program pengentasan kemiskinan tidak berjalan baik, seperti investasi pada program-program pendidikan. Salah satu analisa terhadap 201 pelatihan manajemen keuangan menyimpulkan bahwa pelatihan-pelatihan tersebut tidak memiliki efek sama sekali. Tetapi bukan berarti orang-orang miskin tersebut tidak dapat mempelajari apapun. Mereka tetap bisa menjadi pintar, bijak, hanya saja hal tersebut tidak cukup.
Lalu seperti apa solusinya? Solusinya adalah kita bisa mengganti konteks kehidupan orang-orang miskin tersebut. Atau kembali ke analogi komputer tadi. Untuk apa komputer tersebut tetap bersusah payah karena program-program yang ada padahal sebenarnya cukup dengan ditambahkan RAM saja?
Itu sama dengan jika dikembalikan ke konteks orang-orang miskin tadi, maka kita cukup memberinya uang sejumlah tertentu yang dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka sehari-hari. Itulah yang disebut Basic Income Guarantee (Jaminan Pendapatan Dasar). Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut meliputi, sandang, pangan, papan, pendidikan.
Jaminan Penghasilan tersebut merupakan hak, sehingga tidak ada yang berhak mengatur atau bahkan mendikte mereka untuk apa penghasilan tersebut digunakan.
Penerapan “Basic Income Guarantee”
Kebijakan ini diterapkan di Kota Douphin, Canada pada 1974. Semua orang di kota ini mendapatkan Jaminan Penghasilan Pokok yang berarti tidak ada satupun warganya yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Sayangnya, saat pergantian pemerintahan, kebijakan tersebut dicabut karena dirasa tidak ada lagi biaya untuk menganalisa hasil dari kebijakan tersebut. Para periset kebijakan tersebut pun memutuskan untuk mengepak hasil catatan penelitiannya dalam 2000 kotak file surat.
25 tahun berlalu. Hingga kemudian Evelyn Forget, profesor dari Kanada, menemukan file tersebut. Dari catatan tersebut, Kebijakan Basic Income Guarantee ternyata sangatlah sukses. Penduduk di kota tersebut tidak hanya bertambah kaya, namun juga pintar, sehat, dan baik hati.
Kemampuan siswa-siswa di sekolah meningkat secara substantif, orang-orang yang masuk rumah sakit menurun drastis. Kejahatan di kota tersebut juga menurun. Bahkan warganya pun tidak mengalami pemecatan.
Jadi Pembelajaran
Jika berbicara mengenai kemiskinan, kita, orang-orang yang mampu, tidak perlu merasa mengetahui apa yang paling tepat untuk mereka. Kita tidak perlu mengirim berang-barang kepada orang-orang miskin yang kita tidak pernah kenali bahkan temui sebelumnya.
Kita juga seharusnya sadar bahwa birokratis-birokratis berpenghasilan besar yang merasa membantu rakyat-rakyat kecil dengan berbagai kebijakan, ternyata hanya perlu menyisihkan sebagian penghasilan besarnya kepada orang-orang yang katanya coba mereka bantu.
Karena hal yang bagus dari uang untuk disumbangkan adalah dapat digunakan oleh orang-orang miskin untuk membeli hal-hal yang mereka butuhkan, alih-alih digunakan oleh orang-orang yang merasa tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan.
Efeknya adalah kesenjangan priviledge antara orang miskin dan tidak miskin menjadi berkurang. Serta mereka juga dapat mengembangkan potensinya secara lebih maksimal karena beban untuk berpikir bagaimana memenuhi kebutuhan dasar sudah tidak lagi ada atau minimal berkurang drastis.
Penerapan di Indonesia
Cara penerapan kebijakan Basic Income ini sesungguhnya adalah dengan memberi sejumlah uang setiap ada yang berpenghasilan di bawah garis kemiskinan. Akan tetapi, karena penghasilan penduduk di Indonesia susah untuk dilacak besaran penghasilan sesungguhnya berapa, maka mari kita anggap semua penduduk mendapatkan nominal sama.
Anggaran untuk penanggulangan kemiskinan di Indonesia pada RAPBN Tahun 2019 sebesar Rp 381 triiiun, sedangkan jumlah penduduk Indonesia, 264 juta jiwa. Bila dibagi, maka masing-masing akan mendapat kurang lebih Rp. 1.443.181,00. Padahal pendapatan kategori miskin hanyalah Rp. 400.000,00. Atau bisa juga kita total anggaran untuk memenuhi Basic Income Guarantee.
Basic Income Guarantee = Jumlah penduduk x penghasilan kategori miskin = Rp. 105,6 triliun. Tidak ada sepertiga dari total anggaran penanggulangan kemiskinan RAPBN Tahun 2019. Itupun bila seluruh penduduk.
Rahadian Nur Aji, mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN