Harga tiket pesawat yang tinggi sedikit- banyak menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian negara ini. Bukan hanya konsumen yang dirugikan, pelaku usaha juga terkena imbas penurunan manfaat ekonomi.
Hingga puncak arus balik lebaran tahun ini, harga tiket pesawat tak kunjung turun, padahal proses alur mudik sangat dipengaruhi oleh tingkat keterjangkauan moda transportasi oleh masyarakat yang hendak hilir mudik.
Saat arus mudik lebaran, tiap tahun terjadi peningkatan yang tinggi dalam mobilitas masyarakat. Seharusnya peningkatan mobilitas tersebut bisa menjadi momen untuk memaksimalkan roda perputaran ekonomi, namun karena tiket pesawat mahal beberapa sektor usaha menjadi terbatas untuk meningkatkan daya ekonominya.
Tingkat perputaran uang pada masa Lebaran 2019 hanya bisa bertumbuh di tingkat 10 persen, padahal dua tahun sebelumnya mencapai 15 persen. Bank Indonesia mencatat jumlah uang tunai yang ditarik oleh masyarakat sudah mencapai Rp 187,2 triliun . Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan jumlah Rp 187,2 triliun tersebut mencapai 86 persen dari target penyaluran BI yang sudah disediakan yaitu sebesar Rp 217,1 triliun, namun realisasi penarikan uang tunai di masyarakat rata-rata 92 persen dari total ketersediaan dana setiap tahunnya.
Hingga pada periode lebaran yang memasuki kuartal II 2019 ini BI memrediksikan peningkatan konsumsi rumah tangga akan memberi peningkatan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai 5,4 persen. Adanya peningkatan konsumsi rumah tangga diharapkan akan meningkatkan efek redistribusi pendapatan dari perkotaan ke daerah yang dibawa oleh para pemudik.
Namun karena tingginya harga tiket pesawat, kenaikan persentase data tersebut tidak sebaik tahun sebelumnya. Akibat lebih jauh dari kondisi itu ada pergeseran efek ekonomi dalam tradisi musiman mudik Lebaran tahun 2019 ini. Manfaat perekonomian bagi daerah juga dalam skala terbatas.
Sektor Pariwisata Menurun
Pada transaksi di sektor riil, seperti pariwisata terjadi penurunan hingga 30 persen akibat banyaknya paket wisata yang dibatalkan oleh calon pengunjung. Hal ini tentu sangat merugikan penggiat wisata terutama wisata tujuan Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Tingkat kunjungan wisata Bali juga menurun hingga 20 persen akibat tingginya harga tiket pesawat.
Harga tiket pesawat domestik bahkan sempat membuat heboh masyarakat. Sebagai contoh harga tiket penerbangan tujuan Bandung menuju Medan saat musim lebaran mencapai Rp 21 juta. Rata-rata telah terjadi kenaikan harga tiket pesawat domestik hingga empat kali lipat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Meroketnya harga tiket pesawat sejak akhir tahun 2018 lalu, cenderung tidak mengalami penurunan hingga memasuki musim libur lebaran di pertengahan tahun 2019.
Intervensi Pemerintah
Meminimalisir efek perlambatan ekonomi yang terjadi akibat kondisi tersebut, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Namun realitanya hal tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan harga tiket pesawat dibandingkan dengan kenaikan harga tiket yang terjadi.
Keadaan tersebut menyebabkan terjadi penurunan jumlah penumpang pesawat. Hal itu dibuktikan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat penurunan jumlah penumpang pesawat pada periode Januari hingga Maret 2019 mencapai 17,66 persen. Sepinya bandara berefek pada penurunan drastis pelanggan restoran-restoran di bandara, menurunnya omset hotel, restoran, agen perjalanan, hingga meningkatnya jumlah pembatalan reservasi kunjungan wisata domestik akibat kenaikan harga tiket pesawat. Selain itu, banyak wisatawan beralih berlibur keluar negeri.
Hingga puncak balik arus mudik Lebaran tahun ini terjadi penurunan jumlah penumpang di seluruh bandara, seperti di bandara Soekarno-Hatta jumlah penumpang hanya berkisar 1.200.180 penumpang dibandingkan dengan lebaran tahun lalu yang total penumpang mencapai 1.732.023 penumpang atau turun hingga 30,71 persen.
Begitupula dengan jumlah penerbangannya, berdasarkan data dari 36 bandara yang dipantau, terjadi penurunan jumlah penerbangan 30,08 persen dibandingkan jumlah penerbangan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Di tahun 2018 terdapat 13.921 penerbangan, sementara tahun ini turun menjadi sebanyak 9.733 penerbangan selama musim Lebaran.
“Lebaran tahun ini memang terjadi penurunan pada jumlah penerbangan dan jumlah penumpang pesawat udara,” kata Ketua Harian Posko Tingkat Nasional Angkatan Lebaran Terpadu Tahun 2019, Sigit Irfansyah.
akibat kenaikan harga tiket pesawat yang tinggi, masyarakat kembali memilih transportasi darat dan laut
Kenaikan harga tiket pesawat pada musim lebaran tahun ini menyebabkan okupansi hotel di luar pulau Jawa menurun hingga 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Tahun-tahun sebelumnya transportasi bus dan kapal laut mengalami penurunan jumlah penumpang, karena alasan macet dan memakan waktu lama, namun tahun ini akibat kenaikan harga tiket pesawat yang tinggi, masyarakat kembali memilih transportasi darat dan laut.
Tampak adanya peningkatan penumpang bus hingga 20 persen jika dibandingkan dengan periode Lebaran tahun lalu. Jadi bisa diperkirakan sebanyak 20 persen orang yang biasa naik pesawat pindah ke transportasi darat.
Begitu pula dengan transportasi laut. Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Kementerian Perhubungan, Wisnu Handoko memperkirakan jumlah penumpang kapal hingga puncak arus balik musim Lebaran 2019 naik 8,27 persen dibandingkan tahun lalu.
Lebih Murah
Kenaikan harga tiket pesawat domestik yang meroket, menyebabkan harga tiket pesawat maskapai internasional menjadi jauh lebih terjangkau. Seperti masyarakat Aceh daripada membeli tiket langsung dari Jakarta menuju Aceh atau sebaliknya, yang harganya bisa mencapai Rp 3 jutaan, mereka memilih maskapai asing via Kuala Lumpur.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga tiket pesawat kerap berkontribusi pada inflasi, dimana hal tersebut tidak boleh dibiarkan terjadi berlarut-larut.
Praktik Duopoli
Setelah Keputusan menurunkan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi dianggap kurang efektif, pemerintah melakukan intervensi lanjutan.
Presiden Jokowi mengusulkan maskapai asing masuk RI, sebagaimana data dilapangan pada sektor penerbangan Indonesia terjadi kondisi pasar duopoli yakni hanya ada dua grup maskapai besar di Indonesia, Garuda Indonesia dan Lion Air Grup yang mungkin saja bisa melakukan kartel untuk meraup untung yang lebih besar, sehingga menimbulkan kerugian konsumen. Dengan masuknya maskapai asing diharapkan pasar sektor penerbangan bisa menuju pasar yang lebih kompetitif.
Usul memasukkan maskapai asing juga didukung oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Keberadaan maskapai asing di rute domestik akan meramaikan industri penerbangan di dalam negeri, sektor transportasi udara lebih banyak sehingga harga tiket pesawat bersaing yang kemudian bisa menekan harga tiket pesawat menjadi lebih murah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Hariyadi Sukamdani menyebut maskapai asing yang siap menyambut recana tersebut berasal dari Malaysia, Australia, dan Singapura. Akan tetapi, di lain pihak Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan kehadiran maskapai asing merupakan opsi terakhir pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat. Kita tunggu saja, opsi mana yang akan diambil pemerintah.
Jessica Rosa Sormin, mahasiswi Akuntansi Politeknik Keuangan Negara STAN