Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sejarah perjuangan yang panjang. Tentunya di dalam sejarah yang panjang itu, ada banyak tokoh atau pejuang yang terlibat dan berkontribusi terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Sebagai contoh, ada tokoh pejuang Indonesia yang bernama Douwes Dekker. Lelaki yang kita kenal, ada Douwes Dekker yang merupakan salah satu tokoh tiga serangkai dan yang menuliskan buku “Max Havelaar”.
Namun, tahukah kalian, jika Douwes Dekker itu ternyata adalah dua orang yang berbeda? Mungkin, ada beberapa dari kalian yang sudah mengetahui tentang perbedaan kedua tokoh Douwes Dekker. Tapi, bisa juga beberapa dari kalian mungkin belum mengetahui perbedaan kedua tokoh Douwes Dekker ini. Selanjutnya, mari kita membahas secara singkat mengenai perbedaan tokoh Douwes Dekker ini.
Tokoh Douwes Dekker yang pertama ini memiliki nama asli Eduard Douwes Dekker. Dia lahir di Amsterdam (Belanda), pada 2 Maret 1820 dan meninggal dunia di Ingelheim am Rhein, Jerman, tanggal 19 Februari 1887. Eduard Douwes Dekker ini, adalah orang asli Belanda. Ia sebenarnya masuk dalam golongan yang berkecukupan dan berpendidikan, namun bosan dengan kehidupannya dan ayahnya memutuskan untuk menjadikannya karyawan di perusahaan. Ayahnya yang melihat perubahan dalam diri Eduard, membawanya ke Hindia Belanda (Indonesia).
Douwes Dekker inilah yang dikenal dengan nama Multatuli. Nama ini diambil dari bahasa Latin yang memiliki arti “banyak yang sudah aku derita”. Ia menggunakan nama samaran Multatuli dalam menuliskan buku “Max Havelaar” yang berisi tentang kritik terhadap perilaku buruk yang dilakukan oleh Belanda kepada rakyat Indonesia. Buku yang ditulisnya itu diterbitkan tahun 1860 dan menyebabkan kegemparan, khususnya di kalangan masyarakat dari negaranya, yaitu Belanda.
Tokoh Douwes Dekker yang kedua, memiliki nama asli Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker. Umumnya, ia dikenal dengan nama Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi. Dia lahir di Pasuruan (Jawa Timur) pada 8 Oktober 1879 dan meninggal dunia di Bandung tanggal 28 Agustus 1950.
Ayah Danudirja memiliki darah Belanda, sedangkan ibunya keturunan dari pasangan antara Jerman-Jawa. Ia bersekolah di Pasuruan, Surabaya, dan Batavia. Selepas kuliah, Danudirja bekerja di Malang. Di tempat bekerjanya inilah, dia sering menyaksikan perlakuan semena – mena terhadap masyarakat pribumi. Dia sering kali berusaha membela hingga akhirnya dikeluarkan dari tempat bekerjanya.
Tiga serangkai
Ernest Douwes Dekker atau yang dikenal dengan Danudirja Setiabudi inilah yang dikenal sebagai salah satu tokoh di dalam tiga serangkai (Danudirja Setiabudi, Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara) yang mendirikan sebuah partai dengan nama Indiche partij/Partai Hindia. Partai ini adalah organisasi yang isinya orang – orang Indonesia dan Eropa di Indonesia.
Indische partij merupakan partai pertama yang ada untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan bertujuan untuk membangunkan sikap patriotisme bangsa Indonesia. Selain itu, Ernest Douwes Dekker ini adalah penggagas nama “Nusantara” untuk pengganti nama Hindia Belanda.
Lalu, apakah kedua tokoh Douwes Dekker di atas ini memiliki hubungan atau korelasi? Jawabannya adalah iya. Tokoh Ernest Douwes Dekker adalah cucu dari Jan yang merupakan adik dari Eduard Douwes Dekker atau Multatuli. Jadi, Eduard Douwes Dekker dan Ernest Douwes Dekker ini memiliki hubungan darah dari silsilah keluarganya.
Kedua tokoh Douwes Dekker ini bisa dibilang memiliki peran yang cukup besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Selain, kedua tokoh Douwes Dekker ini, pastinya masih banyak tokoh pahalwan lain yang memiliki peran dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebagai penerus bangsa Indonesia, kita sebaiknya tetap berusaha mengingat, mengenang, memelajari, menjaga dan menghargai jasa – jasa dan hasil para pahlawan yang telah memperjuangkan bangsa Indonesia.
Alifia Firdayanti, mahasiswa Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
Comments are closed.