Memasuki era modernisasi dan globalisasi, kaum milenial saat ini memiliki banyak gaya unik tersendiri dalam bersosialisai dengan sesama. Herannya adalah hanya dengan beberapa hari gaya tersebut viral, para milenial sudah langsung lancar dan terbiasa untuk menerapkannya dalam keseharian.
Salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah gaya bahasa slang yang pemkaiannya sudah menjamur pada semua kalangan tanpa terkecuali. Dimanapun dan pada kondisi apapun sepertinya bahasa slang lebih banyak digunakan ketimbang bahasa Indonesia yang fungsi sebenarnya adalah sebagai bahasa pemersatu.
Dua masalah terbesarnya adalah, apakah bahasa slang dapat menggantikan posisi dan fungsi bahasa Indonesia? dan akankah jati diri bangsa rusak dengan menjamurnya bahasa slang?. Persoalan tersebut yang akan menjadi renungan kita bersama sebagai warga Indonesia.
Sebelum menjawab persoalan tersebut, perlu diketahui hal-hal terkait bahasa slang. Bagi orang yang belum tahu apa sebenarnya bahasa slang itu, bahasa slang merupakan ragam bahasa tidak resmi dan belum baku yang sifatnya musiman. Bahasa slang biasanya digunakan oleh kelompok sosial tertentu untuk berkomunikasi internal agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti.
Dari pengertian itu saja sudah jelas bahwa pemakaian bahasa slang tidak akan bertahan lama melainkan hanya tren di waktu tertentu saja. Namun, mengapa orang masih banyak memilih menggunakan bahasa slang yang cepat berubah daripada bahasa Indonesia yang sifatnya tetap? Selain itu, bagaimana bisa bahasa slang berubah fungsi menjadi gaya komunikasi secara umum?
Biar Tak “kudet”
Kaum milenial saat ini, lebih mementingkan eksistensinya saat berada di khalayak umum. Inilah yang membuat mereka tidak ingin terlihat kudet dan berusaha untuk mengikuti modernisasi dan globalisasi. Karena alasan tersebut, bahasa slang banyak digunakan ketimbang bahasa Indonesia.
Persepsi mereka adalah bahasa Indonesia yang terlalu formal kurang cocok dipakai pada zaman modern ini. Namun bahasa slang, menurut kaum milenial lebih membuat mereka terlihat gaul dan tidak dikucilkan di kelompok sosial mereka. Persepsi kaum milenial yang sebagian besar sama inilah yang menjadikan bahasa slang dianggap sebagai bahasa “wajib” semua kalangan. Dari sini bahasa slang berubah fungsi yang awalnya menjadi alat komunikasi internal dalam suatu kelompok menjadi gaya komunikasi umum di masyarakat.
Lalu bagaimana seharusnya kedudukan Bahasa Indonesia? Kedudukan Bahasa Indonesia telah diatur sejak awal dalam beberapa peraturan negara. Pada pasal 36 UUD RI 1945 disebutkan bahwa bahasa negara ialah Bahasa Indonesia. Diperkuat pada pasal 39 ayat (1) UU no 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan disebutkan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.
Selanjutnya dalam pasal 41 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari pasal 36 dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa persatuan bagi bahasa-bahasa daerah yang begitu banyaknya di Indonesia. Diperjelas lagi mengenai penggunaan Bahasa Indonesia dalam pasal 39 dimana bahasa Indonesia sebenarnya wajib digunakan untuk menyampaikan informasi secara umum berbeda halnya dengan bahasa slang yang tujuannya adalah menyampaikan informasi secara privasi atau tertentu.
Tugas bersama
Lalu terakhir pada pasal 41 dijelaskan bahwa perlindungan terhadap bahasa Indonesia agar tetap sesuai fungsi dan kedudukannya merupakan suatu hal yang penting. Dan bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tugas kita bersama sebagai warga Indonesia.
Jika dikaji lebih jauh lagi, penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa slang sebagai alat komunikasi sebenarnya dapat berdampingan dan tidak menimbulkan masalah. Karena dari tujuan masing-masing bahasa tersebut saja sudah beda.
Disini yang menjadi masalah ada masyarakat khususnya kaum milenial sekarang belum tahu dalam situasi apa kita harus memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar serta pada situasi apa kita dapat menggunakan bahasa slang. Dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang penempatan dan pembagian fungsi kedua bahasa ini, kemungkinan besar penggunaan bahasa slang tidak akan sampai merusak jati diri bangsa. Hal itu karena bahasa Indonesia masih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa merubah atau mengusik fungsi dan kedudukannya.
Oleh karena itu, sebagai warga Indonesia alangkah baiknya kita dapat menerapkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sesuai fungsi dan kedudukannya sebagai wujud perlindungan terhadap pesatnya perkembangan zaman.
“Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri” Pramoedya Ananta Toer
Nabila Nur Fitriani, mahasiswa Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang