Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia mengundang Tim Pemenangan kedua pasangan calon presiden Indonesia untuk menyampaikan beberapa pikirannya tentang bangsa ini dalam Diskusi Publik 2019 pada Senin (1/4/2019). Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf diwakili oleh Arif Rosyid Hasan serta Budiman Sudjatmiko. Di sisi lain Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga mengirimkan Muhammad Iqbal dan Faldo Maldini.
Beberapa fakultas turun sebagai panelis untuk mengangkat isu yang berkaitkan dengan latar belakang akademisnya. BEM Fakultas Teknik, mewakili seluruh mahasiswanya, secara spesifik mengangkat isu bauran energi nasional yang trennya tidak terlihat begitu baik. Tertuang dalam UU No. 16 Tahun 2016 yang menjadi dasar disetujuinya Persetujuan Paris oleh Indonesia, bangsa ini berjanji untuk dapat mengurangi emisi CO2 hingga 29 persen tanpa syarat, dan 41 persen jika ada kerja sama internasional.
Dua tahun sebelumnya, dalam PP No. 79 Tahun 2014, Indonesia menargetkan bauran energi primer untuk tahun 2025 dan 2050. Target tersebut mencantumkan empat sumber energi utama: Energi Baru Terbarukan (EBT), minyak bumi, batubara, dan gas bumi.
Sayangnya, mimpi bangsa ini untuk menjaga komitmennya serta mencapai target tersebut tengah diuji. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bahkan telah menuliskan vonis yang menyesakkan. Melalui Oultook Energi Indonesia 2018, BPPT menyebutkan bahwa komitmen Indonesia bagi lingkungannya ini akan sangat sulit direalisasikan.
Penulis merasa beruntung dan terhormat untuk mewakili Fakultas Teknik sebagai panelis yang dapat berbincang dan berdiskusi langsung dengan kedua belah kubu terkait permasalahan ini.
Beda pandangan
Perbedaan yang melingkupi pasangan nomor urut satu dan dua menjadi bumbu yang menghidupkan suasana diskusi pada malam tersebut. Kedua tim menyampaikan pandangannya masing-masing yang mereka formulasikan melalui data yang masing-masing peroleh.
Tim Kampanye Nasional (TKN) mengawali pernyataan dengan menyampaikan kondisi saat ini yang telah dicapai oleh petahana. Disebutkan 131 titik di Tanah Air saat ini telah memiliki harga BBM yang sama dan merata. Ini disebutkan sebagai salah satu prestasi petahana di bidang energi. Terkait pemanfaatan energi baru terbarukan, diutarakan data bahwa saat ini pemerintah telah memiliki 74 kontrak terkait EBT yang akan direalisasikan.
Mengenai apa yang menjadi hambatan yang ada hingga proyeksi BPPT tidak menunjukkan hal yang positif, TKN menyebutkan masalahnya berada di investasi. Selama ini, menurut TKN, beberapa pihak yang ingin berinvestasi di bidang EBT terhambat pada infrastruktur bangsa yang belum mumpuni.
Hal tersebut menjadi salah satu dasar pembangunan infrastruktur yang terus digaungkan presiden RI, Joko Widodo. Selain itu, TKN juga menyebutkan program Dana Desa yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangunan infrastruktur energi di daerah.
Kubu pasangan calon nomor urut dua yang diwakili Badan Pemenangan Nasional menyampaikan beberapa perbedaan yang dimiliki. Mereka mennyebutkan bahwa penggunaan EBT di Indonesia masih jauh panggang dari api. BPN memberikan contoh proyek 35.000 MW yang dicanangkan petahana masih sangat jauh dari kata terealisasikan, sehingga banyak target pemerintah terkait energi adalah terlalu tinggi.
Terkait seperti apa kebijakan energi yang akan dijalankan seandainya terpilih, kubu Prabowo-Sandiaga mengatakan akan fokus ke sumber energi yang murah, banyak, dan berkelanjutan. Ini berangkat dari temuan BPN yang menyatakan masih banyak masyarakat Indonesia yang belum merasakan kehadiran energi, utamanya listrik, dengan baik. Pasangan calon nomor urut dua akan berfokus pada distribusi dan kualitasnya, tanpa terlalu berfokus pada sumber energi yang digunakan.
Kedua kubu tidak menunjukkan hal yang dapat dianggap konkret
Apa yang disampaikan selama kurang lebih setengah jam oleh kedua kubu tidaklah menunjukkan hal yang dapat dianggap konkret. Baik TKN dan BPN tidak menawarkan program apapun untuk dapat menunjang tercapainya komitmen yang telah dibuat bangsa ini
Apa yang tertuang dalam UU No. 16 Tahun 2016 dan PP No. 79 Tahun 2014 bukanlah suatu hal yang main-main dan mudah untuk dicapai. Menurunkan atau mengabaikan komitmen yang telah dibuat bukanlah jawaban atas masalah kita.
Patut diingat, “kritik” atas kegagalan kita mencapai target tersebut tidak akan datang dari rakyat, oposisi, atau bahkan akademisi, dan mahasiswa.
Sekitar 80 persen bencana yang ada di Indonesia tergolong hydro-meteorological disasters, risikonya terus meningkat seiring hadirnya perubahan iklim. Maka, “kritik” serta kekecewaan atas kegagalan kita, akan hadir langsung dari bumi, manusia dan alam lingkungannya. Mereka akan mengantarkannya langsung dengan mengetuk pintu rumah Indonesia kita melalui bencana-bencana yang luar biasa.
Reza Edriawan, mahasiswa Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia