Menjadi Saksi Ketangguhan Atlet Indonesia

0
393

Teriakan IN-DO-NE-SIA dan suara gebukan balon terus menggema di lapangan Istora. Beberapa supporter berdiri sambil terus berteriak. Perempuan di samping saya, persis disebelah saya, menyeka air mata dengan hijabnya. “Kenapa gue nangis sih,” ujarnya kepada pria yang di sampingnya.

Sementara seorang bapak dibelakang saya menjelaskan kepada anaknya yang masih balita. “Ini pertandingan Asian Games, nak. Lawan negara-negara di Asia,” katanya. Saya menengok ke belakang. Si bapak tersenyum. Sementara muka anak gadis kecil itu datar saja, masih belum paham sepertinya.

Malam itu, Rabu, 22 Agustus 2018, saya menjadi salah satu saksi dari pertandingan penuh haru itu.

Saya terlambat masuk waktu itu. Baru tiba pukul 18.14 di depan pintu 5 Istora, setelah melalui drama kemacetan Senayan. Di depan pintu khusus media itu, samar-samar terdengar suara keributan. Melihat keganjilan itu, saya bertanya kepada seorang wanita dengan nametag bertuliskan E-INASGOC disebelah saya. “Ini kenapa sih mbak?,” tanya saya.

“Kita nggak boleh masuk. Udah penuh katanya,” ia berucap dengan nada kesal.

Barulah saya tahu belakangan, ternyata kursi yang harusnya untuk media dinyatakan penuh oleh panitia. Beberapa awak media, kebanyakan lelaki, tak terima. Mereka curiga mengapa bisa penuh. Panitia, dengan susah payah, berusaha menjelaskan tanpa emosi. Salah satu jurnalis diizinkan masuk untuk memberikan bukti bahwa tempat duduknya memang penuh.

Saya tentu hanya diam saja. Beberapa jurnalis lainnya juga berdiri di belakang dan melihat saja. Dengan wajah merengut tentunya. Bagi saya, masuk ya masuk, kalaupun tidak, saya sudah memutuskan untuk nonton bareng saja di zona Bhin-Bhin.

Mengakhiri perdebatan itu, panitia memberi solusi. Awak media diizinkan masuk menduduki bangku penonton. Kami digiring melalui pintu sepuluh. Dengan berjalan menaiki tangga, kami harus melompati pagar pendek. Beberapa jurnalis perempuan sempat ragu. Tapi daripada menunggu lama dan melewatkan banyak pertandingan, akhirnya melewatinya juga.

Penonton terlihat memenuhi Istora dengan berbagai pernak-pernik untuk memberikan dukungan kepada tim Indonesia. Foto: Asry Sihombing

Saya duduk di bangku penonton pojok sebelah kanan. Di samping saya, tiga orang gadis sudah sibuk merekam pertandingan. Menyusul sepasang kekasih yang datang membawa balon panjang bertuliskan INDONESIA.

Sorak sorai penonton terus menggema di Istora. Setiap kali tim Indonesia mendapatkan poin, penonton akan lebih riuh lagi. Lalu berteriak mengucapkan INDONESIA beberapa kali. Bahkan ada beberapa orang yang spontan seolah menjadi pemimpin supporter ini.

Penonton menjadi lebih riuh lagi ketika orang nomor satu di Indonesia memasuki tempat duduk VVIP. Para supporter itu memberikan tepuk tangan. Jokowi melambaikan tangan sebentar lalu duduk dibangkunya. Dengan kemeja putih andalannya, beliau tampak bersemangat menonton pertandingan final tim Putra Bulutangkis Indonesia melawan China ini.

Presiden Jokowi ikut menyaksikan pertandingan Final Bulutangkis tim Putra Indonesia melawan China di Istora. Foto: Asry Sihombing

Pertandingan menjadi penuh haru ketika di set ke tiga, Antony Ginting terjatuh. Ia tampak memegang lutut kanannya. Seolah menahan sakit tak karuan. Point sudah menunjukkan 20-18 waktu itu. Ginting memimpin.

Penonton berdiri. Suasana sepi sempat menyendukan Istora. Namun kemudian beberapa supporter mulai berteriak. “Ginting bisa. Ginting Bisa. Ginting bisa,” teriak penonton. Lama kelamaan, seluruh supporter berteriak. Ginting bangkit. Penonton semakin bergelora.

Cidera yang ditahan Ginting tampaknya bukan cidera ringan. Ia bahkan sesekali terlihat terpincang-pincang saat mengejar bola. Dan ketika China memimpin 21-20, Ginting terjatuh lagi. Dan kali ini, ia tak lagi memaksakan dirinya.

Ginting keluar lapangan ditobpang tandu. Penonton berdiri bertepuk tangan saat ia hendak keluar arena. Gadis disebelah saya benar-benar menangis. Sambil sesekali tertawa menertawakan tangisannya. “Kok gue nangis sih,” ucapnya berulang kali.

Duo Gideon dan Kevin memenangkan pertandingan melawan China dengan total skor 2-0. Foto: Asry Sihombing

Setelah pertandingan pertama yang penuh haru, duo Gideon dan Kevin membuat penonton kembali bersemangat. Gideon dan Kevin banyak memberikan smash dan bola cepat. Belum lagi dengan tingkah lucu nan tengilnya. Suasana terasa lucu sekaligus menegangkan. Penonton bersoral keras saat kemudian Tim Ganda Indonesia ini memenangkan pertandingan dengan skor 2-0. Lihat saja aksi lucu Gideon saat memasukkan bola terakhirnya. Gemas rasanya.

Jonatan Christie tampak bersiap menerima bola dari lawannya. Foto: Asry Sihombing

Pada set berikutnya, pemain yang paling saya tunggu, Jonatan Christie memasuki lapangan. Kebanyakan suporter perempuan berteriak histeris. Gigi saya sakit saat itu. Tapi tak bisa menahan gelora di dada untuk berteriak memberi semangat. Jojo memasuki arena. Musik berdendang memenuhi Istora. Sungguh, Jojo tampan sekali. Hehehe.

Jojo harus menerima kekalahan oleh China dengan skor akhir 2-1. Foto: Asry Sihombing

Jojo bermain sungguh memukau. Ia cukup rapi dalam menerima bola. Meski begitu. Ia pun harus tunduk terkalahkan Chen Long dari China saat skor akhir di gim ketiga.

Di akhir pertandingan, Indonesia harus mengakui keunggulan China dengan skor 3-1. Indonesia boleh kalah, tapi tidak pulang dengan kepala tertunduk.

Menonton pertandingan penuh haru ini membuat saya belajar menghargai sebuah usaha. Perjuangan atlet-atlet menunjukkan bahwa mereka telah mengupayakan yang terbaik bagi bangsanya. Dan sebagai masyarakat, apresiasi dan dukungan akan sangat bermanfaat dibandingkan komentar nyinyir di media sosial.

Asry Prisda Sihombing, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya. Sedang magang di Desk Muda, Harian Kompas dan menjadi volunteer untuk Asian Games 2018.