Siapa bilang Asian Games hanya hadirkan beragam kegiatan olahraga? Menariknya, di sana pengunjung juga bisa membaca buku. Tak percaya?
Pojok baca atau reading corner ini disediakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) DKI Jakarta. Di Gelora Bung Karno (GBK) terdapat dua gerai yang disediakan untuk umum. Pojok baca tersebut buka dari pukul 08.00 hingga pukul 20.00, loh. Jadi, tak ada alasan untuk tak singgah ke gerai baca.
Tak hanya di GBK, beberapa pojok baca juga ditempatkan di Wisma Atlet, venue, dan hotel tempat menginap tamu maupun peserta Asian Games XVIII.
Ada ratusan buku yang disediakan. Semua buku bisa dibaca siapa saja. Jadi, jika lelah menunggu atau sekadar ingin melihat, pojok baca ini bisa jadi alternatif.
Tenang, bukunya juga kekinian. Buku yang tersedia bisa dibaca untuk semua usia, muatannya pun bervariasi. Mulai dari budaya, pariwisata, hingga olahraga. Beberapa karya penulis Indonesia yang sudah diterjemahkan juga terpampang. Buku berbahasa Inggris memang banyak disediakan mengingat pengunjung Asian Games tak hanya dari Indonesia.
Di GBK, dua gerai baca terletak di Istora Senayan dan Akuatik. Hanya saja, gerai baca di Istora senayan memang tak mudah dijangkau penonton. Pasalnya, posisi letaknya adalah kawasan yang jarang dilalui penonton.
Farhan, salah satu volunteer untuk menjaga gerai itu bercerita, kalau gerai yang berada di Istora memang lebih difokuskan kepada atlet, volunteer, atau orang-orang yang memiliki akses khusus untuk masuk ke area tersebut.
Alih-alih menyediakan ruang baca bagi mereka, semua orang tampaknya sibuk dengan tanggung jawabnya masing-masing. Farhan mengaku tak banyak yang benar-benar datang untuk membaca. Beberapa hanya ingin menumpang duduk, atau sekadar lihat koleksi buku yang dipamerkan. Seringnya, gerai tersebut dijadikan tempat untuk volunteer berdiskusi.
Dekat di telinga, jauh di mata
Hari itu, Minggu, 19 Agustus 2018, Istora Senayan ramai. Baru saja tunggal putri Bulutangkis Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung, menang melawan Hongkong. Euforia kebahagiaan tersebar di mana-mana. Sorak sorai penonton dan teriakan Indonesia menggema dari dalam.
Farhan, salah satu mahasiswa UNJ yang menjadi volunteer Dispusip juga ikut merayakan kemenangan itu. Hanya saja, ia tak bisa secara langsung menyaksikannya. Seperti kisah cinta tak berbalas, ia hanya mampu mendengar pujaannya, tim Indonesia, tanpa bisa melihat secara langsung pertandingan itu.
“Kami cuma bertiga soalnya, sulit juga bagi waktunya karena jumlahnya ganjil,” katanya.
Farhan dan kedua temannya bertugas menjaga pojok baca di Istora. Baginya, jumlah tiga orang sebenarnya masih belum cukup mengingat jam buka selama 12 jam.
Alhasil, sebagai koordinator, Farhan menentukan satu orang bertugas di pagi hari untuk menata dan menyediakan buku-buku. Satu orang bertugas saat malam ketika hendak merapikan dan menutup gerai. Sedangkan pada siang hari, dua orang ditugaskan untuk menjaga gerai. Selain karena lebih ramai, siang hari juga banyak pertandingan yang berlangsung. Dengan adanya dua orang, Farhan berharap setidaknya mereka bisa mengintip pertandingan secara bergantian.
Meski begitu, menjadi bagian dari ajang olahraga terbesar di Asia ini merupakan hal membanggakan bagi Farhan. Ia dengan senang hati mengerjakan tugasnya menjaga gerai baca tersebut.
Sesekali ia merapikan buku di rak yang bergeser dari posisinya. Jika ada orang yang datang sekadar melihat, ia tak sungkan menyapa dan berbagi cerita.
Asry Sihombing, mahasiswa Universitas Brawijaya Malang sedang magang di Kompas Muda dan volunter ASIAN GAMES 2018.