Kolese Gonzaga untuk Indonesia

0
1145

Awal November, Balai Sarbini dihebohkan dengan penampilan siswa-siswa SMA Kolese Gonzaga Jakarta yang berkolaborasi dengan SMP Strada Marga Mulia Jakarta, Seminari Menengah Wacana Bhakti Jakarta, SMA Kolese Kanisius Jakarta, SMA Kolese Loyola Semarang, SMK PIKA Semarang, SMA Kolese de Britto Yogyakarta, SMK Mikael Surakarta, Seminari Menengah Petrus Canisius Mertoyudan, SMA Kolese Le Cocq d’Armandville Nabire, dan Sacred Heart Ateneo De Cebu Philippines.

Pertunjukan tersebut dilakukan sebagai salah satu rangkaian acara besar untuk memperingati 30 tahun berdirinya SMA Kolese Gonzaga dengan menampilkan paduan suara dengan gabungan orkestra. Penampilan diawali dengan lagu khas Filipina yang dibawakan paduan suara dari sekolah Sacred Heart Ateneo De Cebu Philippines serta penampilan utamanya teater musikal berjudul “Mencari Bayang-Bayang dalam Kegelapan” yang disutradarai oleh aktor kawakan, Adi Kurdi. Hadir pula Didiek SSS sebagai bintang tamu bersama anaknya, Calista.

Bumi Pertiwi dan Anak Muda Indonesia
Teater musikal ini berkisah tentang perjalanan anak muda Indonesia di bumi pertiwi dengan analogi seorang nenek yang sudah tua. Perjalanan anak muda Indonesia bersama dengan nenek ini mengalami banyak permasalahan. Problem tersebut diperlihatkan dengan adegan generasi milenial yang membuang sampah sembarangan, keapatisan generasi milenial terhadap kemiskinan, radikalisme yang ditandai dengan tidak mau memakamkan orang yang meninggal karena berbeda agama, dan penggunaan telepon pintar yang berlebihan pada generasi milenial sehingga tidak fokus pada pelajaran di sekolah.

Cerita ini tersentris pada anak muda Indonesia yang berefleksi dan mendapatkan pencerahan untuk membangun kembali Indonesia. Anak muda Indonesia ini menegur setiap perbuatan menyimpang dari generasi milenial agar tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut.

Penampilan selama kurang lebih tiga jam ini mendapat respon yang meriah dari penonton karena merasa terhibur. Terdengar penonton tertawa dan memberikan tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi kepada pemain.

“Empat hal pokok yang jadi filosofi teater ini adalah persoalan lingkungan hidup, keadilan dan kemiskinan, radikalisme agama, dan pengaruh gadget pada anak-anak. Ini yang menjadi permasalahan di Indonesia yang perlu diangkat dan menyadarkan penonton,” kata Adi Kurdi seusai acara Kolese Gonzaga sambil berfoto dengan penonton.

Para Pemain
Radit, salah satu siswa SMA Kolese Gonzaga yang berperan sebagai roh baik merasa sangat senang dengan penampilannya. Dia berujar bahwa kegiatan ini jarang sekali dilakukan alias hanya lima tahun sekali maka dia sangat bersyukur dengan kontribusinya dalam pementasan tersebut. “Walau latihannya tiga bulan untuk koreografinya, tetap senang sudah bisa tampil di atas panggung,” tuntas Radit sambil tertawa membayangkan penampilannya barusan.

Senada dengan Radit, Martinus Cahyo siswa Seminari Wacana Bhakti juga merasa bangga bisa tampil di acara yang menurutnya sangat megah ini. Martinus menjadi penyanyi yang menyelingi penampilan teater musikal.

Generasi yang Dibanggakan
“Mau menunjukkan kepada dunia bahwa generasi muda itu bisa bekerja sama, dari berbagai macam kelompok, suku, golongan, dan ras, yang dikatakan di Indonesia sedang terpecah begitu. Tetapi kenyataannya Kolese Gonzaga bisa menghadirkan banyak orang untuk bersama-sama merayakan kegembiraan pesta 30 tahun sekolah ini berdiri. Oleh karena itu, dengan Gonz for Indonesia itu kami itu mau menunjukkan bahwa Indonesia memiliki generasi muda yang patut dibanggakan karena bisa bekerja sama,” ujar Pater Leonardus Evert Bambang Winandoko, SJ., M.Ed selaku Kepala SMA Kolese Gonzaga.

Adi Kurdi, sutradara teater kali ini memberikan apresiasi kepada para pemain
Pemain roh baik sedang menari dengan koreografi yang sudah dilatih
Didiek SSS dan saxophone-nya
Didiek SSS dan Calista sedang bermain alat musik tiupnya
Anak muda Indonesia

Penulis : Benediktus Tandya Pinasthika (SMA Kolese Kanisius)

Fotografer : Gregorius Bernadino Saragih (SMA Kolese Gonzaga)