Ultigraph 2017: Bersama Berjalan Menuju Kesempurnaan

0
716

Fakultas Seni dan Desain Universitas Multimedia Nusantara (UMN) kembali mengadakan festival tahunan Ultigraph. Bertajuk Rupavikara, Ultigraph 2017 diharapkan dapat menjadi wadah bagi para desainer dan animator untuk menemukan jati diri dalam berkarya. Puncak dari festival tahunan ini diselenggarakan di Usmar Ismail Hall, Jakarta pada Sabtu, 30 September 2017.

Anno Wicaksono selaku ketua Ultigraph 2017 memberikan kata sambutan pada Malam Penghargaan Ultigraph: Rupavikara di Usmar Ismail Hall.

“Rupavikara sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta, Rupa dan Vikara yang artinya perkembangan ke arah yang lebih positif. Karenanya disini kita juga ingin agar karya kita punya nilai guna di masyarakat,” ujar Anno Wicaksono, Ketua Ultigraph 2017 saat memberikan sambutan di malam penghargaan Ultigraph: Rupavikara.

Rangkaian acara Ultigraph 2017 berlangsung sejak Selasa (26/9) hingga puncak acara yaitu malam penghargaan pada Sabtu (30/9) di Usmar Ismail Hall. Serangkaian seminar dan workshop yang bertujuan untuk memperluas wawasan insan kreatif nusantara tentang seni dan desain.

Pada Malam Penghargaan Ultigraph 2017, terdapat lebih dari 50 karya dari para desainer dan animator muda yang dipamerkan di Usmar Ismail Hall. Karya-karya yang dipamerkan terdiri dari berbagai kategori, diantaranya Conceptual Photography, Editorial, dan  Packaging.

Malam Penghargaan Ultigraph 2017 dimulai dengan screening motion graphic dan film animasi dari para finalis. Pada kategori Motion Graphic, terdapat sub-kategori Bumper, Eksperimental, Infografik dan Title Sequence. Sedangkan pada film animasi terbagi menjadi animasi 2 dimensi dan animasi 3 dimensi.

Gubug Production berhasil meraih pernghargaan “Best Storyline 2D Animation” pada Ultigraph: Rupavikara.

Gubug Production menjadi salah satu dari deretan pemenang pada Malam Penghargaan Ultigraph 2017 dengan film pendek berjudul Nj*ng. Menonjolkan cerita yang mengkritik kebiasaan bicara kasar di kalangan anak muda, tim produksi ini berhasil menyabet piala untuk kategori Best Storyline untuk animasi 2 dimensi.

Dalam film berdurasi 4 menit ini, diceritakan seorang laki-laki yang memiliki kebiasan bicara kasar sehingga akhirnya ia menerima dampak buruk dari kebiasaannya. Di akhir film, ia menyadari kebiasaan buruknya dan berusaha untuk mengontrol agar tidak bicara sembarangan lagi.

Walaupun film Nj*ng dibuat tanpa dialog, namun penonton dapat mengerti dengan baik alur cerita dari apiknya animasi yang diciptakan. Yang unik dari film ini adalah adanya semacam “roh” berupa binatang yang melekat di tiap tokohnya. Untuk tokoh utama dari film, roh yang melekat berupa anjing.

Jennifer Karina (kiri) dan Gradynata (kanan) dari Gubug Production.

“Sebenernya lebih ke gak sengaja ya,” kata Gradynata, penulis naskah Nj*ng saat ditanya mengenai proses ide film.

“Kita pengen buat sesuatu yang orang Indonesia bisa relate. Terus waktu kita diskusi ada yang nyeletuk kayaknya seru deh kalo kita buat ada roh-roh binatang di sebelah orangnya gitu. Terus udah deh, kita gila-gilaan brainstorming,” tutur lelaki yang akrab disapa Grady ini.

Selain beragam kategori penghargaan yang dianugerahkan pada desainer dan animator muda berbakat, penghargaan tertinggi pada Ultigraph ini adalah Piala Samala. Penghargaan ini dianugerahkan pada universitas yang berhasil menyabet piala terbanyak. Pada tahun ini, Piala Samala dianugerahkan kepada Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Anno Wicaksono selaku ketua panitia Ultigraph 2017 bersama dengan perwakilan mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember sebagai penerima Piala Samala 2017.

ITS sebagai penerima Piala Samala 2017 telah berhasil meraih penghargaan terbanyak di berbagai kategori, diantaranya best bumper, best brand identity, ilustrasi, dan eksperimental. Meraih Piala Samala tentunya adalah suatu kebanggaan bagi para seniman muda berbakat ini. Dengan dianugerahkannya Piala Samala, maka berakhirlah Ultigraph 2017. Ultigraph akan kembali hadir tahun depan sebagai wadah bagi seniman-seniman muda untuk menyalurkan karyanya.

Reporter & Foto: Patricia Felita