Sepotong Eropa di Jakarta

0
870

Tak banyak warga Jakarta yang sering mengunjungi Institut Kebudayaan di sekitarnya. Padahal, jika diperhatikan budaya Eopa mulai memasuki kehidupan masyarakat Jakarta. Kebudayaannya yang menarik, tentu akan membuat orang penasaran.

Apa yang terlintas di pikiran Mudaers saat mendengar kata ‘Pusat Kebudayaan’?

“Itu semacam museum ya?”

“Kayaknya nggak seru deh,”

Jangan salah, pusat kebudayaan adalah tempat yang tidak kalah seru dengan mall-mall.

Menurut Kamu Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pusat kebudayaan merupakan tempat untuk membina dan mengembangkan kebudayaan. Kedengarannya memang membosankan, tapi apa kalian tahu, menonton film juga merupakan salah satu cara membina dan mengembangkan kebudayaan lho!

Di Jakarta, tersebar berbagai institut kebudayaan dari seluruh dunia. Institut budaya adalah sebuah lembaga yang berfungsi memperkenalkan budaya negara yang diwakilinya.

Setiap institutnya menawarkan berbagai kegatan seru dan fasilitas lengkap yag membuat siapapun tertarik untuk mengunjungnya. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Hari itu (13/7) kami tertarik untuk mengunjungi institute kebudayaan Eropa yang letak ketiganya saling berdekatan. Ketiga pusat kebudayaan itu adalah, Institut Italiano, Goethe Institut dan Institut Francais! Baca keseruan kami!

Pagi itu, kami menyusuri trotoar di Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng. Udara sudah mulai panas, hingga kami menemukan bangunan bergaya rumahan yang tampak depannya sangat apik, penuh dengan pepohonan dan semak. Di bagian gerbang depannya tertulis Institut Italiano di Cultura.

Melalui pintu depan kami melihat pamflet berbagai event kebudayaan tertempel di suatu papan resepsionis. “Hai, kalian,” kata Dian, seorang petugas yang menyapa kami dengan ramah.

Dian mengajak kami berkeliling Institut Italiano. Hingga sampailah kami di suatu ruangka kosong yang bagian dindingnya terdapat berbagai lukisan seniman Italia. Rencananya ruang tersebut akan dijadikan ruang makan peserta kebudayaan. Alasan dibuat gambar tersebut yaitu untuk mengisi kekosongan pada dinding.

Uniknya, ada suatu lukisan yang jika dilihat langsung tidak berpola, namun setelah di foto barulah terlihat jelas menyerupai wajah seorang laki – laki. Begitu halnya dengan Goethe Institut, ada suatu ruangan yang digunakan untuk berbagai kegiatannya, dimana di bagian dinding tertempel foto para kepala Goethe Institut dari seluruh dunia.

“Seringkali diadakan pameran, diskusi, dan banyak acara lainnya” kata Ulrike Klose yang merupakan Humas Goethe Institut. Ike yang asli Jerman sudah 5 tahun tinggal di Indonesia dan sekarang menikah dengan pria Indonesia. Ike beralasan bahwa orang Indonesia sangat ramah dan baik.

Yang tak kalah menarik adalah tersedia kantin yang menyediakan masakan khas Indonesia seperti lontong sayur, kering tempe dan masih banyak lagi. Banyak bule yang memesan makanan di kantin sehingga para pelajar asing menjadi familiar dengan masakan Indonesia. Salah satu cara yang baik untuk memperkenalkan masakan Indonesia kepada mahasiswa luar Indonesia dengan harga terjangkau.

Lalu pada siang hari, tibalah kami di Institut Francais Indonesia atau bisa disingkat menjadi IFI, jalanan di depannya sangat padat atau bisa dibilang macet. Kami melewati pos pengamanan dan langsung disambut dengan selfie spot yang disediakan. Banyak orang yang duduk berjejer saling mengambil foto.

Area yang di luar dugaan kami saat pertama kali datang. Strategi memperkenalkan berbagai monument asal Prancis dengan cara mudah. Mbak Dwi Setyowati, atase pers IFI mengajak kami berkeliling. Mulai dari ruang kelas, kantor, dan tempat lainnya. Juga terdapat restoran yang menyediakan berbagai makanan khas Prancis. Ada salah satu makanan yang sedang naik daun di kalangan anak muda yaitu Macaron, bentuknya yang berbentuk bulat kecil dan berwarna – warni cukup menggoda untuk dicicipi ditambah dengan rasanya yang manis dan bertekstur renyah.

Kelas Memasak

Kelas memasak dipandu oleh Papa Alfio dan Mama Joanna. Keduanya asli orang Italia.

Di antara perumahan itu berdiri sebuah bangunan yang mengingatkan kita akan rumah di pedesaan kuno Italia. Pagar tinggi yang ditutupi semak hijau mengitari bangunan tersebut. Ya, rumah itu adalah Instituto Italiano Di Cultura, pusat kebudayaan Italia di Indonesia. Begitu masuk ke ruangan, kami disambut dengan keramahan budaya Italia yang tercermin dari sang Direktur, Michela Linda Magri. Kami diantarkan ke ujung lorong. Dari sana sudah tercium wangi roti yang baru keluar dari oven.

Rupanya, di sana terdapat dapur yang sedang digunakan untuk kelas memasak ala Italia. Suasana dapur diwarnai keceriaan dan antusiasme para peserta. Selain Michela kami juga ditemani oleh Mba Dian sebagai Humas dari lembaga yang sama. Mereka sedang membuat roti pane dan , dengan logat Italia yang kental Michela berkata “Eat this!” sembari menyodorkan sepiring Pane dengan semangkuk kecil minyak zaitun. Pane terasa lebih lembut saat dimakan dengan cocolan minyak zaitun. Pane adalah roti Italia berbentuk silinder yang teksturnya agak padat. Michela pun menawarkan berbagai makanan khas Italia hasil kelas memasak.

Cerita seru

Beberapa pusat kebudayaan yang terkenal bertempat di Menteng, seperti Goethe Institut, Istituto Italiano, dan Institut Francais. Ketiga pusat kebudayaan tersebut bertugas mengenalkan kebudayaan negara mereka masing-masing, Jerman, Italia, dan Prancis, ke Indonesia.

Salah satu caranya adalah melalui kursus bahasa asing. Namun, ada juga cara lain yang lebih menarik, yakni melalui berbagai acara yang diadakan secara rutin, seperti pemutaran film, konser musik, pameran seni, kelas memasak, melukis, dan sebagainya. Lebih menariknya lagi, sebagian besar dari acara tersebut dapat diikuti dengan gratis!

Selain acara-acara tersebut, banyak pula fasilitas yang bisa dinikmati pengunjung, seperti perpustakaan. Sebagian perpustakaan di pusat kebudayaan tersebut tidak hanya sekadar menawarkan buku, tetapi juga komik, DVD, CD musik, games, board game, tablet, dan lain-lain.

“Sekarang makin banyak acara yang dimiliki Goethe Institut. Dekornya keren abis dan banyak pula yang datang. Aku pernah mengikuti event sharing di Goethe Institut Bandung yang ga kalah seru menurutku dengan di Jakarta. Menurutku, Goethe Institut Jakarta dan Bandung sama-sama keren bagi teman-teman yang mau mengunjungi atau sekedar tertarik dengan sesuatu yang berhubungan dengan Jerman,” tutur Caitlin Phitheta (16), menceritakan keseruan di pusat kebudayaan Jerman tersebut.

Lain cerita dengan Lareine (16). “Buatku, yang paling keren dari IFI tuh perpustakaannya. Di dalam sana ada mini theaternya! Aku belum pernah make sih,” ujarnya.

Jadi, tak ada salahnya meluangkan waktu untuk berkunjung dari salah satu institute budaya satu ke institute budaya lainnya. Terus tambah pengalamanmu untuk kesempatan yang lebih baik.

Untuk kamu yang akan lulus SMA tak ada salahnya mencari info- info beasiswa. Karena institute budaya akan berusaha untuk membantu kamu berkuliah di negara mereka.

Tunggu apalagi, ayo isi waktu luang kalian dengan keseruan di berbagai pusat kebudayaan di Jakarta!

Tim Paskalis, Magang Kompas Muda Batch IX

Faizah Diena Hanifa, SMA Negeri 2 Cibinong

Rianita Gunawan, SMA Santa Ursula Jakarta

Nada Dizka Krisanti

Alam Afrizal, SMA Negeri 4 Depok

Jeremy Mahaputra Duta, SMA Ora et Labora BSD