Membuka lapak membaca di tempat umum bukanlah hal mudah. Perlu banyak keberanian dan percaya diri untuk melakukan hal ini. sejak 21 Desember 2016, sekumpulan remaja di Garut gencar untuk melakukan kampanye membaca. Remaja yang menamakan dirinya Puber (Pustaka Berjalan) membuka lapak untuk masyarakat yang ingin membaca.
Dicki dan Dzikri merupakan mahasiswa Jurnalistik di Universitas Garut semester VII. Mereka merupakan mahasiswa yang berambut gondrong layaknya Preman. Namun, jangan salah mereka adalah pencetus Komunitas Puber (Pustaka Berjalan).
Awalnya, mereka hanya hobi membaca buku. Namun, buku yang mereka baca tertumpuk tidak terurus. Sehingga, mereka meminjamkan buku-bukunya untuk di baca oleh teman di kampusnya.
Karena mereka selalu membiarkan orang lain membaca bukunya. Teman-temannya menyebut mereka si Puber (Pustaka Berjalan). Hal tersebut, dikarenakan mereka selalu membawa tas yang berisi buku-buku.
“Kita di juluki si Puber karena tas kita selalu penuh dengan puluhan buku,” Ungkap Dzikri ketika di temui di lapaknya di Jl. Ahmad Yani, Garut, Jum’at (11/8).
Sebelum memberanikan diri untuk turun ke Jalan, mereka sempat buka lapak di beberapa acara. Seperti acara musik, festival sekolah, dan seminar.
Tujuan di bentuknya Puber ini untuk meningkatkan daya membaca masyarakat Garut. Karena mereka menyadari tingkat membaca masyarakat Garut kurang dari 10%.
“Kita sadar, tingkat membaca di Garut masih sedikit. Sehingga, kita coba untuk membuat tempat yang dekat dengan masyarakat seperti di Alun-Alun Garut ini,” ujarnya.
Hampir semua umur datang untuk ikut membaca di lapaknya ini. tak terkecuali, pedagang gorengan pun ikut meminjam buku sembari menunggu pembeli. Menurutnya ia sangat terbantu dengan adanya Puber ini.
“Menarik sekali, ragam buku yang banyak membuat pengetahuan saya bertambah. Walaupun saya hanya tukang gorengan saya juga perlu membaca unutk menambah pengetahuan saya,” ujar Endang selaku pedagang gorengan di Jl. Ahmad Yani, Garut (11/8).
Di tengah kesibukan kegiatan sehari-hari, terkadang kita lupa untuk membaca hal yang baru. Perpustakaan memang menjadi gudangnya buku, namun apalah guna buku jika tidak ada yang membaca.
Menurut Dicki dan Dzikri, Perpustakaan di Garut masihlah minim sedangkan masyarakat membutuhkannya. Garut hanya memiliki perpustakaan umum daerah saja dan buku yang di milikinya spesifik untuk kalangan tertentu.
“Sebenarnya, minat baca masyarakat memang bagus. Namun, karena orang-orang malas ke Perpustakaan dan juga koleksi buku yang mereka miliki terlalu spesifik untuk kalangan tertentu,” Ujar Dicki.
Koleksi Buku
Untuk saat ini, jumlah buku yang mereka miliki baru 200 judul. Buku yang mereka dapatkan adalah hasil dari swadaya dan milik pribadi.
Buku yang ada di pinjamkan bermacam-macam, dari buku anak-anak, novel, ilmu alam, teknologi, dan buku lainnya. untuk menambah koleksi buku Puber juga mengajak masyarakat yang memiliki buku tak terpakai untuk berdonasi dengan datang ke Alun-alun Garut.
“Kami membuka donasi untuk masyarakat yang sudah tidak membutuhkan bukunya,” kata Dzikri.
Dengan kehadiran Puber di Garut, diharapkan bisa meningkatkan minat baca masyarakat. Namun, jangan khawatir untuk membaca di tempat ini semuanya Gratis tidak di pungut biaya apapun.
Salah satu hal yang unik dari si Puber ini hampir semua anggotanya berambut gondrong. Sampai-sampai mereka membuat diskusi terbuka tentang “Rambut dan Komoditas”. Hal tersebut dilakukan untuk mengenalkan Puber ke masyarakat, dan mengubah pandangan orang lain tentang rambut gondrong.
Untuk menambah aktifitas, dua minggu sekali Puber mengadakan diskusi umum yang dinamakan “Kelas Puber”. Pertemuan tersebut diadakan di awal dan pertengahan bulan. untuk menambah inspirasi Puber juga kerap kali melakukan hiking (naik gunung).
“Selain ngelapak, kita ngumpul buat diskusi tentang hal yang lagi hits saat ini, kita juga sering naik gunung,” ujar Dicki.
Untuk ikut gabung dengan Puber, syaratnya harus sering kumpul dan membantu acara. Hingga saat ini, Puber masih berisikan tujuh orang dan hampir semua anggotanya berambut gondrong.
Bukan hal yang di sengaja anggota Puber berambut gondrong. Melainkan hanya sebagai identitas. Semoga saja bisa, mengubah pola pikir masyarakat tentang rambut gondrong yang identik dengan premanisme.
Penulis:
Aftah Fauzan, mahasiswa Jurnalistik Universitas Garut, sedang magang di Kompas Muda
Tulisan ini menjadi bahan liputan Teraskita versi cetak edisi 22 Agustus 2017 dengan judul “Menularkan Budaya Membaca “Urang” Garut”.
Foto-foto : Arsip Pustaka Berjalan