Pertunjukan ”Eki Update V2.0”, Jumat (18/11) malam, di Gedung Kesenian Jakarta, menyajikan berbagai jenis seni di satu panggung. Tak hanya tari, tetapi juga musik, acara bincang-bincang, ”choir show”, ”electronic dance music”, hingga mini musikal. Pertunjukan aneka ragam seni yang sungguh enak dan layak dinikmati sebagai hiburan.
Lampu padam. Seorang perempuan, Ara Ajisiwi, memainkan piano. Sebuah intro lagu mengalun. Lantas dia melemparkan dirinya ke atas kursi. Permainan piano digantikan perempuan yang lain, Jesslyn Juniata.
Perempuan itu, Ara, lalu menyanyi dengan suaranya yang bening. ”Nobody” karya Bert Williams dan Alex Rogers. I ain’t never done nothing to nobody/I ain’t never got nothing from nobody/And until I get something’ from somebody/I will never do nothing for nobody. Suaranya seperti menggaungkan keresahan.
Liukan tubuh para penari berbalut kostum perak ketat, jalin- menjalin dengan vokal perempuan yang indah. Gerakan tubuh mereka mantap ala balerina, penuh percaya diri mengikuti lagu bernuansa jazz.
Ini adalah perpaduan antara permainan musik dan tari karya koreografer Rusdy Rukmarata. Dilengkapi tata cahaya yang dimainkan dengan saksama, membuat gerakan penyanyi dan para penari di atas panggung makin hidup.
”Nobody” disusul ”Femme Enerve” karya Yuliano Ho. Ini tentang perempuan-perempuan yang merasakan bahwa memenuhi semua tuntutan hidup adalah keharusan. Di atas panggung, mereka berputar-putar dalam kegelisahan yang sesungguhnya mereka ciptakan sendiri.
Lalu ada juga ”(Behind) The Door” karya Siswanto ’Kojack’ Kodrata yang menyedot perhatian dengan properti pintu aneka warna dan gerakan-gerakan penarinya yang amat lincah. Mereka keluar masuk dari satu pintu dan pintu lainnya dengan amat cepat, seolah berusaha mengecoh perhatian.
Pintu yang merupakan obyek yang amat dekat dengan keseharian itu, oleh Kojack diterjemahkan menjadi jalan untuk menuju ruang, rasa, bahkan rahasia-rahasia terpendam. Ada kalanya pintu itu kosong. Ada kalanya menyimpan kenyataan pahit. Permainan tata cahaya, menghidupkan olah tubuh para penari yang bergerak dinamis.
Cuplikan fragmen-fragmen yang saling lepas itu masih berlanjut dengan ”Man ja Mon” karya Gede Juliantara
yang terinspirasi dari cerita mistis Bali. Pertunjukan makin komplet dengan sajian film tari Another I Kresna Kurnia Wijaya, talkshow, lalu show choir yang memadukan antara lagu ”Mr Roboto” karya Dennis DeYoung (Styx) dengan lagu Aceh, ”Bungong Jeumpa”.
Di pengujung segmen pertama, ada pertunjukan electronic dance music (EDM). Namun, nuansa yang sangat urban itu lebur bersama lagu dangdut yang dinyanyikan Uli Herdinansyah, Nanang Hape, dan Alim Sudio. Di antara musik EDM, irama ”Kopi Dangdut” dan ”Ini Rindu” terasa membetot telinga bersama sajian tari karya Takako Leen.
Mini musikal
Di segmen kedua, penonton disuguhi mini musikal ”Lagu Rama Ragu”. Berbeda dengan segmen pertama yang menyuguhkan cuplikan-cuplikan karya, mini musikal memiliki benang cerita yang utuh. Kisahnya tentang drama pewayangan Rama dan Shinta. Tentang Rama yang mempertanyakan cintanya pada Shinta karena kehadiran adik Rahwana, Sarpakenaka.
Mini musikal ini merupakan kolaborasi antara seni klasik dan modern yang diperkaya teknologi shadow dance, dengan iringan musik berbagai genre, mulai Bubuka, Samba Sunda, Dance of the Druids, Hot In Herre, Good Boy, Mrs Fitz, hingga He’s Pirate dari Pirate of the Carribean. Dalangnya adalah Nanang Hape, yang menyuguhkan wayang menjadi pertunjukan yang enak dicerna, lucu, dan sangat menghibur.
Kisah Rama dan Shinta menjadi lebih membumi dengan visualisasi yang menarik melalui shadow dance, serta bangunan dialog yang menggunakan bahasa khas anak muda. Apresiasi tinggi untuk sajian shadow dance yang menawan sehingga penonton mendapat kenikmatan menonton secara maksimal.
”Ini salah satu episode yang mengisahkan tentang penyebab perang yang agak terlupakan. Kenapa terjadi perang, kenapa Rahwana sampai ke hutan untuk menculik Shinta. Karena ada adiknya yang disakiti hatinya oleh Rama,” ungkap Rusdy yang berperan sebagai sutradara pertunjukan Eki Update V2.0.
Suguhan shadow dance dalam musikal tersebut, menurut Rusdy, sedikit berbeda dari biasanya. Kali ini mereka menggunakan lebih dari satu proyektor untuk mendapatkan efek dari perpindahan penari.
”Supaya bayangan enggak bertabrakan. Karena, kan, saat shadow dance main, di depan (panggung) ada tarian juga, jadi harus ganti-ganti,” papar Rusdy. Dari sisi cerita, mereka membuat kisah Rama dan Shintaupdate dengan kondisi zaman sekarang.
Produser Eksekutif Pementasan, Aiko Senosoenoto, mengatakan, Eki Update V2.0 merupakan variety show berupa tari, musik, choir show, wayang orang, permainan interaktif dengan penonton, hingga film tari. ”Memang tidak ada cerita dari awal sampai akhir, kecuali mini musikalnya,” kata Aiko.
Sebelumnya, dalam pertunjukan Eki Update V1.0, tema yang diangkat adalah etnik kekinian. Eki Update menjadi wadah bagi para penari EKI untuk menampilkan karya terbaru mereka. Harapannya, pertunjukan dapat digelar lebih rutin.
Pesan penting dari pertunjukan kali ini, diungkapkan Aiko, adalah kolaborasi berbagai jenis seni. ”Kami merasa, karya seni yang bagus tak akan bisa lahir kalau tidak ada kerja sama yang baik. Karena ini, temanya In Art We Unite, dalam seni kita menjadi satu,” kata Aiko.
Pesan tentang kolaborasi ini jadi penting karena, kata Rusdy, belakangan muncul tren tentang adanya segmentasi. Ada seniman serius dan tak serius, seni tradisi dan seni modern, juga seni khusus tari, teater, dan lain-lain.
”Padahal, kalau kita ngomongart, semua enggak ada artinya. Jadi, kita mau ajak lagi, dalam art kita harusnya unite. Jadi satu, bukan hanya senimannya, tapi juga seniman dengan penontonnya,” papar Rusdy.
Melalui Eki Update V2.0, penonton menyaksikan sajian karya lintas genre yang berkolaborasi menjadi sajian yang unik, serta enak dinikmati. Kolaborasi di atas panggung yang sama ini menunjukkan bahwa seni semestinya tak ada sekat.
DWI AS SETIANINGSIH/LUCKY PRANSISKA
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 November 2016, di halaman 22 dengan judul “Tanpa Sekat di Panggung EKI”