Aneka produk dari kayu MDF kreasi Shabby Chic Jkt. Kompas/Sri Rejeki

Tidak ada batasan bagi yang mau terus berkreasi. Modalnya adalah eksplorasi anugerah kreativitas. Salah satunya, kayu MDF yang biasanya dipakai untuk membuat rak buku, meja belajar, dan lemari pakaian bisa pula diolah menjadi barang lain.

Janardi Kuswanto dan Lilik Amin Sucokro dari Bantul, Yogyakarta, mengolah kayu MDF sebagai hiasan dinding yang membuat suasana ruangan semakin segar. Sementara Agha Surya dan Destisa Ayu dari Depok, Jawa Barat, membuat pernak-pernik, seperti tempat tisu, tempat bumbu, jam dinding, nampan, dan boks perhiasan, berbahan MDF.

MDF atau medium density fibreboard dibuat dari serbuk kayu yang diolah dengan mesin khusus dengan hasil akhir berupa lempeng seperti tripleks. Untuk mudahnya, kita sebut kayu MDF.

Sifat kayu MDF yang lebih lunak dibandingkan dengan kayu solid membuatnya lebih mudah untuk dicukil, ditatah, diukir, atau dipotong. Oleh Janardi dan Lilik yang sama-sama lulusan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, kayu-kayu MDF dipotong menjadi berbagai ukuran sesuai dengan kebutuhan. Pada permukaannya diberi tekstur, misalnya alur-alur seperti gelombang, lingkaran, motif batik, dan abstrak. Lantas diwarnai sesuai dengan ide awal gambar.

Permukaan bertekstur ini bisa saja diperlakukan sebagai alas. Di atasnya ditaruh lagi papan dengan gambar lain yang lebih realis, misalnya buah-buatan, bunga, dan hewan. Sebuah bujur sangkar berukuran 20 sentimeter x 20 sentimeter dengan gambar buah, seperti pepaya, mangga, pisang, dan jambu, cocok sekali dipasang di dinding dapur untuk menambah selera makan. Gambarnya dibuat dengan cat air atau goresan pensil warna. Setelah itu, papan bergambar buah-buahan tadi diberi lapisan bening agar lebih awet.

Untuk memberi tekstur pada alas gambar buah-buahan, papan dilapisi dahulu dengan daun kering dari tanaman pisang-pisangan. Alas daun ini memberi tekstur dasar garis-garis. Ketika digambar dengan pensil warna dengan arah goresan berlawanan dengan arah garis-garis, akan tercipta visual yang menarik. Hal itu untuk memberi variasi pada gambar-gambar yang ada.

”Hiasan seperti ini favorit di salah satu toko suvenir di Kota Yogyakarta. Mereka rutin pesan kepada kami,” kata Janardi.

Suasana segar

Kayu bujur sangkar lain dengan gambar bunga aster cocok digunakan untuk mempersegar suasana di kamar tidur atau ruang tamu. Sebuah kayu persegi panjang dengan dasar bertorehkan motif aliran air dengan motif batik menumpang di atasnya juga cocok untuk memberi sentuhan estetis di ruang kerja atau ruang tamu.

Selain dicukil, papan MDF juga bisa diukir hingga menghasilkan motif dengan ruang kosong di antaranya sehingga motif yang dihasilkan tampak menonjol. Tekniknya dengan menggunakan gergaji lubang (jigsaw) lantas diukir. Jika dibuat dalam ukuran besar, papan berukir ini bisa dijadikan sketsel atau partisi pembatas ruangan atau tutupan meja. Dengan catatan, papan MDF yang digunakan adalah yang berukuran tebal.

Aneka produk dari kayu MDF, seperti nampan, tempat bumbu, jam dinding, dan hiasan dinding kreasi Shabby Chic Jkt. Kompas/Sri Rejeki (EKI) 28-10-2016 untuk Lini DNB
Aneka produk dari kayu MDF, seperti nampan, tempat bumbu, jam dinding, dan hiasan dinding kreasi Shabby Chic Jkt.
Kompas/Sri Rejeki

Meskipun tentu saja tidak sekuat kayu solid, kayu MDF lebih mudah diperoleh untuk ukuran lebar sekalipun. Karena lebih

lunak, secara teknis, kayu MDF lebih mudah dalam pengolahannya. ”Tinggal dipotong, diampelas, lalu diwarnai atau kalau perlu diukir dulu, ditatah,

lalu diwarnai. Semua kami lakukan sendiri. Kecuali untuk bagian mengukir, kami bekerja sama dengan perajin ukir,” ucap Lilik.

Harga produk yang ditawarkan untuk hiasan dinding ini mulai dari Rp 120.000 untuk gambar buah-buatan ukuran 20 sentimeter x 20 sentimeter hingga jutaan rupiah tergantung kerumitan dan ukuran produk.

Sejauh ini, produk-produk yang diberi label Omah Kriya Kalasakti (Okkalas) ini dipasarkan di sejumlah toko kerajinan di Yogyakarta, seperti Mirota Batik, Inspira Workspace, Ragam Kriya Raya, Natural House Homedeco, Timboel Keramik, dan Ambarketawang, dengan sistem konsinyasi. Produk juga ditawarkan melalui Instagram Abimanyudecorjogja.

”Shabby chic”

Gaya dekorasi shabby chic menjadi pilihan Agha dan Destisa untuk memberi sentuhan akhir pada produknya. Tekniknya dibuat dengan decoupage. Motif bunga-bunga dengan warna-warna pastel mendominasi hiasan produk-produk mereka. Decoupage adalah teknik memberi motif pada suatu benda dengan cara memotong gambar lantas menempelkannya di atas permukaan benda tersebut.

”Sebenarnya kalau saya pribadi lebih suka gaya vintage atau Skandinavia. Namun, permintaan pasar saat ini lebih banyak ke gaya shabby chic, terutama untuk pernak-pernik. Kami juga membuat produk berukuran besar, seperti lemari, meja, dan kursi,” kata Destisa yang menggunakan label Shabby Chic Jkt.

Agar produk dari MDF bisa awet, hindari terendam air dalam waktu lama. Jika tepercik air, harus segera dilap agar kering. Penyelesaian akhir produk berbahan MDF relatif mudah mengingat permukaannya yang sudah halus dan rata.

Dua tahun setelah dirintis, bisnis yang semula berawal dari hobi Destisa membuat decoupage ini sekarang sudah memiliki 12 pegawai. Bengkel kerjanya selain di Depok juga di Ciawi, Bogor.

”Awalnya dari hobi bikin decoupage, lama-lama barangnya menumpuk. Suami lalu menyarankan, mengapa tidak coba dijual. Ternyata responsnya bagus. Kami kemudian sering ikut pameran di mal-mal selain memasarkan lewat Instagram dan Marketplace,” lanjut Destisa.

Awalnya Destisa membeli kayu MDF yang sudah dibentuk, seiring dengan semakin banyaknya pesanan, ia kemudian mulai mencari pekerja untuk mengolah sendiri kayu-kayu MDF mentah. Dari semula satu pekerja, lama-lama berkembang menjadi 12 orang. Bengkel kerja selain berlokasi di Depok, juga di Ciawi, Bogor, terutama untuk pengerjaan barang-barang berukuran besar, seperti lemari, meja, dan kursi. Bengkel kerja di Depok dikhususkan untuk produksi pernak-pernik.

”Para pekerja kami didik dari awal. Banyak juga anak-anak dari kampung sebelah yang cari pekerjaan sambilan setelah pulang sekolah. Rata-rata masih di bangku SMA. Biasanya ke sini bilang, mau ikut ngecat,” kata Agha.

Mampu menyerap tenaga kerja membuat Agha dan Destisa tetap mempertahankan bisnis ini meskipun belakangan terasa lesu terimbas kondisi ekonomi secara keseluruhan. ”Tadinya kami ragu mau bisnis, ternyata kami bisa terus membayar gaji karyawan. Waktu pertama kali terasa lesu, yang terdampak lebih dulu penjualan di mal. Orang lantas lebih banyak belanja lewat online. Sekarang, ramainya tanggal 25 ke atas setelah gajian,” kata Destisa yang juga berbisnis pakaian anak.

Sri Rejeki


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Oktober 2016, di halaman 27 dengan judul ” Kreasi Lain dari Kayu Buatan”