Berburu Pemburu Untung Baru

0
943

Delapan menit menuju pukul 16.00, suasana auditorium kampus Indonesia Banking School di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, mendadak tegang. Perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta bakal segera tutup, tinggal sedikit waktu tersisa bagi 20 tim peserta Stock Competition 2016 untuk menjadi juara.

Kompetisi yang digelar Mandiri Sekuritas bekerja sama dengan Indonesia Banking School (IBS) membuat tantangan kepada tiap tim untuk mengembangkan uang senilai Rp 300.000, mencetak keuntungan sebanyak mungkin dengan berjual-beli saham sejak Kamis (20/10) pukul 09.00.

Tim Rakkan Pradipta, Reza Hutama Putra, dan Maulana Abdul Aziz sudah mencoba seluruh strategi yang mereka peroleh dari coaching clinic sehari sebelumnya. Namun, tetap saja mereka lemas melihat pergerakan saham-saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia sore itu. ”Dengan uang Rp 300.000, kami fokus membeli saham Central Proteina Prima (CPRO) dan Bumi Resources Minerals (BRMS), karena kami lihat harganya naik-naik terus. Sepertinya bagus untuk meraup untung,” ujar Maulana.

Pada penutupan sesi pertama pukul 12.00, harga saham CPRO dan BRMS itu sudah membuat mereka untung. ”Tapi begitu sesi dua dimulai pukul 13.00, harga CPRO dan BRMS terus turun. Menjelang tutup, makin enggak bisa ngapa-ngapain udah turun parah, bikin pusing,” kata Reza dengan tergelak.

Sejumlah mahasiswa berlatih transaksi saham dengan permainan simulasi strategi "Stocklab" yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di lobi Gedung OJK, Jakarta. Kompas/Riza Fathoni (RZF) 18-10-2016 utk Urban Koming
Sejumlah mahasiswa berlatih transaksi saham dengan permainan simulasi strategi “Stocklab” yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di lobi Gedung OJK, Jakarta.
Kompas/Riza Fathoni (RZF)
18-10-2016
utk Urban Koming

Meski rugi, tim Rakkan akhirnya menjadi juara tiga kompetisi itu. Sementara juara pertama dan kedua digondol oleh tim Febryan Kennedy dan tim Avisecenna Ramadhanny, yang sebenarnya juga sama-sama meraih kerugian sepanjang transaksi Kamis itu. Jadi, ketiga tim memenangi kompetisi itu karena meraih kerugian paling sedikit dibanding 17 tim lainnya.

Koordinator Event Mandiri Sekuritas, Ayyi Achmad Hidayah, menuturkan, dalam kompetisi ini, mahasiswa benar-benar bermain dengan akun riil agar kompetisi ini tidak sekadar lomba, tapi juga edukasi. ”Kalau akunnya virtual, uang hilang Rp 500 juta, ya, mereka cuek aja. Kalo ini mereka benar-benar berpikir, jadi mau belajar, baca, lama-lama jadi cinta sehingga bisa long term. Merekalah calon investor BEI di masa depan,” tutur Ayyi.

Investor baru

Sepekan terakhir, Jakarta ramai dengan program edukasi investasi saham. Penyelenggaranya, mulai beragam perusahan sekuritas, Otoritas Jasa Keuangan, juga Bursa Efek Indonesia. Rabu (19/10) lalu, misalnya, 65 mahasiswa ramai bermain StockLab, sebuah simulasi berjual-beli saham. Permainan itu digelar dalam acara ”Edukasi Saham” yang diselenggarakan di lobi Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Permainan itu dimainkan berlima dan setiap kelompok bermain didampingi seorang mentor. Di atas meja tertata lima kartu bertuliskan saham keuangan, saham tambang, reksa dana, saham konsumer, dan saham agrikultur. Di bawah setiap kartu terdapat susunan kartu-kartu lain dalam kondisi tertutup, meniru tak terbatasnya kemungkinan yang bisa terjadi di pasar saham dalam hitungan pekan, hari, jam, bahkan menit.

Jeffri (21), mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Bunda Mulia Jakarta, menjadi peserta program edukasi saham itu. Jeffri memang cocok mengikuti program trainer for trainer itu, lantaran ia sudah berjual-beli saham di pasar modal, gara-gara tugas kuliahnya. Kampusnya bekerja sama dengan MNC Securities. ”Kami dibagi dalam kelompok isinya 10 orang. Saya dipercaya kelompok untuk membeli saham. Kebetulan, modal kami masing-masing Rp 100.000. Kebetulan saham yang saya beli untung Rp 200.000 setelah dua bulan dibeli. Setelah itu saya ketagihan dan mulai main saham sendiri,” kata Jeffri.

Bursa Efek Indonesia (BEI) juga jemput bola mencetak investor baru di bursanya. Selasa dan Rabu lalu, BEI menggelar Indonesia Investment Festival di Gedung BEI. Lalu Jumat, Sabtu, dan Minggu pekan itu, acara yang sama digelar pula di atrium Mal Taman Anggrek. Tak tanggung-tanggung, 22 perusahaan sekuritas turut serta, demi mencari investor baru, melanjutkan program panjang ”Ayo Nabung Saham” yang diluncurkan sejak 2015.

Karyawan percetakan di Jakarta, Rabu (19/10), memantau pergerakan saham melalui telepon pintar mereka disela jam istirahat. Kompas/Lucky Pransiska (UKI) 19-10-2016 UNTUK URBAN KOMING
Karyawan percetakan di Jakarta, Rabu (19/10), memantau pergerakan saham melalui telepon pintar mereka disela jam istirahat.
Kompas/Lucky Pransiska (UKI)
19-10-2016
UNTUK URBAN KOMING

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Sarjito, mengatakan, dominasi pemodal asing di BEI-lah yang membuat berbagai pihak terkait gencar berkampanye tentang pasar modal. ”Sekarang ini, 64 pemilik saham yang diperdagangkan di BEI adalah pemodal asing. Ini membuat pasar modal kita gampang goyang. Kalau The Fed menaikkan suku bunga, misalnya, para pemain asing ini akan jual saham dan ganti beli dollar. Uangnya mengalir ke sana. Akibatnya, kurs dollar AS bakal naik dan perusahaan dalam negeri yang repot,” kata Sarjito.

Jumlah pemodal di BEI sebenarnya sudah bertambah lebih dari 30 persen dalam 16 bulan terakhir, dari 389.000 pada Juli 2015 menjadi 515.204 pemodal per Oktober 2016. Namun, jumlah itu pun baru berkisar 0,2 persen dari 250 juta lebih penduduk Indonesia. Maka, bukan cuma edukasi yang digenjot untuk menambah pemain di bursa.

Para pengambil kebijakan pun merombak aturan demi membuka gerbang pasar modal lebar-lebar. Dulu, untuk membeli saham seharga Rp 14.000 per lembar, misalnya, investor harus merogoh kocek Rp 7 juta, karena harus membeli 1 lot yang terdiri dari 500 lembar sekaligus. Karena satuan lot diturunkan menjadi 100 lembar per lot, untuk membeli saham yang sama investor cukup merogoh uang Rp 1,4 juta. Otoritas saham dan keuangan sudah bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional, mengelompokkan emiten-emiten yang memenuhi kriteria ”saham syariah”. Semua demi menjaring pemodal baru di BEI.

Jhon Vetel dari Junior Trader Club menyebut kebijakan pengubahan satuan lot menjadi 100 lembar saham per lot itu membuat BEI sangat likuid dan menguntungkan para investornya. ”Likuiditas dari perubahan satuan lot itu bertemu dengan kemudahan bertransaksi melalui gawai, menjadi dua faktor utama yang mendorong bertambahnya pemodal baru di BEI. Edukasi yang semakin gencar dan daya beli masyarakat jadi faktor lainnya. Karena baru mencakup 0,2 persen dari total jumlah penduduk, potensi pertambahan investor masih sangat besar dan perlu,” kata Jhon.

Sekuritas berlomba

Maka, perusahaan sekuritas pun saling berlomba merayu siapa pun menjadi investor baru di pasar modal. Sejak masih berjuluk E-Trading, perusahaan sekuritas yang kini bersama Daewoo Securities Indonesia fokus menggarap online trading. Kini pun mereka terus memperbarui layanan ”Home Online Trading System” untuk komputer maupun gawai nasabahnya.

Kepala Pemasaran dan Pelayanan Online Daewoo Securities Indonesia Randy Gunawan menyebut jumlah nasabah yang bertransaksi melalui gawai tumbuh 10-20 persen per tahun. ”Untuk nilai investasi awal, kami tetap menyarankan Rp 10 juta, agar investor mudah bertransaksi. Setelah mereka merasakan keuntungan berinvestasi saham, nilai itu bakal terus mereka tambah,” kata Randy.

Sejak serius menggarap nasabah ritel pada 2011, Mandiri Sekuritas juga sukses menggaet 55.000 nasabah. Mandiri Sekuritas menawarkan fasilitas pembukaan rekening efek ”murah-meriah”, Rp 2 juta bagi calon investor umum. Bahkan, mahasiswa yang menjadi calon investornya bisa membuka rekening efek dengan Rp 500.000.

Karyawan percetakan di Jakarta, Rabu (19/10), memantau pergerakan saham melalui telepon pintar mereka disela jam istirahat. Kompas/Lucky Pransiska (UKI) 19-10-2016 UNTUK URBAN KOMING
Karyawan percetakan di Jakarta, Rabu (19/10), memantau pergerakan saham melalui telepon pintar mereka disela jam istirahat.
Kompas/Lucky Pransiska (UKI)
19-10-2016
UNTUK URBAN KOMING

Bahana Securities yang piawai menjaring nasabah kelas kakap pun menggaet investor ritel, antara lain dengan kemudahan nilai investasi awal Rp 5 juta bagi calon nasabahnya. ”Pada 2010, nasabah Bahana berkisar 700, didominasi nasabah besar. Kini, jumlahnya naik menjadi 16.000 nasabah. Kami memberikan program edukasi dan sosialisasi serta pemahaman akan pentingnya disiplin dalam berinvestasi. Kami ingin semua nasabah kami, termasuk nasabah ritel, menjadi investor ’kelas paus’,” kata Direktur Utama Bahana Securities Feb Sumandar.

Tak terhindarkan, lonjakan jumlah pemodal baru di bursa saham itu semakin mengerek perputaran jual-beli saham, maupun frekuensi transaksinya. Apalagi, nasabah berkantong cekak cenderung agresif berjual-beli saham, menjadi spekulan-spekulan, karena sulit memburu saham-saham mapan yang umumnya berharga mahal.

Namun, Jhon menyebut, seagresif apa pun spekulan dalam negeri tetaplah menguntungkan bagi likuiditas BEI. ”Bagaimanapun, para pemain besar membutuhkan ’lawan-tanding’ untuk menggerakkan bursa. Asal itu spekulan dalam negeri, tidak akan masalah, karena uangnya bergerak di Indonesia. Tentu saja, para investor baru yang cenderung menjadi spekulan harus terus belajar untuk bisa berinvestasi secara aman, berjual-beli saham atas dasar informasi dan pengetahuan yang memadai,” kata Jhon.

Tentu saja, masih butuh proses panjang untuk membuat investasi saham membumi di kalangan seluruh rakyat Indonesia. Namun, dengan segala kemudahan dan potensi keuntungan (berikut ancaman risiko rugi), bukan tidak mungkin investasi saham semakin menjadi pilihan untuk mengembangkan aset.

Joice Tauris Santi/Wisnu Dewabrata/ Dwi As Setianingsih/Sri Rejeki/ Aryo Wisanggeni G


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Oktober 2016, di halaman 18 dengan judul “Berburu Pemburu Untung Baru”.