Nyaris ”lenyap” dari ingar-bingar panggung musik, penyanyi asal Southampton, Hampshire, Inggris, Craig David (35), kembali menjejak panggung musik yang pernah membesarkan namanya. Craig merilis album terbarunya, ”Following My Intuition”, menawarkan racikan baru untuk kembali menggaet penggemar setianya. Tentu juga generasi milenial yang dulu tak pernah mengenal musiknya.
Jelas tak ada keraguan pada diri Craig David ketika pada 30 September lalu merilis album terbarunya, Following My Intuition, di bawah Insanity Records dan Sony Music Entertainment. Melalui album terbarunya, David yang di tahun 2000 lalu mengguncang panggung musik dengan albumnya, Born To Do It, benar-benar serius untuk kembali menjadi bagian industri musik yang kini telah dirajai nama-nama baru.
Di jajaran penyanyi pria, kini ada Charlie Puth, Shawn Mendes, Zayn Malik, Justin Bieber, Drake, Sam Smith, Ed Sheeran, Calvin Harris, dan masih banyak lagi. Sementara di jajaran penyanyi perempuan justru semakin riuh. Ada Adele, Rihanna, Beyonce, Ariana Grande, Katy Perry, Lady Gaga, hingga Selena Gomez dan Meghan Trainor. Kehadiran mereka jadi warna baru bagi lanskap industri musik yang dulu pernah diramaikan kehadiran David.
Namun, David tak gentar. Tak ada rasa takut atau cemas yang mengikuti langkah kakinya kembali ke panggung musik.
Dalam wawancara jarak jauh melalui sambungan telepon internasional pada Selasa (4/10) malam, David menjawab tegas tentang alasan yang melatarbelakangi keputusannya itu. ”Aku melakukan apa yang aku cintai. Musik adalah hal yang sangat aku cintai. Kalau kita melakukan hal yang kita cintai, kenapa takut,” lontarnya.
Salah satu hal yang membulatkan keputusannya adalah penampilannya pada Juni lalu di panggung ikonik Glastonbury yang disesaki puluhan ribu penonton. ”Aku menyanyi di atas panggung, berjumpa para penggemar dan merasakan atmosfer yang sangat gila. Ini menunjukkan padaku, aku harus melakukan sesuatu yang aku cintai, sesuatu yang aku sangat bergairah melakukannya. Lalu aku mengikuti intuisiku, menulis lagu lalu membuat album,” tutur David bersemangat.
Jika dirunut ke belakang, David yang melejit ketika usianya masih sangat belia, antara lain dikenal dengan lagu ”I’m Walking Away” dan ”What’s Your Flava?” ini, mengawali kariernya di dunia musik pada awal 2000 saat usianya tak lebih dari 20 tahun. Album perdananya, Born To Do It, mengukuhkan David sebagai salah satu penyanyi R&B terbaik.
Kualitas suara yang prima, lagu yang enak di telinga dengan teknik menyanyi cepat (rap) yang moderat sehingga masih bisa dinikmati, menjadi jurus ampuhnya membuka jalan di industri musik. Lirik-liriknya pun relatif aman, didominasi tentang cinta dan hubungan dengan pasangan.
Lagu-lagu David dengan cepat wira-wiri di stasiun radio, diminta banyak pendengar untuk diputar. Begitu pula klip video lagu-lagunya, diputar berulang di acara-acara musik yang kala itu merajai stasiun televisi Tanah Air. Tur konser keliling dunianya, termasuk ke dua kota di Indonesia, Jakarta dan Surabaya, di tahun 2003, dipadati penonton, dengan tiket yang nyaris selalu terjual habis.
David kemudian menjadi salah satu penyanyi laris yang dikenal seantero jagat. Born To Do Itmenjadi album dengan penjualan tercepat di Inggris (UK Albums Chart). Di minggu pertama,Born To Do It terjual 225.320 kopi.
Kesuksesan Born To Do It disusul album Slicker Than The Average yang makin mengukuhkan posisi David sebagai penyanyi R&B kelas dunia. ”What’s Your Flava?”, ”Hidden Agenda”, hingga kolaborasinya dengan Sting di lagu ”Rise n Fall” membuat David bertengger di jajaran penyanyi dunia.
Namun, di album ketiga, The Story Goes, David seperti kehilangan energi. Begitu pula dengan album keempat dan kelimanya. Perlahan, nama David pun seolah minggir dari sorot panggung musik.
Meski masih berkiprah di dunia musik, nama David tak terlalu menyedot antusiasme publik. Termasuk ketika dia tampil di ajang Java Jazz 2013 di Jakarta. Meski tetap memukau dengan lagu-lagunya dan digilai penggemar setianya, pamornya seperti telah redup.
Tahun ini, David seolah bangkit dari tidur panjangnya dan menyentak dengan dua singel andalannya di album terbaru, ”Ain’t Giving Up” dan ”When The Bassline Drop”. Di minggu pertama, Following My Intuition menduduki puncak UK Albums Chart dengan angka 24.500 kopi. Membawa David kembali ke posisi puncak, seperti di awal kemunculannya dulu.
Sentuhan EDM
Following My Intuition, menurut David, tak terlalu banyak berbeda dengan musiknya selama ini yang selain didominasi musik garasi, R&B, hip hop juga pop. Bedanya, musik David telah mengalami sedikit transformasi dengan sentuhan electronic dance music (EDM) yang kini juga tengah menjadi tren di dunia.
Simaklah ”Ain’t Giving Up” yang dibawakan David bersama Sigala, juga ”When The Bassline Drops” yang dibawakan bersama Big Narstie. Akan terasa lagu-lagu yang ditawarkannya itu tak lagi bercita rasa khas David yang lama. Nuansa lagu-lagunya terasa lebih kekinian dengan polesan EDM.
Telinga generasi milenial bisa jadi memang tengah tergila-gila dengan musik EDM. EDM menghadirkan tone musik yang dinamis, bercita rasa muda dan nuansa kekinian. Kehadiran musisi-musisi seperti Sigala dan Big Narstie menunjukkan keinginan David untuk melebur dengan pendengar muda.
Dengan sentuhan EDM, David merangkul mereka menjadi pendengar barunya meski belum tentu penggemarnya yang dulu akan menyambut dengan respons yang sama. Tapi David percaya diri. ”Strategiku hanyalah membuat musik yang aku suka dan menikmatinya. Musik akan membuat kita saling berhubungan, menjadi jembatan,” katanya.
Simak juga ”16” yang merupakan lagu lama David yang diaransemen ulang. Lagu yang semula bertempo lambat dan nyaman di telinga itu kini berubah menjadi lebih cepat, ritmik dengan balutan dominasi EDM. Cara menyanyi David pun berubah menjadi jauh lebih cepat, memberi racikan baru yang bisa dibilang cukup jauh mengeksplorasi lagu lamanya itu. Meski tak bisa dikatakan buruk, butuh waktu agar pendengar lamanya bisa menikmati racikan baru itu.
”Aku bersyukur memiliki penggemar yang tumbuh bersama musikku serta kini ada anak-anak muda yang baru menemukan musikku. Menyenangkan ada generasi berbeda yang terlibat di musikku. Aku selalu percaya musik akan memberi kesempatan kita untuk berbicara, berbagi,” papar David.
Meski kini tak belia, David mengaku semangatnya tak berubah, masih sama dengan ketika dulu dia memulai kariernya di usia 17 tahun. Baginya, musik adalah cara untuk mengekspresikan dirinya sampai habis-habisan, juga jalan untuk menyatukan banyak orang. Mari buktikan intuisi Craig David.
Dwi As Setianingsih
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Oktober 2016, di halaman 18 dengan judul “Membuktikan Intuisi Craig David”.