Bumi Ronggolawe atau Tuban merupakan salah satu kota yang pernah mengalami kejayaan sebelum kedatangan Belanda. Tuban kala itu mempunyai pelabuhan besar berskala internasional yang menjadi simpul penting perdagangan di Nusantara. Namun, sayang kejayaan Pelabuhan Tuban kemudian meredup. Kami berkesempatan melihat sisa-sisa kejayaan itu.
Jumat
08.00: Makam Sunan Bonang
Jika tidak punya banyak waktu di Tuban, mendatangi kompleks alun-alun kotanya saja sudah cukup. Di sana ada beberapa tempat bersejarah yang bisa dikunjungi. Salah satunya, makam Sunan Bonang. Sunan Bonang yang bernama asli Raden Maulana Makdum Ibrahim merupakan anak dari Sunan Ampel, sekaligus saudara seperguruan Raden Paku (Sunan Giri). Sebenarnya, ada juga yang mengklaim bahwa makam Sunan Bonang ada di Kediri. Sumber lain bahkan menyebutkan makamnya berada di Pulau Bawean, saat dia menyebarkan Islam dan meninggal di sana.
Entah mana yang benar, yang jelas lokasi makam yang berada di belakang Masjid Agung Tuban itu paling populer sebagai makam Sunan Bonang yang asli. Setidaknya jika dilihat dari jumlah peziarah yang jumlahnya jutaan orang dalam setahun. Puncak masa ziarah adalah saat menjelang Ramadhan.
Pagi itu, kami lebih leluasa menikmati rasa spiritual karena hanya seratusan orang yang datang. Suara tahlil, ayat-ayat Al Quran, dan lantunan doa peziarah menambah hikmat suasana.
11.00: Museum Kambang Putih
Museum ini merekam perjalanan sejarah Tuban sejak masa kejayaannya. Museum yang terletak di kawasan alun-alun kota Tuban ini ditata dengan cukup baik. Langit-langit ruang demi ruangnya dihias dengan berbagai motif batik tuban. Peninggalan yang tersimpan berupa prasasti, arca, menhir, lingga yoni, keramik dan porselen yang diambil dari laut Tuban, batik kuno, hingga pakaian dan perkakas rumah tangga tradisional. Salah satu koleksi adalah ukiran kayu yang dulunya berasal dari kompleks makam Sunan Bonang. Ukiran kayu itu menggambarkan harmoni atau toleransi yang tinggi antarbudaya yang masuk di Tuban. Pada ukiran kayu berwarna coklat gelap itu terlihat bentuk candi Hindu, kelenteng, dan langgar.
Selain makam Sunan Bonang dan Museum Kambang Putih, di kompleks alun-alun kota Tuban kita juga bisa mengunjungi Masjid Agung Tuban dan tempat ibadah Tri Dharma Tjoe Ling Kiong dengan bangunannya yang indah.
16.30: Pantai Tuban
Pantai ini hanya sekitar 9 kilometer dari Asmoroqondi. Yang menarik perhatian tak lain adalah orang-orang yang berendam di laut bersama anak dan kerabatnya ketika sinar senja nan hangat menyelimuti permukaan pantai. Pantai ini persis di tepi jalan raya. Tampaknya lokasi ini tidak ditujukan sebagai tempat wisata karena tidak ada akses untuk turun dari talut jalan. Namun, aktivitas di sepanjang pantai menarik perhatian kami. Rupanya, orang-orang yang tengah berendam tadi tengah mencari kerang dengan cara mengais-ngais pasir pantai. Kami di sana sampai senja benar-benar rebah dan cahaya berganti lampu-lampu kota.
Sabtu
Pukul 08.00: Pantai Boom
Selepas sarapan, kami meluncur ke Wisata Pantai Boom. Pagi sengaja kami pilih untuk menghindari udara panas pantai. Setelah membayar tiket Rp 2.500 per orang, kami masuk dan langsung disongsong panel relief yang menceritakan transformasi berandal Loka Jaya menjadi Sunan Kalijaga setelah bertemu Sunan Bonang yang kemudian menjadi gurunya. Bonang adalah salah satu Wali Songo yang berkampung halaman di Tuban.
Setelah menyimak cerita relief itu, kami menikmati hawa laut. Sayangnya, lokasi wisata ini tidak begitu terawat, jorok, dan banyak fasilitas terbengkalai seperti air mancur yang airnya keruh. Padahal, Boom dulunya menjadi bagian dari pelabuhan di masa kerajaan Singasari hingga Majapahit.
Pukul 11.00: Makam Maulana Ibrahim Asmoroqondi
Kami meneruskan wisata religi itu dengan mengunjungi makam Maulana Ibrahim Asmoroqondi di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, yang hanya sekitar 7,5 kilometer dari makam Sunan Bonang. Suasana makam Asmoroqondi tak jauh beda dengan makam Sunan Bonang. Hanya astananya terkesan lebih mewah karena bagian langit-langitnya dihiasi kayu jati penuh ukiran jepara. Puluhan peziarah susul-menyusul berdoa dan mengaji di sana. Asmoroqondi dipercaya sebagai ayah Sunan Ampel sebagaimana tulisan yang tertera di papan makam tersebut. Padahal, di Gresik ada juga makam Maulana Malik Ibrahim di Desa Gapuro Sukolilo, Kecamatan Gresik, yang diklaim sebagai ayah Sunan Ampel. Entah mana yang benar, yang jelas keduanya ramai dikunjungi peziarah dari sejumlah daerah. Makam Asmoroqondi persis di sebelah barat Masjid Syeikh Ibrahim. Tempat kami mengikuti shalat Jumat. Selepas Jumatan, muncul keributan lantaran seorang maling kabur membawa sepeda motor. Beberapa anggota jemaah yang baru saja turun masjid berteriak ”maling…!”, tetapi sang maling lolos. Kami beristirahat sejenak di lokasi makam Asmoroqondi sembari menikmati makan siang berupa nasi bungkus dan secangkir kopi sebelum meluncur ke Pantai Tuban.
Pukul 13.00: Kelenteng Kwan Sin Bio
Tuban merupakan kota yang kental nuansa akulturasinya. Sebagaimana kota-kota di pesisir utara Jawa lainnya, Tuban juga didatangi banyak etnis Tionghoa selain Arab. Kedatangan mereka setidaknya terjejak dalam bangunan kelenteng-kelenteng agungnya. Salah satunya adalah Kelenteng Kwan Sin Bio. Kelenteng yang diperkirakan berusia 250 tahun ini berpenampilan khas dengan bagian atas pintu gerbang ada patung kepiting. Ragam ukiran pada pilar kelenteng sangat menarik, di antaranya yang kita kenal sebagai mega mendung dalam motif batik cirebon. Sayangnya, tidak banyak catatan sejarah mengenai kelenteng yang beralamat di Jalan RE Martadinata Nomor 1 ini, seperti diungkapkan Liu Pramono, Wakil Ketua Umum Kelenteng Kwan Sin Bio.
Pukul 15.00: Pantai Remen
Berjarak sejam perjalanan dari kota Tuban, pantai ini layak dikunjungi. Pasirnya berwarna putih kecoklatan dan masih bersih. Pantai ini berada di balik rimbunnya pohon cemara. Dengan ombak dan angin pantai yang ramah, pantai yang terletak di Desa Remen, Kecamatan Jenu, ini cocok untuk menghabiskan waktu di senja hari. Butiran pasirnya terasa lebih besar daripada pasir pantai pada umumnya karena dulunya pantai ini berupa pantai karang. Letaknya bersebelahan dengan kompleks kilang minyak, tetapi suasananya tenang. Di luar anggapan pantai utara yang kotor dan pasirnya hitam, Pantai Remen benar-benar perkecualian.
M HILMI FAIQ/SRI REJEKI
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Oktober 2016, di halaman 29 dengan judul “Tuban”.