Tulisan Kelompok The Juvenile ini merupakan laporan terakhir dari seri Magangers Kelompok VIII yang dimuat secara berturut- turut di Kompas Muda sejak 29 Juli lalu. Laporan yang dimuat telah diedit seperlunya, dan ditampilkan pula artikel, foto, dan desain asli sebagai ilustrasi.

69b19023-d63b-ba54-c55681e649b84669

Sukses usaha tidak harus dimulai dari gagasan rumit atau langkah besar. Usaha bisa dirintis dari ide sederhana. Rintisan itu lantas dikembangkan dengan memanfaatkan jaringan teknologi informasi.

Terobosan kreatif itu dilakoni beberapa anak muda. Dengan mencoba, terus berusaha, dan konsisten, mereka mampu mengolah ide sederhana menjadi terobosan menarik. Mereka memulai usaha sejak masih muda belia, yaitu ketika masih SMA.

Simak kisah inspiratif Gideon Setyawan (19), Putri Nilam (16), dan Delly Andriani (29). Mereka sama-sama punya bisnis yang memanfaatkan media sosial untuk promosi secara online atau dalam jaringan (daring).

Semula Gideon Setyawan tak berniat jualan. Dia hanya iseng jualan bolpoin di sekolah. Kini dia menjual pakaian berikut memiliki usaha event organizer di bawah bendera Snaplus and Apparel.

Begitu pula dengan Putri Nilam,
siswa kelas III SMA Negeri 34 Jakarta. Dia merintis bisnis kecil-kecilan untuk memenuhi keperluan teman-temannya di sekolah ketika masih SMP. Kini Nilam menjalankan bisnis penjualan daring bernama @buyme.plz.

Delly Andriani, pemilik toko We Curate Shoppe, punya pengalaman sedikit berbeda. Setelah meraih ijazah Bachelor of Arts in Fashion and Marketing dari Nanyang Academy of Fine Arts, Singapura, dia bisnis jualan baju, gaun, tas, sepatu, dan aksesori merek lokal. Bisnis itu lantas melahirkan toko di Gading Serpong, Tangerang, Banten.

Para pengusaha muda itu memanfaatkan Instagram untuk mempromosikan berbagai produknya. Tak hanya mengandalkan itu, mereka juga tekun menjaga kualitas produk, manajemen, serta pelayanan untuk konsumen. Usaha itu terus dijalankan sehingga berkembang karena mereka memang menyukainya.

Baik Nilam, Gideon, maupun Delly yakin, mereka akan dapat bertahan di tengah persaingan dan semua kompetitor. Untuk memenangi kompetisi itu, mereka terus berjuang dan mempertajam kemampuan membaca minat pelanggan. Lebih dari itu, mereka berusaha memperkuat ciri khas masing-masing dan membantu orang-orang di sekitarnya.

Tiada yang instan

Sukses ketiga pengusaha muda itu tak diraih dengan mudah. Mereka pernah mengalami krisis, termasuk cemooh pelanggan yang tak puas dengan produk yang ditawarkan.

Nilam, misalnya, pernah kewalahan menghadapi pembeli yang bersikap menyebalkan. ”Banyak banget pelanggan yang ngeyel dan tak sabaran,” ujarnya.

Pernah pula Nilam sulit memenuhi janji pengiriman barang karena tidak menemukan kurir. Dia pun berjalan kaki berkeliling mencari kurir di sekitar rumahnya agar barang tersebut sampai tepat waktu. ”Untungnya aku bukan orang yang mudah putus asa,” ujarnya.

Hal serupa dialami Gideon yang memulai usaha dari nol ini. Saat SMP, dia tergolong siswa berprestasi, tetapi perhatiannya terbelah dengan bisnisnya sehingga prestasinya turun dan dia pun terlempar dari peringkat 10 besar kala SMA. ”Aku berhenti bisnis setahun karena ingin fokus ke pelajaran,” katanya.

Kedua orangtua Gideon cukup keras mendidik dan menekankan agar anak-anaknya serius dalam mengerjakan apa pun. Pemuda itu mengawali usaha dengan meminjam uang dari orangtua dan kedua kakaknya. ”Jika rugi, saya berani ganti (pinjaman itu),” ujarnya.

Pengalaman Delly tak kalah menarik. Ia sempat menjadi 10 finalis terakhir Lomba Perancang Mode dan pernah menjadi asisten manajer di Singapura. Namun, dorongan mimpi masa kecil membuatnya memutuskan meninggalkan pekerjaan itu dan kembali ke Indonesia. Di Tanah Air, dia harus bekerja ekstra keras untuk merintis usaha jualan baju, gaun, tas, dan sepatu merek lokal.

Aksi sosial

Ketiga anak muda itu berbisnis tak sekadar untuk mengejar untung. Pada momen-momen tertentu, mereka juga mau berbagi kepada orang lain. Gideon, misalnya, pernah membagikan nasi bungkus pada Lebaran 2015 meski dia sendiri tak merayakannya. Dia ingin menjadi warga negara yang baik dengan menghargai keberagaman.

Bagi Nilam, ibunya berperan sangat penting dalam perjalanan bisnisnya. Dia pun menyisihkan sebagian penghasilan untuk memberi hadiah kepada sang ibu.

Kepedulian Delly kepada orang lain diwujudkan dengan membuka tokonya lebar-lebar bagi merek-merek lokal. Dia juga menerima anak muda untuk magang di tokonya dan mengajari mereka tentang dunia fashion dan bisnis.

Ketiga pengusaha tersebut sepakat apa yang telah mereka dapatkan harus dibagikan kepada orang lain yang membutuhkan. Bagaimana dengan kalian? Siapkah kalian menjadi pengusaha muda yang juga punya kepedulian sosial?

Tips dan trik

Dalam merintis usaha, ada beberapa tips dan trik sebagai berikut.

1. Membaca tren. Mencari peluang bisnis bisa diawali dari hal-hal sederhana yang diminati lingkungan sekitar kita.

2. Jangan takut gagal. Tidak ada bisnis yang kemungkinan gagalnya nihil. Maka dari itu, menjadi seorang pebisnis haruslah percaya diri dan berdaya juang tinggi.

3. Do what you love, love what you do. Jadikanlah hobi sebagai pekerjaan. Jika kamu suka berjualan, lakukanlah dengan senang hati tanpa ada beban.

Florencia Maria Arsip Pribadi
MAGANGERS MUDA BATCH VIII, Kelompok 8 – The Juvenile Florencia Maria, SMA Santa Ursula BSD (Reporter)
Arsip Pribadi
Yobely Juniartha Arsip Pribadi
MAGANGERS MUDA BATCH VIII, Kelompok 8 – The Juvenile Yobely Juniartha, SMAN 2 Jakarta (Reporter)
Arsip Pribadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Nayla Erzani Arsip Pribadi
MAGANGERS MUDA BATCH VIII, Kelompok 8 – The Juvenile Nayla Erzani, SMAN 34Jakarta (Reporter)
Arsip Pribadi
Yasmin Shabrina Arsip Pribadi
MAGANGERS MUDA BATCH VIII, Kelompok 8 – The Juvenile Yasmin Shabrina, MA Mu’allimaat Yogyakarta (Desain Grafis)
Arsip Pribadi