Jika di Jakarta belakangan ini terjadi kehebohan seputar dugaan skandal bahan baku piza kedaluwarsa restoran waralaba terkenal, maka di Balige, Sumatera Utara, bisnis ”kunyah-kunyah” penganan khas Italia itu terus berjalan seperti biasa terutama di Kafe Pizza Andaliman.
Berloyang-loyang roti berbumbu serta berlauk daging dan beraneka ragam sayuran di bagian atasnya itu terus saja disajikan segar oleh seorang chef berkebangsaan Jerman, Thomas Heinle. Para pembeli yang datang dipastikan tak perlu khawatir bakal mengonsumsi piza terbuat dari bahan kedaluwarsa lantaran terlalu lama disimpan di dalam gudang berpendingin.
Dijamin adonan dan seluruh bahan baku pembuat roti piza olahan Heinle akan selalu baru dan segar lantaran sesegera mungkin diolah, bahkan tak lama setelah pelanggan menyerahkan kertas berisi catatan menu pesanan mereka ke tangan pelayan.
Kafe ini sendiri berlokasi di ruas jalan strategis, Jalan Tarutung, Km 1, Sangkar Ni Huta, Balige, Sumatera Utara. Bersama sang istri, Ratnauli Gultom, dan rekan bisnisnya, Sebastian Hutabarat, Heinle mendirikan kafe piza bermoto ”Italian Style Batak Taste”.
Selain bahan baku standar, seperti tepung terigu, sedikit ragi, air, dan garam, ada satu bahan utama lain, yang menjadi ciri khas piza buatan Heinle. Sesuai namanya, bahan baku esensial itu adalah andaliman, jenis tanaman rempah beraroma khas kuat, yang kerap juga disebut ”merica batak”.
”Rempah andaliman juga dicampur dengan bahan-bahan bumbu lain, terutama saat membuat saus tomat untuk olesan permukaan roti piza sebelum ditaburi beragam topping (taburan) sayuran dan daging, lalu dipanggang hingga matang,” ujar Sebastian menerangkan.
Heinle dan istri saat saya berkunjung tengah sibuk melayani para pembeli yang sudah mulai ramai berdatangan bahkan sejak kafe itu dibuka pagi harinya. Bahkan Heinle sendiri tampak sibuk mengadon dan juga memanggang pizanya.
Tidak hanya dijadikan saus olesan permukaan piza, rempah ”merica batak” tadi juga diolah menjadi semacam saus sambal, yang dihidangkan bersama piza yang sudah matang, melengkapi dua jenis saus lainnya, mayones dan saus sambal.
Dengan begitu saat disantap, konsumen bisa memilih sendiri apakah cabikan piza yang akan dikunyahnya bakal dicocol terlebih dulu ke dalam saus sambal, mayones, atau saus andaliman.
Rempah andaliman
Rempah andaliman sendiri memang dikenal sejak lama sebagai bahan bumbu utama berbagai masakan tradisional Batak, seperti arsik dan saksang. Andaliman punya rasa yang kuat, pedas, dengan sedikit aroma mirip lemon. Kekhasan rasa lainnya adalah sensasi kebas atau mati rasa yang terasa pada lidah penyicipnya.
Walau juga menyajikan menu makanan khas Italia lain macam pasta dan spageti, oleh sangchef bumbu andaliman tadi hanya khusus dicampurkan ke menu piza, yang disajikan dengan dua pilihan ukuran serta taburan.
Masing-masing ukuran dan isian juga dijual dengan harga berbeda walau tetap terjangkau kocek para wisatawan atau kalangan anak muda, yang memang banyak berdatangan ke kafe tersebut. Harga juga ditentukan isian masing-masing piza.
Untuk pilihan menu piza vegetarian, alias tanpa daging, harganya pasti jauh lebih murah ketimbang menu piza para pecinta daging. Namun, kisaran harga piza yang dijual antara Rp 25.000 hingga Rp 60.000 per loyang.
”Harga bisa kami siasati dan bikin murah karena kami hanya menggunakan bahan baku lokal, terutama sayur-sayuran dan tomat. Kalau harus pakai paprika, tomat besar, atau jamur mahal seperti dijual di restoran piza besar, pastinya kami akan terpaksa juga menjual mahal. Modalnya tidak cukup,” ujar Sebastian.
Dia menambahkan, sejak awal chef Heinle memang mencoba terus berinovasi, terutama dengan selalu berusaha memanfaatkan sepenuhnya bahan baku yang bisa dengan mudah didapatnya. Entah dari kebun atau dari pasar-pasar tradisional yang ada di sekitar.
Warna hijau dari paprika dan merah segar dari tomat impor bisa diganti dengan kacang panjang atau tomat-tomat kecil lokal, yang tak kalah segarnya. Beberapa macam sayuran juga mereka masukkan, seperti buncis, daun bawang, dan jagung manis lokal yang memberi tampilan warna kuning cerah.
”Untuk rasa asinnya kami juga taburkan sedikit ikan teri untuk topping-nya. Jadi, semua serba lokal. Makanya kami berani jual dengan harga murah. Apanya coba yang bisa bikin mahal? Bisa saja kami jual harga mahal, tapi buat apa. Orang boleh jadi datang, tapi mungkin hanya sekali,” ujar Sebastian.
Kesederhanaan dan kepraktisan cara kerja Heinle seperti itu sejak awal diakui Sebastian memang kerap membuatnya takjub. Keterbatasan bahan baku yang ada tak membuatnya menyerah atau berkompromi membeli bahan-bahan baku mahal dari swalayan besar.
”Saya sendiri pada awalnya benar-benar tak menyangka kalau proses pembuatan piza, yang tadinya saya kira rumit dan mahal, ternyata menjadi sesuatu yang mudah dan murah di tangan Heinle. Dia bahkan memanggang pizanya dengan oven yang menggunakan kompor minyak tanah biasa,” kata Sebastian.
Walau berbahan baku serba lokal, rasa piza andaliman asli Balige ini layak dan bisa diadu dengan piza restoran cepat saji di ibu kota. Rotinya yang tak terlalu tebal dan berwarna kecoklatan karena matang dipanggang secara pas menyeruakkan aroma khas saat digigit dalam keadaan masih sedikit panas.
Paduan beragam topping sayuran dan irisan sosis, yang diolesi saus sambal andaliman, juga semakin membuat selera makan menjadi-jadi.
Sementara itu, untuk membantu menggelontorkan kunyahan-kunyahan piza bersaus sambal andaliman tadi agar lancar masuk ke dalam pencernaan, kafe ini juga menyediakan beberapa pilihan minuman.
Baik minuman standar macam air mineral, minuman ringan, hingga beragam teh, baik teh dalam kemasan, teh biasa, atau juga teh yang berempah macam teh serai (sangge). Minuman-minuman itu bisa disajikan dalam bentuk panas maupun dingin sesuai selera konsumen.
Hidangan pencuci mulut
Selain menu andalan tadi, Kafe Pizza Andaliman juga menawarkan sejumlah pilihan sajian segar pencuci mulut, yang hanya akan disajikan salah satu saja setiap harinya, tergantung kesiapan bahan baku. Beberapa pilihan sajian cuci mulut itu, seperti pineapple boat, wine ice cream cherry, dan andaliman ice cream. Pada saat berkunjung ke sana kebetulan yang muncul dalam daftar menu hari itu adalah pineapple boat, sajian cocktail berisi potongan dadu buah segar, macam pepaya, semangka, dan nanas.
Selain buah-buahan segar tadi sajian pencuci mulut ini juga
ditambahi lagi dengan tiga sendok (scoop) es krim tiga rasa, serta siraman anggur mangga lokal buatan Kafe Pizza Andaliman. Secara unik cocktail itu juga disajikan ke dalam ”mangkok”, yang terbuat dari kulit nanas
setelah diambil bagian dagingnya.
Menurut Ratnauli, dirinya sengaja memilih untuk menggunakan kulit nanas tadi dengan pertimbangan agar semaksimal mungkin mereka menggunakan bahan-bahan yang mudah didaur ulang demi upaya pelestarian lingkungan hidup.
Ratnauli menambahkan, anggur mangga asli buatan dirinya dan sang suami juga memiliki tujuan. Langkah memfermentasikan buah-buah mangga yang ada dilakukan lantaran dirinya dan Heinle merasa sedih melihat banyak buah mangga terbuang dan membusuk.
Kejadian seperti itu selalu berulang, terutama setiap masa panen buah mangga. Dengan berlimpahnya buah mangga, maka harga jual pun jatuh, yang berdampak merugikan petani.
Upaya menjadikannya minuman anggur adalah upaya Ratnauli membantu para petani meningkatkan kembali harga jual mangga-mangga tersebut.
Wisnu Dewabrata
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 September 2016, di halaman 30 dengan judul “Jejak Batak di Piza Italia”.