”Si Uma”, Hantu yang Jenaka

0
1017

Tangan kanan Gede Hartawiguna Darmaja (18) lincah mengotak-atik badan Uma melalui tetikus komputer di ruang Balai Diklat Industri Denpasar, Bali, suatu siang di pertengahan Juli lalu. Begitu pula beberapa teman Darmaja yang duduk bersebelahan mengerjakan hal serupa agar Uma bisa seperti gambar hidup sebagai film animasi perdana karya balai tersebut.

Film animasi Si Uma diharapkan menjadi kebanggaan Pulau Bali. Pengerjaan animasi ini dibuat oleh Darmaja bersama 19 temannya yang semua lulusan sekolah menengah kejuruan di Denpasar. Proyek pembuatan film animasi Si Unyil pun menanti.

”Capek dan lelah pastinya, tetapi ini pengalaman luar biasa bisa mendapat kesempatan pertama terlibat langsung pembuatan animasi. Selama di bangku sekolah belum pernah membuat animasi secanggih Uma ini,” kata Darmaja bersemangat.

Sesekali ia menunjukkan bagaimana bentuk gambar Si Uma bisa bergerak. Bahkan, ia memilih menunda mendaftar kuliah tahun ini karena masih asyik dan ingin menggali pengalaman seru di diklat. Selain membantu meringankan beban orangtua karena belum ada biaya untuk kuliah, Darmaja berharap, pengalaman dan investasi ilmu cuma-cuma dari jerih payahnya lolos seleksi yang diselenggarakan balai diklat ini bisa menambah nilai tambah dirinya dalam dunia kerja yang sesungguhnya.

Pengalaman seru juga dialami Dewa Agung Ayu Nia Apriana Dewi (18). Remaja asal Denpasar ini tak menyangka lolos seleksi. Ia tak hanya terlibat, tetapi juga menjadi pemimpin dari 19 temannya dalam pembuatan animasi ini. Mulai dari rencana gambar, pengisian suara, hingga penyempurnaan keseluruhan film Si Uma, Nia ada. Baginya, pengalaman ini luar biasa untuk memotivasi masa depannya.

Uma merupakan tokoh utama yang jenaka berupa hantu anak-anak. Tampilannya mengenakan udeng, yaitu ikat kepala khas Bali untuk laki-laki, tak berbaju, dan mengenakankamen atau kain dililit warna poleng (hitam putih). Namun, Uma tanpa kaki hampir mirip jin dalam dongeng Aladin saat menyembur dari tekonya. Tokoh sentral ini dibantu beberapa tokoh lainnya, seperti Ketut si bagian umum, Ayu si sekretaris kantor.

Uma dalam budaya Bali merupakan panggilan untuk boneka pengusir burung-burung di sawah. Dalam animasi ini, Uma berupa hantu anak-anak yang terlalu jauh bermain dan tersesat. Ia lupa jalan pulang ke sawahnya.

Nah, petualangan selama tersesat inilah yang menjadi cerita setiap episodenya. Episode perdana menceritakan pertemuannya dengan Ketut, si petugas kebersihan kantor diklat. Kebetulan para kreator sepakat menjadikan kantor diklat tersebut sebagai lokasi cerita.

Kolaborasi

Putu Sudirta, pencetus ide sekaligus pembina di diklat itu, menginginkan adanya animasi yang unik dan bernuansa Bali. ”Ide film ini menginginkan kolaborasi budaya, edukasi, dan hiburan. Dan cocok saja dengan kantor ini yang bersebelahan dengan sawah. Lahirlah, si Uma,” ujarnya sambil menunjuk sawah melalui jendela kantor diklat.

Diklat ini juga berkewajiban melahirkan talenta muda dari Bali. Untuk mewujudkannya, butuh anak muda yang penuh semangat dan terpilihlah 20 lulusan SMK di Denpasar.

Para animator muda ini terpilih melalui tes wawancara dan menyerahkan contoh karya seni mereka. Dan sebagai animator muda dengan pengalaman pertama, hasil kerja mereka yang lolos seleksi memang memuaskan selama pembuatan edisi perdana Si Uma yang berdurasi delapan menit. Dua bulan pembuatan benar-benar dimaksimalkan para anak lulusan SMK tersebut.

Animasi hantu jenaka ini nanti bisa diakses atau diunduh melalui Youtube. Harapannya, program tayang perdana ini mampu mengambil hati produser untuk tertarik memperbanyak film animasi di sejumlah televisi swasta, seperti Adit dan Sopo Jarwo dan Upin dan Ipin.

Yogi Surnayanto (37), sebagai sutradara, mengapresiasi semangat para anak muda lulusan SMK ini. Mereka membanggakan dan patut diacungi jempol. Dua bulan, lanjut Yogi, menjadi dialog dan pertukaran ide yang menyenangkan untuk menghasilkan karya berkualitas.

Penanggung Jawab Balai Diklat Industri Denpasar Made Dwi Putra Wijaya bangga dengan talenta para lulusan SMK tersebut. ”Mereka bersemangat selama pendidikan dan mampu memaksimalkan kemampuannya,” katanya.

Ini menjadikan produksi perdana film animasi berkarakter budaya Bali bisa selesai tepat waktu. Dwi berharap, ini mampu menjadi motivasi siswa SMK yang benar-benar lulusan siap kerja.

Lingkungan diklat, lanjut Dwi, dimaksimalkan mirip dengan dunia kerja. Mereka menyelesaikan animasi sesuai tugas masing-masing di dalam tim mulai pukul 08.00 Wita hingga 17.00 Wita. Anak-anak muda ini mendapatkan ilmu, uang saku, dan makan selama masa pendidikan ini. Selanjutnya, mereka akan diseleksi kembali untuk proyek selanjutnya bersama Perusahaan Film Nasional memproduksi Si Unyil, si tokoh seri boneka.

Diklat ini merupakan bagian dari proyek Bali Creative Industry Center sebagai pusat industri kreatif di bawah Kementerian Perindustrian. Bali terpilih sebagai industri kreatif di antaranya pengembangan animasi. Selain animasi, beberapa kelompok remaja terpilih yang dididik di balai tersebut sempat meluncurkan sejumlah aplikasi dan sukses di pasaran.