Dalam daftar 30 anak muda berpengaruh di Asia yang dilansir “Forbes” pada awal 2016 tercantum nama M Alfatih Timur (24). Anak seorang dokter di Sumatera Barat itu dipilih karena kiprahnya di kitabisa.com.
Kitabisa.com adalah laman untuk menggalang dana dan berdonasi secara daring (online) . Penggalang dana menggunakan uang yang terkumpul untuk tujuan sosial, membantu sesama, atau menciptakan karya.
Saat ini laman itu tengah dipakai mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago dan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali untuk menggalang beasiswa bagi Tristan Alif yang disebut-sebut sebagai “Messi Indonesia”.
“Saya percaya yang dikatakan Bung Hatta, fondasi Indonesia adalah gotong royong. Kitabisa.com menerjemahkan semangat itu. Di kitabisa.com, kami percaya ada banyak orang baik di Indonesia. Mereka hanya perlu dihubungkan satu sama lain,” ujar M Alfatih Timur.
Alfatih adalah CEO kitabisa.com. Kompas mengobrol dengan anak muda yang biasa disapa Timmy itu di sela-sela pertemuan wirausaha sosial di Singapura, 16-7 Juni 2016. Pada acara yang diselenggarakan oleh DBS Foundation itu, dia menjadi salah satu pembicara di hadapan 100 wirausaha sosial di Asia.
Wirausaha sosial adalah model bisnis yang menerapkan prinsip dan tata kelola usaha profesional. Namun, alih-alih mengejar keuntungan, tujuan utama mereka adalah membantu menyelesaikan berbagai persoalan sosial.
Undangan yang diperoleh Timmy untuk berbicara di forum itu tak lepas dari kiprah kitabisa.com yang beroperasi sejak Juli 2013. Laman yang ia dirikan bersama beberapa temannya itu, sejauh ini, telah membantu penggalangan dana dengan nilai total Rp 17 miliar. Seluruhnya dipakai mendanai 1.388 kegiatan atau inisiatif.
Layanan zakat
Bersama beberapa lembaga, laman itu juga menyediakan layanan pembayaran zakat secara daring. “Potensi zakat Indonesia lebih dari Rp 200 triliun, tetapi baru terkumpul Rp 2 triliun. Bukan karena orang tidak mau bayar zakat, melainkan karena pembayarnya tidak punya kesempatan untuk mendatangi tempat membayar dan menunaikan kewajiban.”
Orang Indonesia, lanjut Timmy, pada dasarnya amat mudah merogoh kocek untuk membantu orang lain. Masalahnya, banyak di antara mereka yang tidak menemukan tempat dan waktu yang sesuai dengan aktivitas untuk menyalurkan donasi.
Sebagian orang lebih suka menyelesaikan berbagai urusan dari telepon genggam atau komputer yang terhubung dengan internet. Dengan beberapa kali klik, berbagai urusan bisa diselesaikan. “Layanan yang dihadirkan ke dekat mereka, bukan mereka diminta mendatangi tempat menyalurkan zakat atau donasi,” kata lulusan Fakultas Ekonomi UI itu.
Saat ada ajakan berdonasi dan dananya bisa disalurkan tanpa meninggalkan tempat duduk, banyak orang dengan sigap mengirimkan uang. Di Indonesia, ada banyak kegiatan penggalangan dana melalui internet secara dadakan. Beberapa orang memulai kampanye untuk mendanai atau menyumbang sesuatu. Orang-orang yang tertarik kemudian menyumbang dana.
“Banyak orang yang sama sekali tidak saling kenal, tetapi tetap menyumbang,” ujarnya.
Saat Timmy dan delapan rekannya memulai kitabisa.com, belum banyak laman yang bisa menjadi sarana pengumpulan dan penyaluran sumbangan. Dia mengaku tidak terlalu paham dengan pola itu.
Laman itu dimulai saat Timmy bersama beberapa temannya di Rumah Perubahan tertantang menggarap proyek sosial yang berdampak besar. Ide mereka dipaparkan kepada Rhenald Kasali, pendiri Rumah Perubahan. Rhenald menyetujui gagasan itu.
Gagasan itu tidak serta-merta muncul. Dengan beasiswa, ia belajar penggalangan dana secara daring ke Australia dan Amerika Serikat. Ia juga belajar soal wirausaha sosial yang kala itu mulai marak.
Namun, ada hal yang tidak bisa dipelajarinya segera untuk bisa mengoperasikan kitabisa.com: teknologi informatika. Karena itu, ia menggandeng beberapa pihak untuk menguatkan timnya.
Seiring waktu, ternyata sebagian pendiri kitabisa.com tidak bisa terus bergabung karena berbagai alasan. Bongkar pasang tim terjadi hingga saat ini kitabisa.com digawangi 13 orang. Mereka juga menggandeng sejumlah pihak sebagai penasihat.
Setelah tiga tahun di kitabisa.com, Timmy belum berpikir untuk menggarap hal lain. Ia masih fokus mengurus laman itu. Istrinya, Puti Ara Zena, juga mendukung kegiatannya.
Inspirasi ayah
Namun, sampai sekarang, keluarga besar Timmy tidak terlalu paham apa yang dilakukan pemuda itu. Ia hanya menyampaikan, kegiatan sosial itu terinspirasi dari pekerjaan ayahnya sebagai dokter di pedalaman Sumatera Barat.
Ayah Timmy adalah dokter penuh pengabdian dan ikhlas. “Waktu saya kecil, sering sekali melihat ayah mengobati orang tanpa meminta imbalan. Kadang dibayar dengan sayur,” ujarnya.
Setelah besar, Timmy semakin tertarik bergiat dalam kegiatan sosial. Namun, ia tidak ingin seperti ayahnya. Selain karena bukan sekolah kedokteran, ia juga tahu ia tidak akan bisa melakukan kegiatan sosial dengan cara ayahnya.
Ayahnya digambarkan sebagai lilin yang mengorbankan diri untuk menerangi lingkungan di sekitarnya, sementara Timmy ingin punya energi menolong yang lebih tahan lama. Karena itu, ia memilih wirausaha sosial. “Bisnis sosial yang dapat memberikan dampak sosial sekaligus menciptakan profit sehingga berkelanjutan. Dengan begitu, saya tidak harus mengorbankan diri saya,” tuturnya.
Minat kuat menolong orang dalam diri pemuda itu menarik minat Rhenald Kasali sehingga menjadikan pemuda itu sebagai asisten. Setelah wisuda, ia pernah meminta masukan Rhenald soal pilihan sekolah lanjutan. Namun, Rhenald meminta dia bergabung selama beberapa tahun sebelum melanjutkan sekolah lagi.
Kala itu, orangtua Timmy belum sepenuhnya setuju. Namun, setelah diyakinkan, akhirnya mereka mendukung keputusan pemuda itu. Selain menjadi asisten Rhenald, Timmy juga aktif di Rumah Perubahan.
Laman itu dikelola dengan manajemen bisnis modern. Pendapatan laman, antara lain, kutipan 5 persen dari setiap penggalangan dana. “Kutipan tidak diberlakukan untuk penggalangan dana bagi bencana alam atau pembayaran zakat,” katanya.
Atas semua usahanya itu, maka lumrah saja jika Forbes memasukkan Timmy dalam daftar 30 anak muda berpengaruh di Asia. Kiprah pemuda itu diharapkan dapat memberi inspirasi bagi masyarakat, terutama para pemuda. Di tengah berbagai masalah yang merundung negeri ini, masih ada orang-orang yang mau berbagi untuk kebaikan.
Di sela-sela kesibukan di kitabisa.com, Timmy masih sempat menggeluti hobinya. Di tengah rutinitas sehari-hari, dia kerap memainkan saluang untuk mengusir kejenuhan. Seruling khas Minang itu kerap dimainkannya di kantor.
“Tidak mahir, tetapi bisalah kalau beberapa lagu Minang,” ujar pemuda yang mengaku tidak ingat apa nama adat yang diberikan keluarganya.
Seperti lazimnya seluruh pria dewasa di Sumatera Barat, Timmy punya nama adat. “Saya hanya ingat Sutan saja. Tidak ingat lagi apa kelanjutannya,” katanya sembari tertawa.
M ALFATIH TIMUR
- Lahir: Bukittinggi, 27 Desember 1991
- Pendidikan: SMA 1 Padang
- Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
- Pekerjaan: CEO kitabisa.com
- Istri: Puti Ara Zena
Kris R Mada
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Juni 2016, di halaman 16 dengan judul “Kita Bisa Berbagi”.
Comments are closed.