Di suatu ruangan yang beralaskan karpet merah, sejumlah lelaki mengerubungi sebuah lukisan berukuran raksasa. Dengan bantuan penggaris dan silet, mereka memotong beberapa bagian lukisan karya Uji ”Hahan” Handoko itu. Potongan-potongan berupa bujur sangkar seluas 100 sentimeter persegi itu lalu diberikan kepada beberapa orang yang sudah menunggu.
Hahan melihat ”perusakan” karyanya itu dengan antusias. Tak tampak kemarahan di wajahnya. Sesekali ia bahkan berteriak kegirangan saat potongan di lukisan berukuran 260 cm x 750 cm itu menjadi kian banyak. ”Saya memang menjual lukisan ini per potong. Minimal beli satu potong, maksimal 16 potong,” ujarnya.
Dalam proyek bertajuk ”Speculative Entertainment No 1” itu, Hahan mengajak pengunjung mengikuti acara lelang karya seni. Namun, beda dengan lelang sungguhan yang eksklusif, lelang ala Hahan berlangsung dengan terbuka dan gayeng. Untuk bisa mengoleksi satu potong lukisan itu, pembeli juga cukup mengeluarkan uang Rp 100.000. ”Saya ingin semua orang bisa mengoleksi karya seni,” kata Hahan.
Proyek ”Speculative Entertainment No 1” merupakan bagian dari 97 karya yang ditampilkan dalam pameran seni rupa Mandiri ART|JOG|9 di Jogja National Museum, Yogyakarta, pada 27 Mei-27 Juni 2016. Mandiri ART|JOG|9 (sebelumnya bernama ART|JOG) mengambil tema ”Universal Influence” atau pengaruh universal dengan melibatkan 72 seniman dari Indonesia, Australia, Jepang, Filipina, Malaysia, dan Liechtenstein yang merupakan negara kecil di Eropa.
ART|JOG merupakan perhelatan seni rupa tahunan yang sebenarnya pasar seni rupa atau art fair. Namun, perhelatan yang diselenggarakan sejak tahun 2008 dengan nama Jogja Art Fair itu berbeda dengan pasar seni rupa lain. Jika pasar seni rupa umumnya mengundang galeri seni sebagai penjual karya, ART|JOG langsung mengundang perupa.
Dari tahun ke tahun, ART|JOG kian mirip dengan pameran seni rupa yang tak melulu berorientasi pada pasar, tetapi juga memperhatikan perkembangan karya dan wacana seni rupa kontemporer. Dengan rumus itu pula, acara yang digelar oleh Heri Pemad Art Management itu bisa mendapat perhatian luas, termasuk dari kolektor dan penikmat seni dari negara lain.
Kurator Mandiri ART|JOG|9, Bambang ”Toko” Witjaksono, mengatakan, tema ”Universal Influence” berangkat dari pemahaman bahwa kebudayaan manusia merupakan hasil dari proses saling memengaruhi berbagai pihak. Proses saling memengaruhi itu terjadi di semua bidang, dari politik, sosial, ekonomi, religi, hingga seni.
Bambang menuturkan, Mandiri ART|JOG|9 memakai pendekatan berbeda dalam memilih seniman. Pada tahun-tahun sebelumnya, ART|JOG memilih seniman melalui undangan khusus dan seleksi terbuka. Namun, tahun ini, pemilihan seniman hanya dilakukan melalui undangan. ”Sesuai dengan tema, kami ingin menampilkan karya para seniman yang mempunyai pengaruh dalam dunia seni rupa di Indonesia,” ujarnya.
Beragam
Dengan niat ingin menghadirkan seniman-seniman yang berpengaruh, karya yang tampil dalam Mandiri ART|JOG|9 menjadi sangat beragam. Kondisi itu berbeda dibandingkan ART|JOG|8 tahun lalu yang dibuat untuk merayakan seni media baru. Pada ART|JOG|8, kita hanya menemukan satu lukisan, sementara karya lain berupa instalasi, video, juga proyek seni interaktif.
Sebaliknya, Mandiri ART|JOG|9 menampilkan cukup banyak lukisan. Salah satu yang patut disimak adalah ”Sirkus Adu Badak” karya pelukis senior Djoko Pekik. Lukisan berukuran 250 cm x 500 cm itu menggambarkan sebuah arena tempat dua badak bertarung. Di arena itu ada sejumlah orang asing berpakaian bagus yang berdiri di sekitar kedua badak, sementara di bangku penonton terdapat ratusan orang dengan wajah kabur sedang menonton.
Kunci memahami lukisan ini adalah tulisan ”Sirkus September” yang berada di atas pintu masuk arena badak. Melalui lukisan itu, Djoko Pekik ingin menggambarkan bagaimana pemerintahan Orde Baru, yang terbentuk sesudah geger September 1965, mendatangkan banyak pemodal asing sehingga masyarakat Indonesia akhirnya hanya
menjadi penonton di negeri sendiri.
Selain Pekik, seniman yang menampilkan lukisan antara lain Agus Suwage yang berbicara tentang fasisme lewat tiga karya self potrait, Hanafi yang menggambarkan fenomena wedhus gembel saat erupsi Gunung Merapi, juga Oky Rey Monta yang meminjam makhluk mitologis berwujud setengah manusia setengah kuda.
Di medium tiga dimensi, pengunjung bisa menikmati patung mobil balap F1 yang melakukan gerakan balet karya Pintor Sirait, dua instalasi reflektif Yusra Martunus, atau instalasi patung kinetik karya Mella Jaarsma. Kita juga bisa terbahak saat mendapati instalasi ”New Order” karya Alfredo dan Isabel Aquilizan dari Australia. Karya instalasi itu berupa sebuah sepeda motor yang rusak parah, sementara di sekitarnya terdapat pelat nomor kendaraan yang bertuliskan aneka caci maki khas Indonesia.
Pada bagian seni media baru, karya Venzha Christiawan, yang merupakan commissioned artist Mandiri ART|JOG|9, harus kita tengok. Venzha, pentolan kolektif seni The House of Natural Fiber yang dikenal kerap memadukan seni dan teknologi, menghadirkan karya bertajuk ”ISSS-Indonesia Space Science Society” yang terdiri atas sejumlah alat untuk menangkap sinyal dan frekuensi dari luar angkasa.
Karya Venzha ini bisa dibilang sebagai salah satu perkembangan mutakhir dari seni media baru yang bagi sebagian orang mungkin masih dianggap ”bukan seni”. Tak heran, saat sesipress tour sebelum pembukaan Mandiri ART|JOG|9, seorang wartawan bertanya, ”Apakah ini termasuk karya seni?”. Pilihan ART|JOG menjadikan Venzha sebagai commissioned artistjelas menandakan keberpihakan perhelatan itu pada seni media baru.
Popularitas
Selain masalah karya, yang juga menarik dari ART|JOG adalah popularitas perhelatan itu. Selama beberapa tahun terakhir, ART|JOG selalu menarik banyak kurator, penikmat seni, dan masyarakat awam. Fenomena itulah yang mungkin membuat sebuah bank bersedia menjadi sponsor utama acara tersebut sehingga nama bank itu disematkan di depan nama ART|JOG.
Popularitas itu pula yang merangsang galeri dan komunitas seni di Yogyakarta dan sekitarnya menggelar pameran di waktu yang berdekatan dengan ART|JOG agar para kolektor dan penikmat seni juga datang ke acara mereka.
Sejak 2015, berbagai acara seni yang digelar berdekatan dengan ART|JOG itu disatukan dalam wadah bernama Jogja Art Weeks. Tahun ini, berdasarkan buku panduan Jogja Art Weeks, ada sekitar 80 acara seni di Yogyakarta dan sekitarnya yang digelar selama Mei-Juni 2016.
Haris Firdaus
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Mei 2016, di halaman 19 dengan judul “Dari (dan Tentang) Para Pemberi Pengaruh”