”X-Men: Apocalypse”, Masa Lalu Manusia Mutan

0
1396

Selalu ada kebaikan dalam diri manusia, setidaknya pernah baik. Penjahat yang mengerikan sekalipun tak begitu saja memiliki virus jahat dalam dirinya. Bahkan, tanpa sadar masyarakat yang justru menciptakan penjahat, tokoh antagonis dalam kehidupan.

Dengan benang merah itu, sutradara Bryan Singer merangkai kisah X-Men: Apocalypse. Masa lalu para mutan yang sudah akrab dengan para penonton di dunia—mengingat komik X-Men berkali-kali diadaptasi menjadi film—dijalin. Penulis skenario Simon Kinberg dan kawan-kawan cukup rapi merangkai masa lalu dan pertemuan banyak karakter tanpa membuat penonton terlalu kewalahan mengikutinya.

Apocalypse bercerita tentang masa muda para tokoh manusia mutan Mystique (Jennifer Lawrence), Scott (Tye Sheridan), Jean Grey (Sophie Turner), Erik Lehnsherr/Magneto (Michael Fassbender), Professor Charles Xavier (James McAvoy), Nightcrawler (Kodi Smit-McPhee), dan lain-lain. Sedari awal film, lawan utama mereka sudah diperkenalkan, yakni En Sabah Nur (Oscar Isaac), yang panjang umur dengan cara mentransfer rohnya ke tubuh lain.

IMDB/20th Century Fox
IMDB/20th Century Fox

Tentu saja pilihannya tubuh manusia mutan yang sekaligus menambah kekuatan dirinya.
Dapat dibayangkan kekuatan yang dimiliki setelah berpindah-pindah tubuh mutan ribuan tahun.

Pada suatu ketika, ribuan tahun lalu, terjadi pemberontakan di tengah proses transfer roh. Namun, para tangan kanan En Sabah Nur berhasil menyelesaikan proses transfer itu dan menjaga utuh tubuh baru En Sabah yang pasrah tergeletak di atas altar. Serangan itu merobohkan piramida dan mengubur En Sabah.

En Sabah pun tertidur hingga saatnya para pengikut alirannya membangunkannya pada 1980-an saat para mutan dalam masa remaja mereka. Storm muda (Alexandra Shipp) yang paling awal bertemu En Sabah. Setting tahun 1980-an dihadirkan lewat kostum para mutan remaja dan juga ikon budaya lainnya.

En Sabah lalu merekrut manusia mutan sebagai tangan kanannya, termasuk Magneto. Sementara Xavier dan para mutan di pihaknya lalu mencoba melawan En Sabah. Mereka berupaya menghindarkan dunia dari kehancuran, kiamat yang diciptakan En Sabah.

 

”Khotbah penjahat”

Seperti film manusia super lainnya yang menganut pengisahan klasik kebaikan melawan kejahatan, Apocalypse masih memegang ”prinsip” berkisah serupa. Namun, dengan kelokan cerita pada karakter Magneto. Magneto yang di dalam film-film X-Men lainnya dikisahkan sebagai penjahat seram, dalam Apocalypse digambarkan dulunya tokoh baik, tetapi lalu menghadapi perilaku orang-orang berprasangka buruk pada mutan yang asing.

Bahkan, En Sabah Nur juga digambarkan sebagai penjahat dengan misi dan begitu ideologis, yakni dunia sudah kotor, penuh kejahatan, dan perebutan kekuasaan sehingga perlu pembersihan total dengan penghancuran. Kesan seram dan mistik En Sabah pun perlahan luntur seiring durasi dan dia tampak seperti orang bertubuh besar dengan berpoles make-up hitam logam saja.

Hal itu mengingatkan pada tokoh-tokoh antagonis dengan ”misi” dan ideologis yang juga muncul dalam sejumlah film manusia belakangan ini. Di dalam Batman Versus Superman; Dawn of Justice, misalnya, salah satu adegan adalah tokoh antagonis jenius Lex Luthor berkhotbah di atas gedung tinggi di depan Lois Lane tentang manusia yang akan lebih baik tanpa bayang-bayang ada kekuatan super di luar dirinya yang selalu tiran mengendalikan.

Boleh jadi, di mata para sineas begitu banyak situasi di dunia ini yang menyesakkan sehingga butuh kekuatan besar, apa pun itu, untuk mengubahnya?

 

Indira Permanasari


 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Mei 2016, di halaman 17 dengan judul “X-Men: Apocalypse, Masa Lalu Manusia Mutan”