JAKARTA, KOMPAS CORNER – Selain mewarisi ilmu pengetahuan kepada muridnya, guru juga membekali muridnya dengan nilai moral, religi, dan beragam nilai penting lainnya. Pembekalan ilmu dan nilai tersebut tentunya tak terlepas dari keinginan sang guru untuk menjadikan muridnya sebagai insan cerdas berakhlak mulia. Peran sang guru dalam membina muridnya sama pentingnya dengan peran orang tua dalam mengasuh anaknya, sehingga sosok guru dianalogikan sebagai orang tua kedua bagi muridnya. Dalam menyuguhkan ilmunya, sering kali guru memanfaatkan sarana buku untuk mempermudah proses belajar mengajar. Namun, apa jadinya jika keberadaan guru tersebut tergugat akibat kurangnya penggunaan buku?
Jumat (13/5) lalu telah diselenggarakan acara rilis dan diskusi buku “Inspirasi Kebangsaan dari Ruang Kelas” karya St. Sularto di Hotel Santika Priemer Slipi oleh Penerbit Buku Kompas (PBK). Turut hadir Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, untuk memberikan pandangan tentang buku tersebut.
“Jaman sekarang, kehadiran guru kini mulai tergantikan dengan teknologi,” tutur Anies Baswedan. Dalam hal ini, penyampaian ilmu pengetahuan sang guru mulai teralihkan oleh kecanggihan teknologi. Salah satu contoh yang dimaksud ialah penggunaan salindia secara monoton oleh guru ketika proses belajar mengajar berlangsung. Hal tersebut tentunya mencerminkan minimnya upaya guru dalam menyampaikan materi.
“Lantas, guru seperti apa yang tergantikan oleh teknologi? Jawabannya para guru yang mekanistik. Guru yang tak akan tergantikan oleh teknologi adalah guru yang hadir dengan inspirasi,” ujar Anies Baswedan. Selain itu, ia juga memaparkan bahwa teknologi nyatanya tak selalu membawa dampak positif bagi masyarakat. Pada titik tertentu, kehadiran teknologi justru memborbardir pemikiran masyarakat. “Banjir” informasi yang terjadi dalam dunia maya seolah menuntut masyarakat untuk memilah berita terlebih dulu sebelum “mengonsumsinya”. Dalam hal ini, masyarakat harus mampu berperan sebagai pemilah berita yang bijak, bukan lagi sekedar pembaca.
Tak hanya menyinggung mengenai guru mekanistik, Anies juga membahas mengenai perbedaan generasi dalam dunia pendidikan. Perbedaan generasi yang dimaksud ialah adanya perbedaan era yang cukup jauh antara guru, murid, dengan ruangan kelas yang digunakan. Sebagai contoh, proses belajar mengajar terjadi di dalam ruangan yang dibangun sejak abad ke-19, dimana sang guru berasal dari abad ke-20 dan muridnya yang berasal dari abad ke-21. Perbedaan generasi tentunya akan menjadi kendala tersendiri dalam menerapkan sistem pembelajaran yang efektif.
“Buku kini dapat dijadikan sebuah refleksi bagi setiap orang di tengah derasnya alur informasi yang terus mengalir,” terangnya. Anies berharap dengan membaca buku tersebut, diharapkan masyarakat memiliki pandangan yang lebih baik mengenai proses belajar mengajar dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Selain Anies Baswedan, St. Sularto selaku penulis buku “Inspirasi Kebangsaan dari Ruang Kelas” juga turut menyampaikan pemikirannya kepada para hadirin. Dalam buku tersebut, St. Sularto juga membahas lebih lanjut mengenai tokoh pendidikan di nusantara. Pejuang pendidikan tanah air tak hanya Ki Hajar Dewantoro, namun juga terdapat Williem Iskander, sebagai tokoh pelopor pendidikan guru dan pendiri Sekolah Guru Bumiputera, dan Engku Mohammad Syafei, sebagai pendiri Inlandsche Nijverheid School (INS) pada tahun 1926 di Desa Kayutanam, Sumatera Barat.
Acara ini juga diramaikan oleh Budiman Tanuredjo (Pemimpin Redaksi Kompas), Ninok Leksono (Senior Editor Harian Kompas), Daoed Joesoef (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia), Itje Chodidjah (Pendidik dan Pakar Pendidikan), dan beberapa tokoh penggiat pendidikan lainnya.
Reporter: Nonna Sabrina Cendana, Kelvin Layzuardy
Editor : Editorial Kompas Corner UMN
Foto : Dokumentasi Pribadi