TERAS USAHA MAHASISWA Merintis Bisnis dari Kampus

0
1705

Mereka adalah sebagian dari finalis Teras Usaha Mahasiswa (TUM), suatu program pelatihan yang diadakan harian ”Kompas” dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Peduli. Menjadi mahasiswa buat mereka tak melulu berkutat dengan buku dan diskusi, tetapi juga terjun langsung di tengah masyarakat.

Bermodal uang seadanya dan tekad setinggi gunung, para finalis TUM dari enam kota di Indonesia berhasil unggul di antara lebih dari 350 pendaftar. Dari jumlah tersebut terseleksi menjadi 54 tim. Kemudian di setiap kota, yakni Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Makassar, dan Medan, masing-masing terpilih tiga kelompok finalis.

Ke-18 finalis tersebut akan berkompetisi hingga terpilih sembilan tim yang akan ke Jakarta untuk memperebutkan gelar sebagai tiga tim terbaik pada akhir Mei.

Kali ini kami tampilkan masing-masing tiga finalis dari Medan, Yogyakarta, dan Makassar. Para finalis dari Jakarta, Bandung, dan Denpasar akan ditampilkan dalam rubrik Muda berikutnya.

Yogyakarta

Dari Yogyakarta ada Tim Majapahit Electronics. Mereka adalah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang, antara lain, membuat alat dan sistem alarm untuk pengaman sepeda motor. Tim yang terdiri dari Alwy Herfian S, Anindar Naufal Adila, Bruno Fandi Adi Pratama, dan Tri Yunianta ini menamakan karya mereka Tri-Lock for Motorcycle Safety.

”Sejak Januari (2016) kami mengembangkan alat pengaman motor. Kami terinspirasi membuat alat ini mengingat pencurian motor di Yogyakarta lebih dari 20 kasus dalam sebulan. Kalau harga satu motor Rp 10 juta saja, artinya kerugian setiap bulan sekitar Rp 200 juta,” kata Alwy tentang alat pengaman yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan setiap pemilik sepeda motor.

Perwakilan dari UGM lainnya, yakni tim Interasa Nusantara, memilih rendang sebagai lahan usaha mereka. Tim yang dimotori Muhammad Taufiq, Rivdhal Saputra, Muhammad Reza Putra, dan Rizki Pujianto ini mempromosikan produk mereka dengan berkeliling dari kampung ke kampung yang dihuni banyak anak indekos.

Sejak Desember 2014 rendang di tangan mereka tak hanya berbahan baku daging sapi. Konsumen bisa merasakan pula rendang kentang, rendang ayam, dan rendang ceker. Rendang dalam kemasan yang praktis itu kini tak hanya dijual di Yogyakarta dan sekitarnya, tetapi juga sampai Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Adapun perwakilan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta menghasilkan produk olahan dari buah kelapa. Memakai merek SRI (singkatan Sayang Republik Indonesia), Farid Ramadhan Singgih dan Rita Purnamasari mencoba memberdayakan masyarakat di Desa Sidorejo, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Buah kelapa di desa itu melimpah, tetapi masyarakat belum mampu mengolahnya. Mereka berusaha memanfaatkan akar, batang, daun, bunga, dan buah kelapa itu agar bernilai jual lebih tinggi. Dari survei yang dilakukan tim ini pada Juli 2015, Desa Sidorejo menghasilkan lebih 12.000 butir kelapa dalam 40 hari.

Medan

Di Medan, empat sekawan dari Universitas Negeri Medan, yakni Budi Setiawan, Legino Alek S, Suci Dwi Asyiah, dan Endah Subekti, dengan modal awal patungan sebesar Rp 1 juta membuat produk molen berukuran mini. Molen itu diisi dengan bahan lokal sebagai pilihan bagi konsumen.

”Ada molen isi cokelat, ubi jalar, pisang, kentang, kacang hijau, dan talas. Bukan hanya kami berempat yang membuat sekaligus memasarkan, melainkan juga ada reseller, yakni teman-teman di kampus yang membantu memasarkan produk kami,” kata Budi tentang usaha yang kini omzetnya sekitar Rp 2,5 juta per minggu.

Foto Muda  Kompas/Chris Pudjiastuti (CP)
Foto Muda
Kompas/Chris Pudjiastuti (CP)

Sementara perwakilan dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, yakni Fitra Khairul Razak dan Rajab Habibi, melihat peluang usaha membuat sepatu lama menjadi tampak baru kembali karena anak muda umumnya hanya membersihkan sepatu kets jika ada waktu. Itu pun biasanya mereka hanya menggunakan detergen biasa.

”Padahal, mencuci sepatu sembarangan justru bisa merusak sepatu kita. Tahun 2014 kami menyediakan jasa membersihkan sepatu dan membuatnya tampak baru. Modal awal kami Rp 500.000, sekarang omzet kami sekitar Rp 1 juta-Rp2 juta,” kata Fitra tentang usaha yang diberi nama My Slan (Make Your Shoes Like a New) ini.

Finalis dari Medan lainnya adalah tim dari Universitas Sumatera Utara yang terdiri dari Irwansyah Putra, Agus Susanto, Indra Elizar, dan Rifai Muda. Mereka mengolah bahan bekas menjadi suvenir ramah lingkungan. Mereka membeli botol-botol bekas, membersihkan, dan mengolahnya. Mereka menghias botol itu dengan tanaman hidup dan ”menyulapnya” menjadi tanaman yang pantas dipajang di meja.

Selain mengikuti berbagai pameran dan bazar di Medan, tim Smart Bottle juga memasarkan produk mereka lewat media sosial. ”Selain produk jadi, kami juga menerima pesanan dari konsumen. Untuk pesanan, kami memerlukan waktu sekitar dua hari untuk memenuhinya,” kata Irwan tentang produk mereka yang dibanderol Rp 7.000 sampai Rp 40.000 per buah ini.

Tak hanya berbisnis, mereka juga memberikan pelatihan gratis bagi penghuni panti asuhan Ade Irma Suryani, Medan.

Makassar

Di Makassar, dua mahasiswa Universitas Hasanuddin, M Zulfikri Al-Qowy Yusring (Jurusan Teknik Elektro) dan Achmad Nur Fachry Machmud (Jurusan Teknik Sipil), prihatin melihat nasib petani hortikultura. Mereka mencoba membantu petani dengan mengganti tanaman jagung dengan tanaman talas. Tanaman yang semula tak dianggap petani di Malakaji, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, ini setelah digarap ternyata membuat penghasilan petani meningkat.

Mereka tak hanya membagi bibit talas untuk petani, tetapi sejak awal 2016 juga mengolah talas menjadi aneka makanan dan menjualnya di kafe Pacco (bahasa Makassar yang berarti talas) yang berlokasi di Rusunawa II Unhas. Kafe ini buka tiap hari dengan harga Rp 10.000-Rp 12.000 per porsi.

Karya finalis teras usaha mahasiswa dari Makassar. Onde, makanan dari bahan talas berbentuk bulat ini disebut onde-onde. Isinya bisa jamur, gula merah. Ia menjadi produk terlaris Pacco. Kompas/Soelastri Soekirno
Karya finalis teras usaha mahasiswa dari Makassar.
Onde, makanan dari bahan talas berbentuk bulat ini disebut onde-onde. Isinya bisa jamur, gula merah. Ia menjadi produk terlaris Pacco.
Kompas/Soelastri Soekirno

Talas menjadi bahan baku untuk berbagai penganan seperti bakso dan onde dengan isi gula merah, ikan tuna, dan cokelat sebagai variannya. ”Usaha kami berbasis komunitas, jadi pendapatan dibagi rata untuk petani, pegawai kafe, dan kami,” kata Achmad Nur Fachry.

Sementara itu, Al-Qowy menyatakan kadang mereka kewalahan menerima pesanan. ”Bahan bakunya belum banyak. Kami menanam talas di lahan seluas 6 hektar, tetapi talas di sini umbinya kecil.”

Adi Saifullah Putera dan Muhamad Faris, mahasiswa Universitas Muslim Makassar, membuat aplikasi MallSampah.com. Finalis bidang teknologi itu bersedia membeli sampah daur ulang warga Kota Makassar. Untuk memudahkan warga, mereka bekerja sama dengan pihak lain yang mengambil sampah dari rumah warga.

”Anda jual kami bayar, rumah Anda akan lebih nyaman tanpa sampah”, begitu moto yang dipasang Adi untuk menarik perhatian warga. Usaha yang dimulai pertengahan 2015 ini terinspirasi dari banyaknya sampah di Makassar. Padahal, separuh di antaranya bisa didaur ulang, seperti tas dari bungkus kopi.

Begitulah, mereka menunjukkan kepada kita bahwa menjadi mahasiswa bukan berarti waktu dihabiskan melulu di kampus. Kita bisa juga belajar menjadi pengusaha sekaligus memberikan inspirasi bagi lingkungan di sekitarnya.

(TRI/TOP/CP)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 April 2016, di halaman 26 dengan judul “TERAS USAHA MAHASISWA Merintis Bisnis dari Kampusl”