Namanya Pasar Segar, tetapi bukan sekadar pasar. Sejak setahun terakhir pasar itu menjadi tempat nongkrong anak muda Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka mengobrol, minum teh, kopi sembari merencanakan membuat acara. Pendeknya, Pasar Segar tak hanya tempat ngobrol, tetapi juga merencanakan kreasi sekaligus beraksi.
Sebenarnya Pasar Segar bukan satu-satunya tempat di Kota Makassar untuk melepas rasa lelah. Kota berpenduduk 1,7 juta jiwa itu punya beberapa tempat untuk kumpul-kumpul sembari minum teh-kopi dan mengudap.
Sejak puluhan tahun lalu, kawasan Pantai Losari dikenal sebagai tempat nongkrong. Belakangan, masih di kawasan pantai tersebut, muncul tempat nongkrong di seberang dan depan Benteng Rotterdam. Sebutlah Kampung Popsa, di samping markas Persatuan Olahraga Perahu Motor dan Ski Air (Popsa) yang lebih berkelas. Ada lagi tempat persis di depan benteng buatan Raja Gowa pada abad ke-17 itu. Mulai sore sampai dini hari pedagang pisang epe menggelar dagangan.
Konsep Berbeda
Kerinduan warga akan tempat bersantai memunculkan tempat nyaman yang terjangkau masyarakat. Munculnya keramaian di Pasar Segar berawal dari pembukaan Pasar Segar tahun 2011. Pasar dibangun oleh PT Pasar Segar dan PT Sinar Galesong, dengan 400 kios dan 200-an lapak serta 50 unit ruko di sekelilingnya. Ia mirip pasar modern seperti di BSD City atau Bintaro, Tangerang Selatan.
Bagian atas pasar untuk pedagang sayur, ikan, dan lainnya. Di bawah untuk penjual baju, sepatu, alat elektronik, warung makan, dan beberapa kafe. Sayang dulu tempat sepi. Keadaan perlahan berubah setelah sejumlah pemilik kafe masuk ke Pasar Segar dengan konsep sedikit berbeda. Kafe mereka terasa lebih ”kekinian”, namanya simpel dan perabotannya sederhana.
Konsep kafe dengan mural di dinding, kursi, dan meja dari kayu bekas, tempat yang santai ala anak muda, membuat orang kian ramai berkunjung. Belum lagi sajian dan ragam kopi ala hotel berbintang dengan harga kaki lima. Selain teh, kopi, kopi susu, dan minuman lain, kafe di sana menyajikan kue, sampai sushi. Harga makanan dan minuman berkisar Rp 10.000 sampai Rp 20.000.
Salah satu penghuni baru Pasar Segar adalah Kafe Kopi Api. Sebelumnya kafe itu berada di Jalan Jenderal Ahmad Yani. Komunitas yang sering berkumpul di jalan itu ikut pindah. Komunitas fotografi, komunitas motor, hingga komunitas lintas agama menjadikan kawasan ini, termasuk Kafe Kopi Api, sebagai tempat nongkrong.
Kedai Ada Pada juga unik. Tak hanya menjadi tempat nongkrong, kedai itu menjadi tempat diskusi seniman muda Makassar. Pemilik kafe mempekerjakan mahasiswa jurusan desain komunikasi visual (DKV) dan seni rupa. Keberadaan mereka membuat kafe lebih hidup karena banyak mahasiswa datang dan membuka ruang diskusi.
Indira, mahasiswa DKV Universitas Negeri Makassar, menyebut, di kedai, dirinya bekerja dan kerap ikut berdiskusi untuk merencanakan pembuatan acara bersama teman-teman.
Tempat Beraksi
Adanya ruang terbuka di Pasar Segar memungkinkan komunitas dan pihak lain membuat beragam acara. Hari Sabtu (9/4) sore, misalnya, ada pelatihan seni doodle (gaya menggambar sederhana yang cenderung dekoratif). Panitia juga menyediakan papan putih untuk membuat mural. Hujan membuat acara tertunda, tetapi para remaja berbondong ke sana. Di bawah rintik hujan, seniman mural Adi Gunawan dan Inawaloni memulai menggambar. Malam harinya ada hiburan musik.
”Suasananya nyaman, kopinya pun enak. Saya selalu kumpul dengan teman-teman penggiat fotografi di sini. Berkumpul, diskusi, tertawa, dengan kopi yang enak dan harga terjangkau,” kata M Iqbal, salah satu pengunjung.
Bukan hanya anak muda, orang yang sudah berumur pun nongkrong di sana. Islahuddin, pengamat pariwisata dari Akademi Pariwisata Makassar, kerap bertemu teman dan kerabat di tempat itu. ”Memang kesannya tempat ngumpul orang-orang muda, tapi saya senang di sini. Kopinya enak. Kita bisa melihat cara pembuatan dan penyajiannya. Kalau kafe-kafe atau kawasan kuliner mau hidup, memang harus seperti ini, harus menghidupkan dengan kreativitas yang mereka punya,” katanya.
Kota yang terus bertumbuh tak hanya butuh bangunan semacam pusat belanja. Warga juga butuh mengembangkan diri sembari berekreasi. Itu sebabnya Pasar Segar dibutuhkan sebagai tempat penyegar jasmani dan rohani.
(Renny Sri Ayu Taslim & Soelastri Soekirno)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2016, di halaman 25 dengan judul “Pasar Segar, Tempat Berkreasi dan Beraksi”