DRAMA KOMEDI: Kompetisi Komedi dan Cinta Para Komika

0
2193

Walau bergenre drama komedi, film Get Up Stand Up produksi KG Production ternyata tidak hanya berisi humor dan aksi lucu. Sejumlah pesan moral juga sarat disisipkan di sana-sini sepanjang tayangan film berdurasi sekitar 90 menit, yang intinya bercerita soal perjalanan dan perjuangan para komika.

Adalah Babe Cabiita, komika Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) musim ketiga, dan Abdur, komika SUCI musim keempat, yang berjuang dan saling bersaing demi mencapai jenjang tertinggi kompetisi melawak itu. Dalam perjalanan dan proses tersebut, persaingan di antara keduanya juga diwarnai ”kompetisi asmara” dengan hadirnya tokoh sentral ketiga, Acha Sinaga, yang memerankan Fatiya, pacar Babe. Oleh sang sutradara, Teezar Sjamsuddin, sejumlah pesan moral diakui memang sarat bertebaran mulai dari awal hingga akhir film.

Saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (6/4), Teezar menyebut, nilai-nilai moral itu seperti persahabatan dan persaudaraan, komitmen, tanggung jawab, serta keyakinan atas kemampuan diri sendiri. ”Juga kerja keras, kesetiaan, dan jiwa besar untuk mengakui keunggulan orang lain. Namun, tetap semua itu disampaikan secara ringan dan tetap lucu,” ujarnya. Teezar menambahkan, dalam film ini dirinya tak berupaya memaksakan agar jalan cerita ”harus” lucu. Walaupun di dalamnya sejumlah unsur komedi, seperti slapstick, monolog, dan komedi situasi, coba dia rangkaikan. ”Namun, tetap kami upayakan jalan cerita mengalir. Tak cuma komedi, juga dramanya. Lucunya, di scene tertentu yang memang drama, penonton juga bisa menangis,” ujar Teezar. Hal itu menurut dia diketahui dari komentar-komentar para penonton lewat akun media sosial atau tulisan di blog mereka. Untuk menggarap film ini, Teezar menggaet penulis naskah Bagus Bramanti.

Selain itu, Teezar juga melibatkan kelompok band rock Ungu yang selain salah satu lagunya berjudul sama dipakai menjadi soundtrack, para personel band itu juga muncul dalam beberapascene. Selain Babe dan Abdur, sejumlah komika juga dilibatkan dalam film ini, seperti Wira si budak sajak, David yang tukang ojek Betawi, si anak pesantren Rahmet, dan Sri Rahayu, yang penggemar obsesif Raditya Dika, juri SUCI.

 

Jalan cerita

Cerita dimulai dengan menampilkan sosok Babe, penyiar stasiun radio lokal di Medan, Sumatera Utara, yang lumayan punya penggemar, tetapi kerap tak profesional saat bekerja. Babe juga punya ”cinta mati”, Fatiya, yang belakangan dikisahkan telah berjanji ke almarhumah ibu Babe untuk selalu mendampingi dan menjaga anaknya itu. Sayang, Babe pada satu momen gagal membuktikan dirinya berkomitmen memperbaiki diri, mencari pekerjaan layak, dan bisa diandalkan Fatiya menjadi calon suaminya kelak.

Cerita pun mengalir, Fatiya memutuskan merantau ke ibu kota Jakarta dan bekerja meninggalkan Babe. Menyesal dan tak siap ditinggalkan, Babe nekat ikut merantau walaupun tanpa persiapan. Tanpa bekal memadai dan jadi penganggur, Babe terpaksa bekerja di restoran masakan padang yang juga jadi langganan tempat Fatiya makan siang. Nasib membawa Babe memanfaatkan talentanya ”cuap-cuap” dan melucu seperti ketika dia masih bekerja sebagai penyiar radio.

Dialek Batak yang khas dan ceplas-ceplos serta celetukan-celetukan jenakanya berhasil membawa Babe lolos proses seleksi awal SUCI, open mic. Dalam proses itu, Babe juga berkenalan dengan Abdur yang punya sifat keras dan tegas serta kritis terhadap ketidakadilan dan pelanggaran di sekitarnya. Walau awalnya bersahabat, Abdur dan Babe saling bersaing, tidak hanya dalam konteks SUCI, tetapi juga dalam merebut perhatian dan hati Fatiya.

Dok. KG Studio
Dok. KG Studio

Fatiya dan Abdur saling mengagumi dan kebetulan punya hobi sama, penggemar sekaligus pembaca fanatik karya-karya penulis kontemporer Jepang yang mendunia, Haruki Murakami. Awalnya, percintaan Abdur-Fatiya tak diketahui Babe. Namun, begitu ketahuan, Babe langsung meradang dan kecewa. Ketegangan pun muncul dan semakin memuncak seiring dengan proses seleksi SUCI. Seolah bisa ditebak, Abdur dan Babe lolos ke babak final.

Tidak hanya berkonflik di luar panggung, ketegangan dan kemarahan keduanya bahkan terbawa masuk dalam materi guyonan yang dibawakan. Puncak perseteruan terjadi saat malam ulang tahun Fatiya. Babe dan Abdur terlibat baku pukul. Babe yang marah juga melukai perasaan semua orang yang selama ini mendukungnya, seperti pemilik restoran padang dan rekannya sesama pelayan.

Fatiya memutuskan balik kampung, tetapi dicegah Babe yang belakangan sadar telah membuat kesalahan. Sayangnya, Fatiya kecelakaan dan mengalami koma….

(Wisnu Dewabrata)


 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 April 2016, di halaman 18 dengan judul “Kompetisi Komedi dan Cinta Para Komika”