Minangkabau adalah pesona lembah-lembah, keindahan gunung, ketenangan danau, lenggak-lenggok jalanan, dan ketangguhannya jembatannya. Siapa saja yang menjejak di sana niscaya merasakan aura ”magis” yang mengasyikkan. Jika dipersempit, berkunjung ke Sumatera Barat berarti makanan, tradisi, dan pemandangan. Dari Bukittinggi hingga Padang, dari Jam Gadang, Danau Maninjau yang eksotis, ayam bakar dan rendang yang menggugah, hingga Lembah Harau yang melegenda.

Saya bersama tim Datsun Risers Expedition memulai perjalanan yang berbeda, yaitu dari bagian timur ke arah barat. Untuk perjalanan ini, kami berkendara dengan mobil dari Riau hingga ke Kota Padang. Tentu tidak cukup sehari untuk menikmati semua keindahan dan pesona kota-kota di ranah Minang ini.

Selasa

12.00 Tamasya di jembatan

Pesona Jembatan Kelok Sembilan, seperti terlihat pada Selasa (15/3). Kompas/Saiful Rijal Yunus (JAL) 15-03-2016
Pesona Jembatan Kelok Sembilan, seperti terlihat pada Selasa (15/3).

Inilah jembatan termasyhur di Sumatera Barat, Jembatan Kelok Sembilan. Jembatan yang diresmikan pada 2013 itu terletak di Kabupaten Limapuluh Kota atau daerah yang berbatasan dengan wilayah Pekanbaru. Jembatan dengan tiang-tiang tinggi, meliuk-liuk, di antara tebing-tebing tinggi, menjadi pemandangan tersendiri. Saya menikmati jalan dan jembatan ini dari ketinggian sambil menyeruput air kelapa muda yang segar. Sebagian pengendara lain yang ikut singgah memesan jagung bakar.

13.00 Terang Bulan

Tidak jauh dari Jembatan Kelok Sembilan, sekitar 10 menit berkendara, sebuah rumah makan menyambut di kiri jalan. Semilir angin gunung membawa aroma rendang dan ayam bakar. Saya dan rombongan mengambil tempat di area belakang rumah makan ini. Sungai kecil dan bukit di belakang rumah makan menjadi keunikan tersendiri sekaligus menambah cita rasa makanan. Namanya Rumah Makan Terang Bulan, rumah makan yang dikelola oleh generasi ketiga saat ini. Dinamakan Terang Bulan, sesuai dengan nama bus yang dulunya sering singgah saat pertama kali dibuka pada 1936.

Ayam bakar yang menjadi makanan utama di rumah makan Terang Bulan, seperti terlihat pada Selasa (15/3). Rumah makan ini terletak sekitar 10 menit berkendara dari jembatan Kelok Sembilan. Kompas/Saiful Rijal Yunus (JAL) 15-03-2016

15.00 Bersampan di lembah

Terletak tidak jauh dari pusat kota Kabupaten Limapuluh Kota, lembah ini menjanjikan berupa-rupa pemandangan dan pengalaman bagi pengunjungnya. Bagaimana tidak, di lembah yang seperti dikelilingi tebing-tebing granit terjal ini, terhampar sawah yang menghijau, terselip beberapa air terjun, dan ladang yang luas. Tidak hanya itu, di lembah ini juga terdapat kanal-kanal yang sengaja dibangun dengan sejumlah fasilitas. Kanal-kanal ini dibangun di atas lahan yang cukup luas. Untuk mengelilinginya, Anda dapat memakai sampan yang ada, lalu mendayungnya melalui kanal yang cukup panjang. Di kejauhan, air terjun terlihat di antara tebing-tebing setinggi sekitar 150 meter ini. Tebing-tebing itu juga menjadi surga tersendiri bagi para pemanjat tebing. Masuk ke lembah ini, Anda akan dikenai retribusi Rp 5.000 per orang.

17.00 Searah jarum jam

Bukittinggi masih sangat ramai saat kami tiba. Angkutan kota, bus, dan andong memenuhi jalan, terutama saat mendekati Pasar Atas dan Pasar Bawah yang terkenal itu. Dari pasar, puncak Jam Gadang telah terlihat. Di sore itu, alun-alun di sekitar Jam Gadang ini ramai pengunjung. Mereka berfoto di sekeliling menara, memutari menara seperti jarum jam. Kami ikut menikmati malam yang perlahan turun di Bukittingi dengan segelas kopi hangat yang dijajakan pedagang.

Jam Gadang, di Bukittinggi, berdiri megah, dan terus menjadi magnet yang menarik pengunjung untuk datang, Selasa (15/3). Kompas/Saiful Rijal Yunus (JAL) 15-03-2016
Jam Gadang, di Bukittinggi, berdiri megah, dan terus menjadi magnet yang menarik pengunjung untuk datang, Selasa (15/3).

05.30 Disambut gunung

Pagi di Bukittinggi seperti negeri di atas awan. Saat saya membuka jendela di kamar hotel, udara dingin menyeruak. Kabut menyelimuti kota. Di kejauhan, Gunung Marapi dan Singgalang kokoh berdiri, seperti mengucapkan selamat pagi. Saya meminjam sepeda milik hotel, lalu berkeliling Kota Bukittinggi. Aktivitas warga yang mulai bergeliat adalah harmoni tersendiri di kota ini.

10.00 Melintasi ngarai

Hanya sekitar lima menit berkendara dari hotel, ada tempat wisata yang terkenal di Bukittinggi. Di sini terdapat Ngarai Sianok, lembah yang dikelilingi tebing cadas. Bersama rombongan, kami berjalan melewati ngarai, lalu naik ke atas bukit. Di ngarai ini juga terdapat ”Great Wall” yang memiliki panjang sekitar 1 kilometer. Jalanan ini disebut Janjang Koto Gadang, menghubungkan Kota Bukittinggi dan Agam. Beberapa teman yang tidak sanggup melalui perjalanan yang cukup jauh berfoto dari atas jembatan gantung, sudah sangat memuaskan. Dari jembatan ini, ngarai dan puncak-puncak tebing terlihat sangat menawan.

Pengunjung berfoto di Ngarai Sianok, Bukittinggi, rabu (16/3). Kompas/Saiful Rijal Yunus (JAL) 15-03-2016
Pengunjung berfoto di Ngarai Sianok, Bukittinggi, rabu (16/3).

11.40 Meliuk 44 kali

Dari Bukittinggi, kami melanjutkan perjalanan ke wilayah Kabupaten Agam. Tidak lain tidak bukan kami menyasar Kelok 44 dan tentunya Danau Maninjau. Sebelum memasuki Kelok 44, jalan yang kami lalui cukup sempit. Tanjakan cukup tinggi menghadang. Saat jalanan mulai menurun, angka 44 terpampang di sudut jalan yang berbelok tajam. Inilah Kelok 44 itu. Setiap berbelok, air yang membiru terlihat di bawah. Danau Maninjau yang tenang dan berwarna biru terang, kontras dengan sekelilingnya yang berwarna hijau. Dengan luas hampir 100 kilometer persegi, danau ini seperti cawan raksasa jika dilihat dari atas. Kami makan siang di rumah makan yang terletak tidak jauh dari danau. Meski berada di ketinggian mendekati 500 meter di atas permukaan laut, udara siang itu sangat terik. Sambal hijau yang kami lahap dengan rendang membuat keringat mengucur deras. Namun, jangan khawatir, angin yang bertiup sepoi dan pemandangan yang memesona di depan mata akan membuat jiwa lebih tenang. Selamat menikmati Ranah Minang.

(Saiful Rijal Yunus)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Maret 2016, di halaman 29 dalam rubrik Avontur 24 Jam.