Ada sesuatu dalam instrumen musik ini yang membuat Christopher Stephen ”Chris” Botti (53) langsung jatuh hati saat pertama kali mengenalnya. Nuansa melankolis yang mendalam yang dia rasakan saat memainkan terompet tidak dia peroleh dari alat musik lain. Terompet akhirnya menjelma menjadi dunia bagi Botti selama lebih dari 40 tahun. Inilah pusat hidupnya, petualangan tak berkesudahan bagi jiwa dan raganya.
Ditemui di sela-sela padatnya jadwal dalam rangkaian Java Jazz Festival 2016, Minggu (6/3) sore, Botti tampak santai dalam balutan kemeja dan celana panjang hitam. Rambutnya pirang, kontras dengan busana yang dia kenakan.
”Sungguh kehormatan bagi saya untuk tampil dua tahun berturut-turut di Java Jazz Festival. Ini salah satu festival jazz terbaik di dunia. Lihat saja deretan penampilnya,” tutur Botti mengawali perbincangan.
Jakarta, bagi Botti, adalah kota yang menarik kendati dia tidak bisa menikmatinya dalam suasana yang lebih rileks. Sejak tiba di Jakarta, dia supersibuk. ”Jadi, kami hanya bisa menikmati hotel yang nyaman dan indah ini. Selebihnya, kami menikmati (Jakarta) dalam kemacetan,” ujarnya sambil tertawa.
Sama seperti tahun lalu, Botti kembali lagi tahun ini ke Jakarta bersama kelompok bandnya. Hanya kali ini menunya lebih spesial karena dia menggandeng Sting, musisi kenamaan dengan banyak penggemar di Tanah Air.
Botti sangat terkesan dengan antusiasme penonton. Bagi dia, tampil di atas panggung memiliki misi tersendiri, yakni membuat penonton merasa tidak akan melihat penampilan semacam itu di tempat lain. Dengan kata lain, unik dan istimewa.
Menurut Botti, ada perbedaan mencolok antara dia dan musisi lain. ”Banyak musisi memiliki lagu hit. Saat mereka tampil, penonton tahu lagu itu. Tetapi, cara saya berhubungan dengan audiens tidak berdasarkan hal semacam itu. (Penampilan) saya dasarnya bunyi, pengenalan penonton atas bunyi itu, dan para musisi yang ada bersama saya,” katanya.
Pria kelahiran Portland, Oregon, Amerika Serikat, ini tampaknya ditakdirkan menjadi musisi. Ibunda Botti seorang pianis konser dan guru piano. Sang ibulah yang mendorong Botti menekuni dunia musik.
Spektrum emosi
Alat musik pertama yang dia mainkan adalah terompet, saat berusia 9 tahun. Saat berusia 12 tahun, dia mendengarkan musisi jazz, Miles Davis, memainkan ”My Funny Valentine” (1964), lalu semakin jatuh cinta dan menetapkan hati untuk terus memainkan instrumen tersebut.
”Terompet bisa dimainkan dalam suasana gembira dan sedih sekaligus. Spektrum emosinya sangat luas. Terompet sangat terkait dengan suara manusia. Saya suka personalitasnya. Saksofon, bagus juga, bisa dimainkan untuk musik riang dan gembira, tetapi sangat sulit untuk benar-benar mencapai kesedihan. Terompet bisa. Itulah yang seketika menarik hati saya,” ujar Botti.
Permainan terompet Botti berkembang setelah kuliah di Indiana University School of Music di bawah asuhan musisi jazz David Baker, pemain terompet Bill Adam, pemain terompet aliran jazz Woody Shaw, dan pemain saksofon jazz George Coleman. Dia mengasah keterampilannya dengan tampil bersama Buddy Rich Big Band, Frank Sinatra, hingga Aretha Franklin, Natalie Cole, dan Joni Mitchell.
Selama periode 1990-an, Botti menjalin kolaborasi secara intensif dengan Paul Simon. Musisi lain yang berpengaruh dalam karier musik Botti tentunya Sting. Botti mengatakan bahwa kolaborasi kreatif bersama Sting adalah salah satu hal yang paling membanggakan dalam kariernya.
”Saya memang pernah bermain bersama Frank Sinatra. Namun, saat ikon besar musik bergabung dalam band saya, saya sangat bangga. Kami berkeliling dunia untuk enam tur tahun lalu. Pertemanan kami luar biasa. Sting melakukan banyak hal untuk saya dan karier saya. Saya menghormati dia, dia pun menghargai saya,” katanya.
Sepanjang perjalanan musiknya, Botti menghasilkan setidaknya 15 album, baik album rekaman studio, album live, maupun kompilasi. Albumnya, Italia (2007), Chris Botti in Boston (2009), dan Emmanuel (2009) masuk dalam nominasi Grammy Awards. Tahun 2013, akhirnya dia membawa pulang Grammy lewat album Impression (2012) untuk album instrumental pop terbaik.
Ada cerita menarik di balik album Italia. Botti keturunan Italia dari ayahnya. Sang ayah, pengajar bahasa Inggris dan Italia, pernah membawa keluarganya tinggal di Italia selama beberapa waktu. Dulu dia lancar berbahasa Italia, kini sudah banyak lupa. Tak ingin melupakan akarnya, Botti lalu merekam album bersama musisi dan produser David Foster.
Kendati telah mendapat pengakuan dan meraih penghargaan, bagi Botti, hal terbaik yang dia dapat selama berkarier di dunia musik adalah rasa hormat dari orang-orang di sekitarnya. ”Itu jauh melebihi penghargaan apa pun. Selama periode yang panjang, jika kamu bisa mendapatkan rasa hormat dari orang-orang yang kamu hormati, itu yang terbaik,” tuturnya.
Di luar kesibukan bermusik, Botti senang bermain catur dan yoga. ”Saya senang main catur dan, fiuh, rasanya saya yang terburuk. Setiap kali kalah, saya katakan kepada diri sendiri, setidaknya saya bisa bermain terompet, ha-ha-ha,” katanya.
Mengingat tak banyak pemain terompet, Botti merasa beruntung. Tentu dia menginginkan lebih, tetapi sejauh ini terompet sudah cukup bagi hidupnya. Dia akan terus memainkannya selama dia bisa.
Fransisca Romana Ninik
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Maret 2016, di halaman 19 dalam rubrik “Chris Botti, Petualangan Melankolis Terompet