Cantik ala Asia Timur sedang digandrungi banyak perempuan urban. Cantik yang lugu, kekanak-kanakan, serta wajah bening seolah-olah natural, seperti bintang drama Korea atau Jepang. Inikah penanda zaman ketika kita dikepung berbagai hal yang serba seolah-olah…?
Cobalah berkeliling di banyak mal ngetop di Jakarta, juga kafe-kafe yang sedang ”hits”—begitu istilahnya— niscaya kita mudah menjumpai tipe- tipe tampilan perempuan yang senada. Wajah berbentuk hati dengan dagu lancip, pipi tirus, bola mata bulat berbinar bak boneka, alis tebal yang sisi kiri dan kanan begitu presisi, dan tak lupa kulit putih kinclong tanpa cela dengan riasan yang seolah- olah tipis natural.
Menjadi cantik itu cita-cita yang relatif mudah saat ini, selama Anda punya uang. Industri kecantikan menyiapkan segalanya. Tak ada yang tak mungkin.
”Ingin seperti apa? Semuanya bisa. Bahkan, Anda tak perlu operasi plastik untuk bisa membuat kelopak mata Anda lebar. Cukup pasang benang atau selotip mata, maka kelopak mata pun langsung muncul dan siap dirias,” kata Kate San, salah satu beautician produk kecantikan Jepang, Automatic Beauty, di Pekan Kecantikan Jepang, beberapa waktu lalu, di Plaza Senayan, Jakarta.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasuaki Tanizaki bahkan sampai terlibat langsung mempromosikan produk kecantikan asal negerinya. Rumah dinasnya beberapa waktu lalu menjadi arena promosi berbagai produk kecantikan Jepang.
Japan Beauty Week, akhir Januari lalu, merupakan bagian dari program Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang. Bekerja sama dengan Japan Cosmetic Industry Association, mereka berpromosi serius dari mal ke mal. Tidak hanya membagikan contoh gratis, pengunjung yang beruntung juga bisa diajak jalan-jalan gratis ke Jepang.
Kita telah terpapar tampilan cantik ala Asia Timur melalui film-film drama Korea yang sukses berat di panggung global. Sebelumnya, budaya pop Jepang alias J-Pop juga sempat berpengaruh di Indonesia.
Sukses berat budaya pop Korea yang mengglobal membawa dampak ikutan. Produk-produk kecantikan asal Korea laris diserbu. Di tengah fenomena ini, Jepang sang ”saudara tua” tentu tak mau kalah pengaruh gara-gara badai K-Pop.
Tak terasa, perempuan urban Indonesia terkepung dalam pertarungan konsep cantik yang pasarnya diperebutkan Korea dan Jepang. Jargon ”cantik ala Korea” atau ”cantik ala Jepang” menjadi mantra pelaris di pasaran.
Direktur Divisi Internasional Japan Cosmetic Industry Association Tetsuya Kambe mengatakan, melalui industri kosmetik, Jepang bisa meraup penjualan 190 miliar yen di seluruh dunia pada 2015. Jumlah itu setara dengan 11 persen pendapatan negara kita.
Klinik menjamur
Tak hanya produk kecantikan asal Jepang dan Korea yang bertempur di pasar ritel, klinik kecantikan ala kedua negeri itu pun bertumbuhan. Salah satu klinik kecantikan asal Korea yang terus membuka cabang di sejumlah kota di Indonesia ialah Dermaster.
”Dermaster saat itu hadir di tengah ledakan demam K-Pop di Indonesia. Banyak orang Indonesia melihat orang Korea cantik-cantik dan ingin memiliki penampilan serupa,” kata Marketing Communication Officer Dermaster Indonesia Basillius.
Salah satu layanan favorit pelanggan di Dermaster, menurut Basillius, ialah tanam benang. Teknik ini dilakukan dengan menanam benang khusus yang disebut V-lift ke bagian tubuh yang diinginkan. Khasiatnya, antara lain, memancungkan hidung, meniruskan pipi, menghilangkan kerutan, sampai mengencangkan kulit. Efek ini bertahan 1-2 tahun saja karena seiring waktu benang akan terserap tubuh.
”Sekitar 70 persen pasien kami menggunakan tanam benang ini untuk memancungkan hidung,” kata Voni Papang Hartono, dokter estetika Dermaster.
Intan Friscilla Hakim, dokter bedah plastik dari d’elegance Aesthetic Clinic, mengungkapkan, Korea, Jepang, dan Taiwan memiliki keunggulan masing- masing di dunia bedah plastik. Cilla, panggilan akrabnya, pernah mengikuti kursus singkat bedah plastik hidung di Korea.
”Taiwan dan Jepang unggul untuk bedah mengembalikan kelainan pada wajah menjadi normal kembali. Korea unggul untuk estetikanya,” ucap Cilla.
Di kliniknya, Cilla kerap menerima permintaan pasien yang ingin mempercantik wajah ala bintang Korea. ”Belakangan, cukup banyak pasien yang menunjukkan foto artis Korea yang saya sendiri tidak hafal namanya. Paling mereka bilang, itu lho, Dok, ingin seperti pemain film itu,” ujar Cilla.
Wajah ala selebritas Korea dan Jepang yang populer dicirikan dengan wajah berbentuk hati (love shape), dagu lancip, dahi yang sedikit menonjol, mata lebar dengan lipatan dan cekungan pada kelopak, serta hidung bangir dengan lubang hidung yang mengarah ke bawah. Dagu dibuat lebih halus dengan memotong atau mengikir rahang. Tulang pipi dikurangi lingkar dalamnya untuk mengurangi kegembilan pipi dan menciptakan siluet tirus.
Tampilan hasil permakan wajah tetap harus terlihat sealami mungkin. Tren seolah-olah natural itu juga diakui perias kondang Upan Duvan. Penggunaan alas bedak untuk riasan alami bahkan hingga sembilan lapis untuk menghasilkan gradasi halus. Di atas dasar itu lalu ditimpa lima macam warna bedak. Hasilnya, kulit terlihat mulus alami seperti di film drama Korea atau Jepang.
”Wajah cantik ala Korea sebenarnya redefinisi kecantikan yang mengacu pada wajah Barat. Yang kemudian menjadi referensi kecantikan adalah artis Korea yang wajahnya blasteran bule dan Korea,” tutur Cilla.
Menjadi obyek
Pada era popularitas wajah Indo blasteran Barat tahun 1980-an, perempuan cantik yang tercitrakan di media bernuansa keeropa-eropaan yang molek, matang, dan anggun. Kini, ketika ”definisi” cantik berkiblat ke Asia Timur, perempuan yang dianggap cantik bernuansa seolah-olah natural, belia, dan lugu, seperti dicitrakan melalui industri hiburan dan kecantikan di Korea dan Jepang. Namun, di balik yang seolah-olah itu tersimpan berbagai trik yang lalu dieksploitasi sedemikian rupa kembali oleh industri kecantikan.
Pengajar Filsafat dari Universitas Indonesia, Saras Dewi, mengatakan, dari sudut pandang pemikiran feminisme, konsep ideal kecantikan selalu menjadikan perempuan sebagai obyek yang dituntut memenuhi standar dan harapan tertentu. ”Perempuan seharusnya merasa nyaman dan cantik dengan tubuh alaminya dan memercayai setiap orang memiliki tubuh berbeda-beda,” katanya.
Namun, seperti dikatakan sosiolog dari Salford University, Inggris, Gail Dines, perempuan modern tanpa sadar berada di bawah opresi industri dalam memaknai cantik. Mengutip Dines, ”Jika besok perempuan bangun pagi dan memutuskan mereka menyukai diri mereka apa adanya, coba pikir, berapa banyak industri akan bangkrut”.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Februari 2016, di halaman 01, 15 dalam rubrik “Pertarungan Sengit tentang Cantik”
Comments are closed.