Sekelompok siswa sekolah dasar (SD) kelas IV, V, VI, dan pelajar SMP riuh berlarian dan bermain sepeda di jalan masuk Pedepokan Gajah Lampung di Pringsewu, Lampung. Terik matahari pada Selasa siang, awal Desember 2015, itu tak mengurungkan niat mereka menunggu jadwal latihan dimulai sepulang sekolah.
Anak-anak itu diterima dengan tangan terbuka di pedepokan angkat besi yang didirikan dan dikelola suhu angkat besi Indonesia, Imron Rosadi, itu. Di sana, mereka boleh berlatih dengan stik barbel khusus pemula bersama-sama para lifter yunior dan senior yang serius menuntaskan program latihan.
Sebelum berlatih, para lifter penghuni pedepokan melakukan ritual harian mereka. Mulai dari mengepel lantai aula dan lantai pedepokan, memindahkan barbel ke platform, hingga membersihkan batang barbel.
Diawali dengan pemanasan, latihan sore itu dimulai. Gerakan snatch dan clean and jerk wajib dikuasi lifter. Anak-anak pemula hanya mengangkat stik besi khusus pemula tanpa beban barbel. Lifter yunior dan senior lainnya bergantian mengangkat barbel dan mencatat total angkatan.
Peluh keringat bercucuran, lengkingan lifter saat mengangkat beban hingga suara keras barbel yang dibanting ke platform kayu mewarnai hari-hari latihan di kawah candradimuka angkat besi Indonesia itu.
Di ujung aula terbuka itu, Imron Rosadi (71) duduk serius menyimak pergerakan anak didiknya. Ia ditemani istri serta dua putra dan satu putrinya total mengabdikan diri di jalan angkat besi. Tak terasa, perjalanan mereka dan pedepokan tahun ini memasuki tahun ke-49.
Berlatih angkat besi, dengan beban yang totalnya bisa tiga kali lipat dari berat badan, itu bukan perkara mudah. Imron Rosadi bertutur, ”Perlu proses panjang, dimulai saat anak-anak, remaja, hingga mencapai usia puncak saat angkatan terbaik tercipta. Selain itu, niat kuat dan disiplin berlatih juga perlu dimiliki seorang lifter.”
(Agus Susanto)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Januari 2016, di halaman 31 dengan judul ”Jalan Angkat Besi”