Festival Drama di ”Kota Hujan”

0
3267

Dalam rangka pelestarian dan pengembangan seni teater, khususnya di lingkungan pelajar, Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bogor menyelenggarakan Festival Drama Perjuangan Ke-5 pada 21-22 November 2015. Acara digelar di Gedung Kemuning Gading, Kota Bogor.

”Kegiatan ini merupakan salah satu program dalam pengelolaan keberagaman budaya,” ujar Uci Sanusi, Kepala Seksi Kesenian Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Bogor. Melalui lomba drama perjuangan, dinas ingin memfasilitasi sekaligus memberikan ruang bagi anak-anak untuk berekspresi. Berbagai acara dilaksanakan untuk meramaikan festival ini, antara lain lokakarya. Lokakarya dilaksanakan guna mengembangkan pribadi setiap anggota teater dalam berakting dan meminimalkan penggunaan bahan untuk properti pertunjukan. Lokakarya dilaksanakan dua hari, dibina para pelatih teater.

Sebelumnya, pada hari Minggu, 15 November 2015, diadakan karnaval. Pukul 08.00-10.00, peserta berkeliling mengitari Balai Kota, lalu ke Lapangan Sempur, dan kembali ke Balai Kota. Setiap peserta, yaitu sekolah menengah atas yang ada di Kota Bogor, mengusung tema berbeda. Salah satu tema adalah tema ”Hantu” yang dibawakan SMAN 1 Bogor.

Acara utama adalah lomba drama siswa SMA se-Kota Bogor. Empat belas sekolah turut meramaikan perlombaan. Ke-14 sekolah itu adalah SMKN 1 Bogor, SMA Rimba Madya, SMAN 1 Bogor, SMAN 9 Bogor, SMAN 5 Bogor, SMA Wikrama, SMAN 10 Bogor, MAN 2 Bogor, SMA Dasa Semesta, SMA Permata, SMA PGRI 1, SMA PGRI 4, SMA Kosgoro, dan SMAN 2 Bogor.

Para penampil terpuji dalam Festival Drama Perjuangan (FDJ) Ke-5  pada 21-22 November 2015 di Gedung Kemuning Gading, Kota Bogor.  Arsip Kasamira Aulia Ghani Nastiti
Para penampil terpuji dalam Festival Drama Perjuangan (FDJ) Ke-5 pada 21-22 November 2015 di Gedung Kemuning Gading, Kota Bogor.

Pilihan naskah

Lomba dilaksanakan dua hari. Panitia mencoba membuat acara lebih menarik untuk mengurangi kejenuhan penonton dengan memberikan pilihan naskah drama yang telah dibuat para penulis naskah ternama. Setiap sekolah diwajibkan memilih satu dan memainkan peran sesuai naskah. Dalam waktu 50 menit sesuai yang diberikan panitia, peserta sudah harus siap dalam pasang-lepas properti dan permainan drama.

Nyai Ontosoroh merupakan naskah terpanjang karya R Giryadi yang dibawakan dua sekolah. Selain itu, naskah Demang Lehman karya H Adjim Aijadi serta naskah Domba-domba Revolusi dan Bapak karya B Soelarto turut dimainkan.

Banyak sekolah yang mengambil naskah Yang Menjadi Korban. SMAN 1 Bogor, yang sudah dua kali mengikuti perlombaan, turut memilih naskah yang telah dialihbahasakan oleh Furi Pradini ini. Naskah drama yang asli merupakan naskah dalam bahasa Sunda kemudian dialihbahasakan agar para aktor dan aktris dapat bermain lebih mudah di panggung.

Naskah Yang Menjadi Korban bercerita tentang berubahnya kondisi keluarga karena sang bapak, yang menjadi tiang keluarga, dipenjara. Naskah ini dimainkan enam tokoh. Begitu sang bapak dipenjara, sang ibu lumpuh. Untuk menghidupi keluarga, Ujang sebagai anak sulung bekerja di bengkel. Ucu, yang hobi mabuk, bekerja sebagai loper koran. Nyai yang terlahir buta selalu menjaga ibunya di rumah. Adapun Euis, yang menjadi pemeran utama dalam kisah ini, menjadi perempuan nakal.

Euis baru akan pulang ke rumah seminggu ketika germo sudah menghampirinya. Dengan hati sedih, Euis menceritakan kisah hidupnya kepada sang ibu. Ibunya pun tak mampu berkata-kata karena kondisi yang tidak membantu. Ia hanya dapat menitikkan air mata, arti kesedihan hati.

Ketika Ujang pulang, Euis hendak pergi berangkat. Ujang bertanya mengenai keadaan adiknya dan meminta uang untuk melunasi biaya rumah. Saat mereka berbincang, terdengar suara orang tua renta. ”Bu…, Bapak pulang, Bu,” demikian suara itu memanggil istrinya yang tak mampu berjalan setapak pun.

Keributan pun terjadi karena Ujang tak dapat mengontrol emosi. Ia tak suka bapaknya datang. Ia menganggap bapaknya itu tidak pernah ada. Padahal, selama di penjara, sang bapak selalu menyesali apa yang pernah dilakukan. Ia diliputi pula oleh rasa rindu kepada sang istri dan anak-anaknya.

Setelah diizinkan meminta maaf, sang bapak pun diusir Ujang. Tak lama kemudian, Ucu pulang dari berjualan korban. Ia bergidik ketakutan. Ia mengabarkan kepada orang rumah bahwa ada seorang tua renta telah melindaskan dirinya ke roda bus. ”Bapak…,” teriak Ujang, sebagai kata penutup naskah drama Yang Menjadi Korban.

Pada akhirnya, juri yang berasal dari komunitas teater Bogor dan dosen dari Universitas Pakuan memutuskan pemenangnya. Selain pemenang untuk pemeran pria/wanita terpuji, artistik terpuji, dan musik terpuji, panitia juga memilih lima sekolah sebagai penampil terpuji. Kelima sekolah itu adalah SMK 1 Bogor, SMA Rimba Madya, SMA Wikrama, SMAN 9 Bogor, dan SMAN 1 Bogor.

 

 (Kasamira Aulia Ghani Nastiti – Kelas XI IPA 1, SMAN 1 Bogor)