BISNIS MODE : Distro Masih Tetap ”Pede”

0
1397

 

Beberapa tahun lalu, ”distribution outlet” atau yang biasa dikenal dengan sebutan distro menjadi fenomena di tengah masyarakat, khususnya remaja. Keberadaan distro menjadi ”trend setter” untuk menghadirkan gaya busana anak muda yang unik. Namun, di mana posisi mereka setelah ada sistem belanja ”online” (daring) yang tengah marak di kalangan remaja?

Pertengahan tahun 1990-an, distro mulai dikenal dan ikut meramaikan bisnis mode di Tanah Air. Fenomena tersebut berawal dari Bandung ketika ada distro, hanya berupa toko kecil, menjual barang-barang yang tak ditemui di kebanyakan pusat belanja.

Hal itu memunculkan ketertarikan masyarakat terhadap distro sehingga semakin hari distro makin digandrungi dan berkembang pesat hingga kini.

Distro kini tak hanya menjual pakaian yang jarang ditemui di toko biasa, tetapi sudah menyediakan berbagai kebutuhan sandang, mulai dari pakaian, sepatu, hingga aksesori seperti tas, topi, kalung, dan dompet.

Namun, seiring berjalannya waktu, muncul online shop (belanja daring). Lewat cara baru itu, konsumen bisa memilih produk-produk yang mereka inginkan tanpa harus datang ke gerai. Hal ini jelas memudahkan pembeli, terutama bagi konsumen yang tak memiliki banyak waktu luang, tetapi ingin sekali membeli sebuah produk secara praktis. Lantas, bagaimana distro mempertahankan eksistensinya di tengah pesatnya bisnis belanja secara daring?

Ternyata, mereka mencoba bertahan dengan cara terus berinovasi. Distro Ouval Research Bintaro, Tangerang Selatan, misalnya, mempertahankan eksistensinya dengan terus berinovasi untuk menghasilkan produk-produk baru yang berkualitas. Alvin, asisten supervisor Ouval Research Bintaro, mengatakan, ”Kami berusaha terus mengikuti perkembangan mode di kalangan anak muda sehingga produk kami tetap dicari dan pelanggan akan kembali lagi ke Ouval Research.”

Distro lain punya cara agak berbeda. ”Kami berupaya memenuhi kebutuhan mode masyarakat dengan menawarkan produk yang sifatnya ’mereka banget’,” ujar Agus, Head Manager Tendencies, juga di kawasan Bintaro.

Selain mengikuti perkembangan tren mode, distro juga memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi, khususnya media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Semua sarana media sosial itu tidak luput menjadi sarana untuk mempromosikan produk-produk distro.

Alvin mengatakan, media sosial menjadi komponen primer bagi distro agar dapat memperkenalkan produknya ke pasar. ”Media sosial sangat membantu kami dalam penjualan karena iklannya sangat cepat. Hari ini iklan, besok sudah banyak yang pesan,” ujarnya.

Tetap optimistis

Kini dengan banyaknya belanja daring, apakah hal ini menjadi ”ancaman” bagi distro dalam mengembangkan usahanya? Ternyata tidak. Keberadaan belanja daring justru memicu para pemilik distro untuk ikut memanfaatkan media digital yang ada dengan membuka situs webresmi distro mereka. Namun, ada pula beberapa distro justru sengaja tak punya situs webresmi dengan alasan agar pengunjung/pelanggan tetap setia menjadi konsumen distro mereka.

Perkembangan gaya hidup masyarakat yang saat ini lebih memilih belanja daring tidak mematahkan semangat pemilik distro yang tetap memilih open store. Pemilik dan pengelola distro percaya terhadap kualitas produk yang mereka tawarkan. Para pemilik distro ini tetap optimistis usaha distro di Indonesia tidak akan mati.

Tetap bertahannya distro tampak dari kedatangan pengunjung ke Ouval Research dan Tendencies yang mencapai 200 hingga 250 pengunjung per hari. Hari libur menjadi puncak keramaian. Kehadiran pengunjung, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa, baik lelaki maupun perempuan, naik hingga 50 persen.

Untuk lebih menarik pembeli, distro banyak menawarkan potongan harga hingga 70 persen setiap akhir tahun. Pokok kata, distro-distro tetap pede (percaya diri) menghadapi sistem belanja daring.

”Kami akan selalu siap menghadapi perkembangan pasar distro di Indonesia. Kami optimistis bertahan,” ujar Alvin.

Tim ”Zevengeest” Magangers Kompas MuDA Kelompok VII:

Salsabila Putri Widarbo/reporter dan fotografer, SMKN 8 Jakarta Selatan, Fahira Mahza/reporter, SMAN 89 Jakarta Timur, Muhammad Azhar Lazuardi/grafis, SMAN 11 Depok, Hasta Aisyah Trida Pramita/reporter, SMAN 9 Depok.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 September 2015, di halaman 33 dengan judul “Bisnis Mode : Distro Masih Tetap “Pede”