SUMPAH PEMUDA: Bangga Berbahasa Indonesia

0
6361

Sebagai anak muda Indonesia, pasti tahu apa itu Sumpah Pemuda yang tercetus 87 tahun silam. Pada 28 Oktober 1928 atau 17 tahun sebelum negeri ini lahir, kaum muda dengan bangga mengucapkan janji akan adanya tanah air yang satu, bangsa yang satu, dan bahasa persatuan yang satu Indonesia. Padahal, ketika itu belum ada internet. Fasilitas komunikasi pun tak banyak seperti sekarang. Namun, kaum muda kala itu memandang perlunya negeri yang belum lahir itu mempunyai satu bahasa yang dapat dengan mudah dipelajari dan dimengerti sebagai sarana komunikasi setiap orang di wilayah ini tanpa perlu pusing dengan tingkatan bahasa atau perubahan bentuk dan perbedaan jenis kelamin kata.

Janji yang terucap berpuluh tahun itu tetap ada dan semangatnya tetap terasa. Mereka yang senang berkelana keliling negeri dan menyambangi pelosok-pelosok wilayah Indonesia tidak menemui kesulitan besar untuk berkomunikasi dengan penduduk di wilayah yang dikunjungi. Cukup berbahasa Indonesia dan pasti ada orang yang memahami walau tidak terlalu lancar.

Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa nasional dan bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 36, yakni ”Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang mempersatukan negeri dengan ratusan suku bangsa berikut lebih dari 564 bahasa daerah.

Tidak banyak negara yang memiliki bahasa yang sama dengan nama negaranya. Misalnya, Australia atau Selandia Baru dengan bahasa Inggris. Begitu pula Amerika Serikat. Kanada memiliki dua bahasa resmi, yakni bahasa Inggris dan Perancis. Sementara India yang seperti Indonesia mempunyai ratusan bahasa daerah tidak memiliki satu bahasa nasional. Mereka hanya memiliki 22 bahasa resmi, antara lain Assam, Bengali, Gujarati, Hindi, Tamil, dan Urdu. Para pemuda Indonesia 87 tahun lalu sudah berpikir dan berkeputusan melampaui zamannya saat bersumpah dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Bangga daerah

Bagi sebagian mahasiswa, terutama mereka yang kuliah di kampus berbeda dengan kota atau daerah asalnya, bahasa Indonesia sangat memudahkan mereka berkomunikasi dengan sesama mahasiswa, termasuk dari daerah lain. Kemudahan ini turut membantu mereka beradaptasi dengan tempat yang baru. Kota yang memiliki banyak kampus seperti Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang banyak diminati mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia. Alhasil, ketika diterima dan studi di kota-kota tersebut, mereka akan bertemu dengan beragam mahasiswa dari daerah berbeda-beda. Lumrah jika mahasiswa dari satu daerah berkumpul dengan sesama mahasiswa dari daerah yang sama karena kemudahan berbahasa. Namun, bahasa pergaulan yang paling banyak dipakai tentu saja bahasa Jawa. Mau tak mau akhirnya banyak mahasiswa yang belajar bahasa Jawa.

Begitu pula dengan mereka yang kuliah di sejumlah perguruan tinggi di Bandung, Jawa Barat. Mahasiswa dari daerah lain dan bukan penutur bahasa Sunda sedikit banyak ikut mempelajari bahasa Sunda. ”Sebagai bahasa pergaulan, sebagian besar orang Indonesia berbahasa Indonesia,” kata Rizky Hanifah, mahasiswa Jurusan Penerbitan, Politeknik Negeri Media Jakarta.

Namun, dia pun tak menampik kemungkinan di sejumlah daerah orang lebih suka berbahasa daerahnya sendiri. ”Di Tasikmalaya, misalnya, mereka lebih senang berbahasa Sunda daripada bahasa Indonesia. Bahkan, saya pernah baca di surat kabar, masih ada warga di suatu daerah yang tidak bisa berbahasa Indonesia sama sekali,” ujar Rizky.

”Kebiasaan berbahasa daerah sulit ditinggalkan kebanyakan mahasiswa. Kadang penggunaan bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa daerah. Bahkan, ada pula yang berbahasa Indonesia dengan logat dan intonasi bahasa daerah,” kata Iko Agustina Boangmanalu, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ”Sangat menarik studi di kampus yang memiliki mahasiswa beragam karena kita bisa memperkaya pengetahuan melalui bahasa,” komentar Aden Nanda Alvino yang menuntut ilmu di Seminari Menengah St Vicentius A Paulo Keuskupan Surabaya.

Interaksi bahasa

Meski bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, sesungguhnya sangat banyak kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa asing, seperti Latin, Arab, Belanda, Inggris, Persia, Portugis, Sanskerta, dan Tiongkok. Sering kali kita tak menyadari kata-kata yang diucapkan sehari-hari berasal dari bahasa asing. Sebut saja, akta, abad, acar, aktor, atlet, bakiak, bangku, cahaya, dokumen, dosen, desain, dewasa, hotel, halal, haram, istana, kabar, makalah, peti, dan rezeki.

”Sekarang ini makin banyak mahasiswa yang lebih suka berbahasa asing seperti bahasa Inggris karena bahasa ini lebih mendunia,” kata Puspalydia Pangestu, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Menguasai bahasa asing penting bagi mahasiswa. Makin banyak mereka menguasai bahasa asing, makin baik. Tidak hanya untuk mampu membaca diktat dan buku-buku bagus, tetapi juga penting untuk lingkungan mereka kerja kelak.

Bagi mereka yang ingin berkecimpung di dunia bisnis, finansial, pariwisata, properti, periklanan, dan media, penguasaan bahasa asing adalah mutlak. Tentu saja kita harus lebih dulu memahami dan menguasai bahasa Indonesia dengan benar. ”Selain menguasai bahasa asing, mahasiswa juga harus menguasai bahasa Indonesia. Jika hanya bisa bahasa asing, kita pasti susah karena penulisan makalah dan skripsi pasti dalam bahasa Indonesia. Jadi, bagi saya, bahasa Indonesia lebih penting ketimbang bahasa asing,” kata Roberto Reno Sitepu, mahasiswa Jurusan Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.


 

ARGUMENTASI

Kesatuan dalam Keberagaman

bintang kasih Arsip Pribadi
Bintang Kasih S, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan

Kesatuan dalam keberagaman adalah hal penting di Indonesia. Di negeri ini terdapat ribuan pulau dan sekitar 546 bahasa serta subbahasa dengan ciri yang berbeda dan khas menggambarkan daerahnya masing-masing. Jadi, perlu satu bahasa yang menyatukan seluruhnya, yaitu bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda menyatakan bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. Begitu pula UUD 1945 Pasal 36 yang berbunyi, ”Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”.

Lingkungan kampus adalah tempat pertemuan banyak mahasiswa dari sejumlah daerah dengan bahasa yang beragam sehingga bahasa Indonesia menjadi kebutuhan mutlak sebagai media pemersatu, memperlancar komunikasi, serta menipiskan perbedaan suku, ras, atau perbedaan lainnya.

Mengabaikan bahasa Indonesia dan hanya memedulikan bahasa daerah atau bahasa asing akan mengotak-ngotakkan kehidupan sosial di kampus dan melunturkan dasar persatuan itu sendiri. Selain sebagai pemersatu, bahasa juga merupakan identitas negara plus ciri khas dan kebanggaan bangsa Indonesia.

Bahasa Formal

Amadea Primrose Nggeo
Amadea Primrose Nggeo, Fakultas Sastra, Universitas Jember, Jember

Penggunaan bahasa Indonesia di kampus lebih sering untuk situasi formal seperti kuliah atau berkomunikasi dengan dosen. Jarang sekali mahasiswa berbahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari. Mayoritas mahasiswa lebih nyaman berbahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari.

Bahasa Indonesia juga hanya dipakai saat berkomunikasi dengan teman yang baru dikenal. Ketika masa orientasi, misalnya, banyak sekali mahasiswa baru berbahasa Indonesia untuk berkomunikasi karena mahasiswa dari daerah lain mengerti bahasa Indonesia. Selanjutnya, mereka akan berbahasa daerah agar lebih akrab. Banyak yang menganggap semakin formal penggunaan bahasa, semakin rendah rasa keakraban. Padahal, bahasa Indonesia dapat dipakai dalam suasana informal dan formal. Selain agar terus eksis, bahasa Indonesia dapat menjadi kebanggaan bersama.

Indonesia Mini

Hertyn Prabawany Fina Arsip Pribadi
Hertyn Prabawany Fina, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Kampus adalah miniatur Indonesia karena di sini mahasiswa dari sejumlah wilayah ada. Berbagai suku bangsa dengan beragam bahasa daerah ada di sini. Bahasa Indonesia mempermudah komunikasi dan mempersatukan kami. Sebagai mahasiswa tahun pertama dari Nusa Tenggara Timur, logat daerah saya masih kentara. Hal ini kadang menyulitkan saya berkomunikasi dan bersosialisasi di kampus. Saya pun belajar bahasa Jawa agar mudah berbicara dengan teman.

Kasus seperti ini membuat kita kadang lupa negara ini mempunyai bahasa persatuan, bahasa Indonesia, bahasa yang seharusnya kita pakai untuk menyatukan perbedaan bahasa. Mungkin mahasiswa zaman sekarang kurang nyaman berbahasa Indonesia untuk berkomunikasi sehari-hari. Lebih nyaman berbahasa gaul atau berbahasa daerah. Padahal, bahasa Indonesia memudahkan insan kampus berkomunikasi.

Hilangkan Kesenjangan

Reinhard Hamonangan
Reinhard Hamonangan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung, Bangka

Kita selalu memperingati 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda berarti mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari memudahkan berkomunikasi dengan orang dari suku bangsa lain.

Di kampus yang memiliki mahasiswa beragam suku bangsa, sangat penting untuk berbahasa Indonesia. Bahasa ini dapat menyatukan serta menghilangkan kebingungan dan kesenjangan kala berbincang dengan rekan mahasiswa dari daerah lain.

Saya pribadi sehari-hari berbahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Bangka. Namun, persentasenya tetap lebih banyak bahasa Indonesia ketimbang bahasa Bangka. Bahasa Bangka hanya sebagai penyambung kata jika sulit berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

 

Sumber Semangat Pemuda

Muh. Ridhal Rinaldy Arsip Pribadi
Muh Ridhal Rinaldy, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Di kampus saya, ada banyak ragam bahasa mahasiswa yang kadang menciptakan kelompok pergaulan. Keragaman bahasa daerah, terutama bahasa Jawa, membuat mahasiswa dari daerah lain ingin tahu dan akhirnya belajar bahasa tersebut agar dapat berkomunikasi.

Dari situ saya menyadari, bahasa daerah adalah media komunikasi dalam suatu daerah. Namun, bahasa Indonesia adalah media komunikasi paling mudah bagi semua mahasiswa. Betul bahasa daerah mana pun harus dipelihara, tetapi kita harus menyadari bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu.

Bukankah sejak 87 tahun lalu, sejak Sumpah Pemuda diikrarkan, bahasa Indonesia berhasil menyatukan bangsa ini melalui berbagai pergolakan. Bahasa Indonesia dapat menyatukan beragam suku bangsa di negeri ini. Identitas ini dapat membawa Indonesia mendunia sekaligus sebagai identitas dan penyemangat kaum muda.

(Ida Setyorini)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Oktober 2015, di halaman 34