Ada pesona tersembunyi di kedalaman 256 meter di bawah permukaan tanah. Paduan stalaktit dan stalagmit di dalam perut Gua Gong memerangkap panca indera pada kekaguman tiada akhir.
Gua Gong adalah salah satu gua di kabupaten berjuluk seribu gua, Pacitan, Jawa Timur. Gua yang terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, ini disebut-sebut sebagai gua terbesar dari ”seribu gua” yang ada di Pacitan.
Dinamai Gua Gong konon karena dari dalam gua kerap terdengar bunyi yang menyerupai bunyi gong, salah satu alat musik pukul dalam rangkaian alat musik Jawa yang disebut gamelan. Penduduk setempat biasa mendengar bunyi gong terutama pada malam
hari kala sunyi menyelimuti seluruh desa.
Kisah yang disampaikan secara turun-temurun inilah yang banyak membuat orang berduyun-duyun mengunjungi Gua Gong. Hampir setiap hari, pengunjung datang silih berganti ke Gua Gong. Selain karena kisah yang menyelimutinya, juga karena keindahannya.
Akhir pekan adalah saat yang paling menggembirakan bagi para pemandu wisata dan para fotografer yang tergabung dalam Asosiasi Fotografer Goa Gong untuk menangguk keuntungan. Tak hanya dari dalam kota, pengunjung juga berdatangan dari luar kota.
Setiap pengunjung bisa menjelajah ke dalam perut Gua Gong dengan bermodalkan senter berukuran besar yang ditawarkan pemandu wisata. Tak jarang, pemandu wisata menawarkan diri untuk sekadar menemani dan memberi informasi tentang sejarah dan isi perut Gua Gong.
Hal pertama yang terbayang adalah tempat yang gelap, lembab, dan pengap karena minimnya sirkulasi oksigen. Namun, begitu kaki melangkah masuk ke dalam gua, semua bayangan buruk menguap ke udara. Pemandangan yang tersaji di depan mata, nyaris tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Di antara sinar lampu berwarna-warni, ruangan dalam gua yang dihiasi stalaktit dan stalagmit berukuran raksasa memenuhi ruangan gua, seolah dipahat dengan sempurna oleh tangan-tangan terampil.
Stalaktit adalah endapan kapur yang menggantung di langit-langit gua. Biasanya berbentuk panjang, runcing, dan di bagian tengahnya terdapat lubang rambut.
Sementara stalagmit merupakan endapan yang terbentuk di lantai gua, hasil dari tetesan air dari langit-langit gua di atasnya. Bentuknya agak tumpul, berlapis-lapis, dan tidak memiliki lubang. Apabila stalaktit dan stalagmit bisa bersambung, akan menjadi tiang kapur.
Stalaktit dan stalagmit ini merupakan bentukan-bentukan khas yang terdapat di daerah karst, terjadi dari pelarutan air yang terus-menerus. Dalam setahun, stalaktit dan stalagmit akan bertumbuh rata-rata sepanjang 0,13 milimeter. Sangat lambat. Dengan ukuran yang demikian besar, dipastikan usia stalaktit dan stalagmit Gua Gong sudah mencapai ratusan tahun.
Di Gua Gong, bentuk stalaktit dan stalagmit beraneka rupa. Ada yang menyebutnya menyerupai batang pohon purba berukuran raksasa yang berlapis-lapis. Ada yang menyerupai patung orang bertapa berukuran besar. Ada pula yang menyerupai tirai besar yang berlapis-lapis serta air terjun yang bertingkat-tingkat. Tak heran apabila Gua Gong disebut-sebut sebagai gua dengan stalaktit dan stalagmit terindah di Asia Tenggara.
Jalan setapak
Untuk memasuki perut gua hingga kedalaman hampir 300 meter, pengelola telah membuat jalan setapak yang di sisi kiri-kanannya dilengkapi railing. Di titik-titik tertentu terdapat juga penyejuk udara, untuk sekadar mengurangi udara yang terik.
Menurut penjelasan Eli, pemandu wisata yang telah bekerja selama lebih dari 10 tahun, ruangan di Gua Gong dibagi menjadi empat bagian. Ruangan pertama terdiri atas stalaktit-stalagmit berukuran raksasa.
Di ruangan kedua, terdapat stalaktit dan stalagmit yang menyerupai bentuk sebuah kamar mandi alami. Sementara di ruangan ketiga dan keempat, selain stalaktit dan stalagmit dengan ragam bentuk yang beraneka rupa, terdapat taman gua dan sejumlah sendang yang konon airnya bermanfaat untuk menyucikan segala ”kotoran”. Saat disentuh, air sendang terasa dingin menyegarkan.
Jenis endapan yang terdapat di Gua Gong pun berbeda-beda, tergantung dari mineral yang terkandung di dalamnya. Ada yang berupa batu kapur yang terlihat menyerupai batu pualam berwarna putih susu, ada yang terlihat seperti karang, ada juga yang terlihat menyerupai batu kristal yang berkilauan. Dari kejauhan, batuan kristal tampak seperti salju berkilauan. Sementara sejumlah stalaktit dan stalagmit yang berada dekat dengan jalur yang dilewati pengunjung, berwarna kehitaman.
Menurut Eli, perubahan warna tersebut akibat ulah pengunjung yang gemar menyentuh dan memegang endapan-endapan. Bukan itu saja, pengunjung juga berupaya memukul-mukul untuk membuktikan bunyi gong yang menjadi kekhasan gua Gong. Di beberapa tempat terdapat stalaktit dan stalagmit yang patah. Ada juga yang sudah tidak bakal tumbuh lagi.
Pada bagian yang masih tumbuh, suara tetesan airnya menjadi musik yang menemani penjelajahan ke dalam perut bumi. Suara tetesan air yang bergema ke seluruh ruangan gua ini pula yang diyakini sebagai suara yang menyerupai bunyi gong. Bunyi yang semakin lamat itu mengantar langkah kaki menuju pintu keluar….
(DWI AS SETIANINGSIH)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 01 November 2015, di halaman 25 dengan judul “Terperangkap Pesona Di Perut Bumi “