Wirausaha adalah profesi yang paling banyak diminati anak muda. Banyak alasan mengapa mereka yang masih sekolah atau kuliah dan bekerja di perusahaan memilih keluar untuk membangun usaha sendiri. Satu alasan terpenting, karena mereka ingin bebas. Maksudnya tak mau terikat dengan cara kerja konvensional yang kerap mengikat karyawan.
Masalahnya, terutama buat kamu yang masih sekolah tak mudah melakukan dua hal, belajar dan mengelola usaha. Di situlah tantangannya.
Makin besar minat jadi wirausaha menggembirakan sebab membuka usaha berarti menurunkan angka pengangguran dan memberi pendapatan bagi si wirausaha dan orang berkait usahanya. Untuk membentuk pengusaha muda yang brilian, harian Kompas bersama BRI Peduli pada 8-19 September mengadakan ”Teras Usaha Mahasiswa” di Universitas Sumatera Utara, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Hasanuddin, Universitas Padjadjaran, Universitas Udayana, dan Universitas Indonesia.
Untuk mahasiswa yang ingin mengembangkan usaha, kamu bisa mengirimkan proposal usahamu ke www.terasmahasiswa.com paling lambat 20 September. Syaratnya, usahamu sudah berjalan minimal satu tahun.
Telat datang ujian
Menjadi wirausaha tak semudah mendengarkan cerita mereka yang sukses membangun usaha. Di balik kesuksesan itu ada kerja keras dan passion kuat yang akan terus memberimu semangat ketika niatmu melemah.
Dea Valencia (21), desainer batik asal Semarang, Jawa Tengah, dan Tri Setio Utomo Suharto, desainer Batik Setio Utomo, membagi pengalamannya pada kesempatan berbeda.
Menjual kain batik mengawali usaha Dea yang kini punya omzet usaha ratusan juta per bulan. Saat itu ia masih kuliah di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang. ”Aku senang punya usaha ini sehingga sekarang jadi fokus hidupku,” ujar cewek yang lulus kuliah di usia 18 tahun itu.
Usaha yang berlanjut dengan menjual busana rancangan dia sendiri tersebut kini berkembang pesat. Dea punya 75 karyawan, tetapi ia sempat mengalami kesulitan saat harus membagi waktu antara melayani pembeli lewat penjualan daring dan belajar. ”Tekadku harus bisa melayani pembeli dengan baik, tetapi juga pengin dapat nilai bagus. Itu sempat membuat kurang istirahat dan jadi asosial,” tutur Dea.
Tak hanya itu, akibat kelelahan, ia bahkan terlambat bangun pada hari ujian. Akibatnya ia mendapat nilai D yang memupuskan harapan mendapat predikat cum laude. Dari kisah itu ia belajar kepiawaian membagi waktu dan fisik kuat menjadi hal penting bagi wirausaha yang masih sekolah.
Sementara Tri Setio Utomo Suharto, pemenang Jakarta Souvenir Design Award 2014, membagi tips keberhasilannya. Para wirausaha harus punya keunikan dalam berinovasi. Ia mencontohkan karyanya, batik Betawi motif Pondok Kopi. ”Nama itu adalah nama wilayah di Jakarta. Ternyata, ada kisah menarik dari daerah itu yang kemudian melahirkan ide batik Pondok Kopi,” kata Setio.
Batik itu menang lomba cendera mata khas Jakarta. Selama ini, Jakarta tak banyak punya pilihan cendera mata. Tiap kali orang membeli batik, yang tersedia motif Monas dan ondel-ondel. ”Buatlah cerita dari karyamu sehingga ada makna di dalamnya. Memang perlu kerja keras, tetapi inovasi terus-menerus akan membuatmu bertahan di tengah kerasnya persaingan. Selain itu, kalau gagal, jangan mudah menyerah, teruslah berusaha,” tambah mantan pegawai sebuah perusahaan itu memberi saran.
(Soelastri Soekirno)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 04 Sepetember 2015, di halaman 34 dengan judul “Wirausaha Siapkan Fisik-Mentalmu”