Menanti ”Brownies” Gladies

0
5960

Kue ”bantat” berwarna coklat kreasi Gladies (26) berhasil bikin orang penasaran. Setiap bulan, orang memesan jauh-jauh hari agar bisa mencicipi sepotong brownies yang dihiasi aneka taburan.

Perempuan bernama Poetry Gladies Karina Dewi ini memanfaatkan akun Twitter @DapoerGladies dan Instagram @dapurgladies untuk menjalankan bisnisnya, mulai dari menerima pesanan hingga promosi. Oleh karena merasa sangat direpotkan oleh pesanan yang datang tak kenal waktu, Gladies kemudian membuat sistem pesanan untuk sebulan sekaligus. Kini, pelanggannya tidak perlu lagi menunggu terlalu lama. Sejak dua bulan terakhir, ia telah mampu meningkatkan pelayanan dengan membuka pesanan seminggu sekali.

Lewat Twitter-nya, Gladies akan mengumumkan kapan pesanan akan dibuka. Biasanya pesanan dibuka hanya beberapa jam pada hari yang telah ditentukan, lengkap dengan aturan main. Pesanan diproses berdasarkan urutan masuk. Pertama datang, pertama dilayani. Administrator butuh waktu 3-4 hari untuk memproses pesanan. Setiap calon konsumen akan dihubungi kembali untuk memastikan varian yang dipesan, informasi waktu pengiriman, dan alamat tujuan. Untuk mengontrol mutu, setiap orang hanya boleh memesan maksimal enam loyang dalam satu periode pemesanan.

”Saya ingin kualitas brownies-nya terjaga. Kalau pesan banyak, khawatir dijual kembali sehingga sulit pengawasannya,” kata Gladies yang tinggal di Bandung, Jawa Barat, ini.

Awalnya, Gladies yang senang membuat kue sejak remaja ini menangani sendiri semua pesanan. Maksimal yang pernah ia buat 30 loyang sehari. Gladies juga menangani sendiri order masuk dan pembukuan. Namun, seiring semakin membanjirnya pesanan, Gladies kini dibantu enam tenaga kerja dengan rata-rata produksi 150 loyang sehari. Ia masih dibantu tiga orang yang bertugas sebagai administrator untuk mengurus pesanan dan urusan lainnya.

Konsumennya datang dari berbagai penjuru Tanah Air, seperti Aceh, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat. Namun, sebagian besar berasal dari Jabodetabek dan Bandung. ”Untuk daerah tujuan yang butuh waktu kirim lama, biasanya saya pastikan lagi brownies harus sampai sebelum lima hari. Oleh karena tidak pakai pengawet, brownies hanya tahan 5-7 hari di suhu ruang,” kata Gladies.

Brownies Gladies Kompas/Sri Rejeki
Brownies Gladies
Kompas/Sri Rejeki

Varian rasa

Untuk menarik perhatian konsumen, Gladies berusaha menciptakan varian baru setiap bulan. Sejak dua tahun lalu merintis bisnis ini, sudah ada 22 varian (taburan) brownies yang dikreasikan, antara lain brownies oreo, karamel, double choc, kismis, chic choc malt crunch nutella, toblerone milk chocolate, cheese espresso, havermut double chocolate, chunky bar, dan ferrero rocher. Harganya Rp 70.000-Rp 130.000 per loyang ukuran 30 cm x 10 cm. Agar tetap menarik di mata pelanggannya, setiap dua bulan sekali ia menawarkan varian khusus yang hanya dibuat sesekali saja.

Gladies butuh 3-4 kali percobaan untuk membuat modifikasi baru brownies. Ia mencatat setiap gram perubahan dalam resepnya. Ini agar rasanya bisa konsisten. Meski kini lebih banyak supervisi terhadap para pekerjanya, setiap pagi ia dan ibunya masih turun tangan sendiri untuk membuat adonan dasar yang dibagi tiga macam. Setelah itu baru diproses dengan aneka taburan sesuai pesanan.

Kelebihan brownies yang diberi label Dapur Gladies ini adalah rasa cokelatnya yang berani. Mengunyahnya seperti mengunyah cokelat dalam tekstur yang berbeda.

”Saya tidak suka tanggung-tanggung. Saya pilih bahan-bahan berkualitas dan tidak diirit-irit pemakaiannya. Contohnya, untuk topping keju ini, satu loyang bisa menghabiskan satu batang keju cheddar. Untuk kemasan, juga dibuat berlapis agar tidak basah dan cepat rusak di perjalanan,” ungkap Gladies, lulusan D-3 Pastry serta D-4 Administrasi Perhotelan di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

Untuk memperkenalkan produknya, Gladies rajin mengirim brownies-nya ke sejumlah artis atau orang ”biasa”, tetapi punya banyak pengikut di Twitter atau Instagram. Foto brownies yang mereka unggah di akun media sosial masing-masing menjadi promosi gratis bagi Gladies. Jaringan ini ia peroleh saat bekerja di stasiun televisi di Jakarta dan Bandung serta sebuah radio di Bandung.

Dari hasil usahanya ini, ia beroleh penghasilan berkali-kali lipat ketimbang dulu saat jadi karyawan. Gladies pun mantap dengan pilihannya berbisnis brownies panggang, kue yang asal mulanya tercipta karena ”kecelakaan”. Meski gagal dan bantat, kelezatan rasanya telah membuat brownies digemari hingga kini.

(SRI REJEKI)


Versi cetak artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 30 Agustus 2015, di halaman 18 dengan judul “Daya Menanti ”Brownies” Gladies”