Yumi Harus Kembali ke Cikini

0
1687

Pada suatu ketika toko buku Aksara memutar tembang yang memikat hati seorang wanita paruh baya asal Jepang yang sudah menetap di Indonesia selama 7 tahun. Adalah Yumi Hashimoto yang kemudian menanyakan penjaga toko buku tersebut, lagu apa gerangan? Siapa yang membawakan lagu tersebut? Nyatanya White Shoes and The Couples Company (WSATCC) lah yang membuat ia terhanyut sejenak. Itulah kali pertama Yumi jatuh hati pada band yang meninggalkan kesan retro pop begitu kental.

Keunikan WSATCC baik itu atraksi melantai dari sang vokalis nona Sari Sartje hingga musik yang membangun rasa nostalgia lah yang membuat Yumi kerap menyempatkan diri hadir di beberapa gigs WSATCC di ibu kota sejak 2 atau 3 tahun terakhir. Rabu 5 Agustus 2015 yang lalu, Yumi tentu tak melewatkan “Konser di Cikini”. Bersama dengan seorang rekannya Yumi datang dan menikmati konser yang berlangsung hingga 3 jam nyaris tanpa beranjak dari tempat duduknya. Ia merasa puas dengan performa WSATCC. Rasa puas itu juga didorong oleh kenyataan bahwa konser inilah yang akan ia simpan dalam kenangan sebagai oleh-oleh kepulangannya ke negeri sakura akhir bulan ini.

Yumi boleh saja berpuas diri dengan konser yang diselenggarakan sebagai bentuk selebrasi eksistensi WSATCC selama 13 tahun itu. Namun sebagian penonton merasakan hal yang berbeda. Angka 13 yang secara umum kerap disandingkan dengan kata “imperfection” seolah menggambarkan sebagian dari konser yang sold out dalam hitungan jam ini. Sebagian fans yang sering mengikuti gigs WSATCC tentu perlu merasa sedikit kecewa dengan kata konser yang disandang. Seolah kita diminta untuk menelaah kembali makna kata konser. Tentunya konser bukan sekadar memindahkan performance ke panggung yang lebih besar, menampung audiens yang lebih banyak, atau bahkan menyanyikan lagu yang begitu-begitu saja.

Paruh pertama konser berlalu begitu saja tanpa kesan. Tapi paruh pertama inilah yang mengingatkan sebagian audiens bahwa pada suatu masa, WSATCC kerap membuka penampilannya dengan lagu Aksi Kucing. Seperti Maneki Neko, lagu Aksi Kucing dianggap dapat mendatangkan hoki. Namun pada konser ini lagu Aksi Kucing harus mengalah pada lagu Sabda Alam yang dikumandangkan ketika tirai dibuka.

White shoes and the couples company #KonserDiCikini. Dok : Q3

Beruntunglah mereka yang tidak pulang di paruh pertama. Pada paruh kedua WSATCC tampil lebih dinamis. Suasana konser terasa nyata, lebih dari sekedar kata. WSATCC seolah ingin menyampaikan “Inilah kami. Biarkan malam ini menjadi milik kami dan semua sahabat kami. Mari kita nikmati detik demi detiknya”. WSATCC menyuguhkan beberapa hal yang memang sudah melekat pada citra mereka. Sebut saja kelincahan nona Sari Sartje yang tiada duanya di paruh kedua ini membuatnya beberapa kali harus berurusan dengan kabel microphone. Latar panggung khas ibu kota yang terpasang menguatkan kesan retro khas WSATCC. Ditambah WSATCC memberikan ruang bagi RuruCorps melalu sesi siaran radio tanpa gelombang, Ruru Radio bersama Ricky Malau.

Tentunya paruh kedua ini penonton menjadi lebih panas karenanya. Melantunkan lagu bersama, menggerakan tubuh seiring irama, dan bertepuk tangan penuh semangat. Jika diperhatikan lebih seksama lantunan lagu dan gerakan tubuh tersebut lebih banyak terjadi pada tembang-tembang yang dibawakan dari album Vakansi. Memang sepertinya album tersebut mendapat pendengar yang lebih banyak dibandingkan album-album lainnya. Diyakini bahwa pendengar album inilah yang paling banyak mengisi kursi penonton.

White shoes and the couples company #KonserDiCikini. Dok : Q3

Selain otentik, paruh kedua ini bisa dikatakan unik dengan hadirnya orkestra yang berkolaborasi dengan WSATCC di beberapa lagu seperti Roman Ketiga, Senja, Masa Remadja,  Kampus Kemarau, dan Sunday Memory Lane. Tapi malam itu penampilan John Navid dengan mesin ketiklah yang mencuri perhatian dan berkesan. Di era yang serba digital ini, dengan berbekal mesin ketik John berkolaborasi dengan orkestra membawakan karya Leroy Anderson, typewriter.

Di akhir penampilan, WSATCC berpamit diri dan berceloteh agar penonton bersedia bertemu 7 tahun lagi di konser mereka. Rasanya Yumi harus kembali ke Cikini walaupun merasa puas malam itu. Yumi harus kembali untuk menikmati sesuatu yang lebih dekat dengan kata konser ketika WSATCC berusia 20 tahun. Ya, yumi harus kembali ke Cikini.