POPCON ASIA 2015: Konsisten dan Menjadi Dekat

0
1770

“Ide besar sering kali muncul dari hal yang sangat sepele.”

Kutipan itu terpampang di muka laman komikus Muhammad Misrad yang lebih dikenal dengan nama Mice. Lulusan Desain Grafis, Institut Kesenian Jakarta, tahun 1993 itu jadi salah satu pembicara di ajang Popcon Asia 2015 di Jakarta Convention Center, Minggu (9/8).

Popcon Asia, yang tahun ini memasuki penyelenggaraan keempat, menjadi ajang pamer kreativitas dalam bentuk komik, ilustrasi, games, film, toys, dan animasi. Pekerja kreatif yang umumnya berusia muda itu unjuk kebisaan dengan ciri khas masing-masing. Mice termasuk salah satunya lewat booth Octopus Garden.

Mice, yang karya komik stripnya muncul di harian Kompas edisi Minggu sejak 2003 itu, menjelaskan, ia nyaris tak pernah kehabisan ide. ”Ide itu ada di mana saja. Saya keluar rumah setiap hari itu untuk memungut ide, bukan mencari ide,” ujarnya.

Hasilnya, komik strip Mice banyak bercerita tentang hal umum yang sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ia menyentil perilaku putri belia yang berboncengan sepeda motor bertiga. Itu sering terlihat dan dengan mudah kita pungut di jalanan, kan?

Pada karya lain, Mice juga menyentil perselingkuhan tokoh politik nasional. Tema politik dan kritik sosial banyak bertebaran di karya Mice. Tak heran, karena ia memilih berkarya lewat media cetak yang titik beratnya politik dan ekonomi. Selain muncul di Kompas, Mice juga tercatat sebagai kartunis tetap di harian Rakyat Merdeka sejak 2010.

Konsistensi Mice pada tema, gaya gambar, dan karakter menjadi referensi bagi seniman visual lainnya, termasuk Muhammad Reza Mustar. Beken dengan nama Azer, ia juga tekun menggambar komik bergaya strip. Ia mengunggah karyanya di media sosial. Di akun Instagram-nya, Azer punya pengikut lebih dari 106.000 akun.

Suasana PopCon Asia 2015 di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Jumat (7/8) Popcon Asia adalah festival pop culture tahunan Asia untuk konten terkait industri kreatif, terutama komik, mainan, film, dan animasi dari kreator lokal dan internasional. Kompas/Lasti Kurnia (LKS) 07-08-2015
Suasana PopCon Asia 2015 di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Jumat (7/8)

Kebebasan lebih

Berbeda dengan Mice, Azer merasa punya kebebasan yang lebih lantaran dapat memajang karya di media sosial. Di jejaring itu, ia bisa langsung berinteraksi dengan penikmatnya lewat kolom komentar. Tak jarang terjalin diskusi yang membuka wawasan. ”Misalnya waktu saya bikin gambar tentang aksi kamisan. Banyak yang belum tahu rupanya tentang aksi itu,” kata Azer yang enggan disebut komikus ini.

Azer menekuni komik dan ilustrasi sejak kuliah di IKJ pada tahun 2000-an. Ia menjual komiknya yang ia perbanyak dengan fotokopi di depan kampus untuk menambah uang saku dan menutupi kebutuhan kuliah. Azer juga pernah ”membagikan” komiknya di halte bus. Baru pada tahun 2007-2008 Azer menggunakan media daring sebagai ”galeri” karyanya.

Belakangan, media sosial makin jamak dipakai sebagai galeri berkarya. Kelompok Digidoy dari Medan, Sumatera Utara, memakai Facebook dan Instagram untuk memajang komik strip. Setidaknya, seminggu tiga kali mereka mengunggah karya baru. Digidoy memilih tema kehidupan sehari-hari yang mereka temui di Kota Medan.

Pada salah satu gambar Digidoy, misalnya, mereka melihat fenomena angkutan umum antarkota jurusan Medan-Brastagi yang selalu penuh. Saking penuhnya, penumpang sampai duduk di atap. Mereka memakai dialek khas Medan. Dodi Pratama, pendiri Digidoy, mengaku terinspirasi dari komik Si Juki karya Faza Meonk. ”Kalau Si Juki kan lekat dengan keseharian mahasiswa yang tinggal di Jakarta. Kami juga bisa, tapi mengambil keseharian di Medan tempat tinggal kami,” kata Dodi. Selain Dodi, Digidoy dikerjakan dua komikus lain, yaitu Yasir Syah dan Wiratama.

Faza Meonk yang jadi inspirasi Dodi konsisten menggambar karakter Si Juki sejak ia kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Selain rutin tayang di internet, Si Juki dan kawan-kawannya terdokumentasikan dalam sebelas judul buku.

Lebih dari itu, Si Juki ini sudah menjadi bintang iklan. ”Ada sekitar sebelas perusahaan yang memakai karakter Si Juki, perusahaan dalam dan luar negeri,” kata Faza. Ia dan perusahaannya, Pionicon, juga membuat dan menjual karakter Si Juki dalam rupa action figure. Dari situ, dalam sebulan, mereka bisa berpenghasilan Rp 50 juta-Rp 60 juta.

Saat ini, ada banyak pilihan untuk bisa menikmati komik lokal. Kemasannya pun beragam. Ada komik berseri dan majalah komik yang memuat beberapa cerita. Salah satu majalah komik yang baru diluncurkan di Popcon adalah Kosmik Mook yang menghadirkan tujuh cerita dalam satu majalah. Sebelumnya, ada juga re:On Comics yang juga ikut berpameran.

Managing Director Kosmik Mook, Sunny Gho, mengatakan, selain bisa menghibur, komik seharusnya bisa menginspirasi dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada pembacanya, baik orang Indonesia maupun luar negeri. Untuk itulah Sunny memilih komikus lokal yang mengangkat cerita budaya Indonesia. Beberapa komik yang diperkenalkan adalah Jamu Sakti karya Octo Baringbing dan Mogri serta Raibarong karya Alex Irzaqi. Selain itu, ada Juki Space Adventure karya Faza Meonk yang sudah terkenal.

”Kami juga bekerja sama dengan Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) menciptakan tokoh Rixa, perempuan astronot yang bisa menjadi inspirasi bagi anak muda,” ujar Sunny.

Jembatan

Selain pameran, Popcon juga memberikan kesempatan kepada kreator untuk masuk ke industri melalui sesi portfolio review. Sesi yang diselenggarakan kreavi.com ini merupakan sesi kencan singkat antara kreator dan pelaku industri. Selama tiga hari, kreator bisa mempresentasikan karyanya ke beberapa pelaku industri yang ikut dalam portfolio review seperti Bukune, re:On Comics, Perum Produksi Film Negara (PFN), dan MNC TV.

Secara keseluruhan ada 15 perusahaan yang menjadi karya terbaik artis lokal berupa ilustrasi, komik, animasi, naskah cerita, hingga penyulih suara (dubber). Peserta yang terdaftar berjumlah lebih dari 300 peserta dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, karyawan swasta, penyulih suara profesional, hingga freelancer.

CEO Kreavi.com sekaligus Program Director Popcon Asia 2015 Mayumi Haryoto mengatakan, belum ada banyak kesempatan bagi para kreator lokal bertemu dengan para pelaku industri kreatif secara global. ”Kami ingin menjembatani talenta kreatif Indonesia agar bisa berkolaborasi dengan pelaku industri. Kami percaya pekerja kreatif bisa memberikan dampak positif lewat karyanya,” katanya.

Mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Solo, Adrian Habibi, mencoba peruntungannya lewat portfolio review dengan membawa sebuah naskah cerita. ”Kebetulan kuliah sedang libur, saya mencoba menawarkan naskah cerita zombie. Ada ilustrasinya juga. Baru pertama kali mencoba nih. Bagus juga ada kesempatan seperti ini, jadi mahasiswa juga bisa belajar. Hitung-hitung bisa buat pengalaman melamar pekerjaan,” kata Adrian.

(Susie Berindra & Herlambang Jaluardi)


Versi cetak artikel ini terbit di rubrik ‘Kompas Kampus’ harian Kompas edisi 11 Agustus 2015, di halaman 35