Mobil Pintar Diperlukan

0
1846

Ketika ruas jalan Tol Cikopo-Palimanan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Joko Widodo, 13 Juni 2015, banyak yang merasa gembira. Oleh karena perjalanan Jakarta-Cirebon yang biasanya memerlukan waktu hingga 5-6 jam, kini hanya ditempuh dalam waktu 2-3 jam.

Jalan Tol Cikopo-Palimanan, yang lebih dikenal dengan singkatannya Cipali, itu menggabungkan dua tol yang sudah ada sebelumnya, yakni Jakarta-Cikampek dan Palimanan-Kanci, dengan total jarak sepanjang 116,7 kilometer.

Namun, kegembiraan itu, pada saat yang sama juga membawa keprihatinan. Bagaimana tidak, kecelakaan demi kecelakaan terjadi, dan korban tewas berjatuhan, di ruas jalan Tol Cipali. Menurut catatan polisi, hingga kini, semua kecelakaan yang terjadi di ruas jalan Tol Cipali itu adalah karena faktor kesalahan manusia (human error). Pengendaranya mengantuk.

Kendaraan melintas di tol Cipali, Sabtu (11/7). Tol tersebut menghubungkan dua tol sebelumnya, yakni Jakarta-Cikampek dan Palimanan-Kanci, dengan total jarak sepanjang 116,7 kilometer. Kompas/Agus Susanto
Kendaraan melintas di tol Cipali, Sabtu (11/7). Tol tersebut menghubungkan dua tol sebelumnya, yakni Jakarta-Cikampek dan Palimanan-Kanci, dengan total jarak sepanjang 116,7 kilometer.
Kompas/Agus Susanto

Rata-rata kecepatan mobil di ruas jalan Tol Cipali itu 80-90 kilometer per jam. Seseorang pengendara memerlukan kondisi yang fit untuk melajukan mobil selama lebih dari dua jam dengan kecepatan rata-rata 80-90 kilometer per jam. Oleh karena dalam keadaan fit seseorang memerlukan waktu 0,4 detik untuk bereaksi jika mobil yang berada tepat di depannya tiba-tiba berhenti. Pada saat mobil melaju dengan kecepatan 80 kilometer per jam, waktu 0,4 detik itu sama dengan jarak 8 meter. Itu berarti, jika mobil yang berhenti mendadak tepat di depannya berjarak 8 meter, maka mobil pasti tertabrak. Oleh karena, waktu reaksi 0,4 detik itu adalah waktu yang diperlukan pengendara untuk menginjak pedal rem. Setelah itu, masih ada jarak pengereman, yakni jarak dari saat pedal rem diinjak hingga mobil sepenuhnya berhenti.

Itu adalah waktu reaksi yang diperlukan pengendara saat mobil yang berada tepat di depannya tiba-tiba berhenti. Keadaan menjadi lain jika saat pengendara melaju dengan kecepatan 80 kilometer per jam tiba-tiba mobil yang berada tepat di depannya berbelok ke kiri atau ke kanan untuk menghindari mobil di depannya lagi yang tiba-tiba berhenti.

Dalam situasi seperti ini, pengendara memerlukan waktu reaksi 0,8 detik. Oleh karena ia memerlukan waktu untuk menganalisis lebih dulu mengapa mobil di depannya itu tiba-tiba berbelok ke kiri atau ke kanan, baru kemudian ia menginjak pedal rem.

Waktu reaksi 0,8 detik sama dengan 18 meter. Itu berarti jika jarak antara mobilnya dan mobil yang berada di depan mobil yang tiba-tiba berbelok ke kiri atau ke kanan itu 18 meter, maka mobil itu pasti tertabrak.

Jaga jarak

Itu sebabnya, kita sering membaca rambu di jalan tol yang mengingatkan pengendara untuk menjaga jarak dengan kendaraan di depannya minimum sejauh 50 meter. Peringatan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tabrakan tunggal ataupun beruntun jika ada mobil yang entah karena alasan apa tiba-tiba berhenti.

Itu kita berbicara tentang pengendara yang fit. Jika pengendara itu dalam keadaan mengantuk, maka keadaan lebih parah. Orang yang mengantuk, baik karena kurang tidur, minum obat-obatan yang menimbulkan rasa kantuk, biasanya memerlukan waktu reaksi 3-5 detik, atau sama sekali tidak bereaksi jika tertidur sejenak. Jika ia melaju dengan kecepatan 80 kilometer per jam, batas kecepatan maksimum di jalan tol dalam kota, maka 3-5 detik sama dengan 67 meter hingga 111 meter. Dan, kecepatan 100 kilometer per jam, batas kecepatan di jalan tol luar kota, 3-5 detik itu sama dengan 84-140 meter.

Itu belum semua. Ada pula aturan internasional yang mengharuskan seorang pengendara beristirahat sejenak setelah melaju dengan kecepatan di atas 80 kilometer per jam selama dua jam. Tujuannya agar kondisi pengendara tetap fit dan ia dapat bereaksi secara benar pada waktu yang tepat sehingga kecelakaan terhindarkan.

Volvo XC90

Untuk mengatasi semua keterbatasan kita sebagai manusia, diperlukan mobil-mobil pintar, yang dapat membantu pengendara untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Mikrokomputer di dalam mobil pintar seperti antara lain Volvo XC90 terbaru dapat mendeteksi potensi akan terjadinya kecelakaan.

Misalnya pengendara mendekati mobil di depannya dengan kecepatan yang dianggap tidak aman atau berbahaya, maka mikrokomputer segera akan memperingatkan pengendara untuk menginjak rem dan menurunkan kecepatan. Jika peringatan itu diabaikan, maka mikrokomputer itu akan mengambil alih kendali dan secara otomatis memberhentikan mobil. Bahkan, jika diperlukan, ia membelokkan setir untuk menghindari terjadinya tabrakan.

(kredit foto : volvocars.com)
(kredit foto : volvocars.com)

Volvo XC90 sarat dengan teknologi keamanan aktif (active safety) yang selama ini kita dengar terdapat di dalam Mercedes Benz S-Class. Volvo XC90 juga dilengkapi dengan perangkat adaptive cruise control (semi-autonomous convoy mode) yang memungkinkan kecepatan mobil disetel sama dengan kecepatan mobil di depannya. Dengan demikian, dalam kemacetan pengendara dapat bersantai dan membiarkan mikrokomputer mengendalikan mobil.

Volvo XC90 menyandang mesin 2.0 Liter (1.969 cc), 4 silinder segaris, dan diperkuat dengan turbocharger ganda. Tenaga maksimum 320 PK pada 5.700 rpm dan torsi maksimum 400 Nm pada 2.200-5.400 rpm. Tenaga dan torsi itu disalurkan ke roda melalui persneling otomatik dengan 8 tingkat kecepatan, yang dilengkapi tiptronic. Itu memungkinkan gigi persneling dinaikkan dan diturunkan secara manual tanpa kehadiran pedal kopling.

Namun, adakalanya pengendara tidak selalu menyukai mobil pintar. Sekali-kali ia juga ingin menjajal Volvo XC90 hingga ke batas kemampuannya. Dalam keadaan seperti itu, pengendara tinggal mematikan teknologi keamanan aktif yang melengkapi mobil itu. Dan, jika diperlukan, pengendara tinggal menghidupkan kembali teknologi keamanan aktif itu.

(JAMES LUHULIMA)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Agustus 2015, dengan judul “Menjaga Nusantara Terumbu Karang Terus Tumbuh di Segajah”