Empat tahun lalu, tidak ada terumbu karang di perairan sekitar Pulau Segajah, Kota Bontang, Kalimantan Timur. Namun kini, 3.000-an terumbu sudah ”memagari” bawah air Segajah. Ikan warna-warni semakin banyak menyambangi, seiring terumbu yang terus tumbuh sehat.
Menjelang tengah hari, akhir Mei lalu, Suriansyah (52) melaju dengan kapal motor membelah birunya perairan Selat Makassar. Dari Botang menuju Segajah cukup 15 menit. Ia ditemani Yasun, kawannya, serta Zulkarnain, Ketua Karang Taruna Bontang Kuala.
Sekitar 50 meter dari Segajah, kapal kayu bermesin tersebut berhenti. Selesai memakai perlengkapan snorkeling, Zulkarnain pun menceburkan diri ke laut. Dengan cepat dia menukik menuju dasar laut, menghampiri terumbu-terumbu yang tumbuh di hamparan pasir putih di dasar laut.
Terumbu-terumbu kecil tersebut ”menempel” pada paralon-paralon, batang kayu, dan besi yang ditancapkan di dasar laut. Paralon-paralon yang disusun mengerucut dan ada yang dirangkai seperti rak jemuran itu nyaris semua bagiannya terselimuti lumut hijau. Beberapa tampak melengkung karena mulai tidak kuat menyangga terumbu karang. Namun, ini kabar baik karena berarti terumbu karang tumbuh.
Ada ratusan paralon yang sambung-menyambung dan menancap di dasar perairan Segajah. Beberapa tahun lagi, Segajah, pulau berpasir putih yang ”menghilang” saat air pasang dan ”muncul” ketika air laut surut ini, bakal memiliki panorama bawah laut yang menawan.
Di dasar laut, hamparan pasir putih diselingi sekumpulan duri babi, satwa laut yang memiliki duri-duri panjang. Beberapa dari mereka berukuran besar, mungkin sebesar bola sepak takraw. Mereka ikut ”menikmati” suasana baru yang tercipta empat tahun terakhir.
Seekor lionfish, ikan yang dikenal beracun, tetapi mempunyai sirip-sirip menjuntai indah berwarna-warni, mengitari sebuah terumbu karang. Cantik.
Di terumbu karang lainnya, ikan-ikan kecil berseliweran dengan gembira. Mereka cuek dengan kedatangan beberapa manusia, para wisatawan, termasuk Kompas, yang siang itu memelototi mereka.
Adalah Suriansyah, warga Bontang Kuala, yang pertama mengawali menanam terumbu-terumbu karang tersebut. Ia adalah seorang nelayan yang saban hari melaut untuk mencari ikan, terutama lobster. Dia tak paham transplantasi terumbu karang, apalagi caranya, meski melakukannya hampir tiap hari.
”Segajah ini pulau yang biasa kami singgahi di sela-sela melaut atau memancing. Di pulau itu ada beberapa pohon bakau yang ditanam seorang warga, tahun 2000. Bagus juga hasilnya. Lalu saya berpikir, mengapa tidak coba menanam terumbu?” katanya.
Maka, Suriansyah pun memotong secuil bagian dari terumbu karang di tempat lain, lalu membawanya ke Segajah untuk ditanam. Awalnya dia hanya menancapkan kayu-kayu ulin berukuran kecil sebagai tempat mengikat terumbu karang. Apa yang dilakukan itu awalnya membuat warga heran. Nelayan sudah susah mendapat ikan, tetapi masih mau-maunya menanam terumbu.
Namun, Suriansya terus menanam. Lama-kelamaan, dia punya pengikut seperti Yasun dan Zulkarnain. Semangat semakin menggelora karena pemerintah daerah juga swasta merespons bagus usaha mereka. Akhirnya, terbentuklah Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Kuda Laut Mas. Kini paling tidak ada delapan penanam terumbu karang.
Beberapa perusahaan swasta pun mulai berpartisipasi menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dengan meminta bantuan pokmaswas itu menanam terumbu karang. Kadang Suriansyah juga dibantu sekelompok mahasiswa. Setiap minggu, terumbu karang yang ditanam bertambah.
Kini, paling tidak 3.000 terumbu yang sukses hidup. Generasi pertama terumbu karang yang ditanam empat tahun lalu, dan bertahan, kini sudah setinggi 40 sentimeter.
”Kalau bagus terumbunya dan cara menanamnya benar, dalam setahun terumbu bertambah tinggi 10 sentimeter,” ujar Suriansyah.
Belajar dari pengalaman
Meskipun demikian, pencapaian Suriansyah dan kawan-kawannya ini melewati tahap ”pahit” di awal. Yasun ingat ketika ribuan terumbu mati karena tak ada yang tahu cara menanam. ”Terumbunya mati karena tertutup pasir. Meletakkannya terlalu dekat dasar laut,” katanya.
Ternyata, menanam terumbu karang tidak bisa sembarangan. Banyak syaratnya. Pertama, tidak memotong banyak bagian dari terumbu induk. Cukup maksimal 10 persen saja agar terumbu induk juga tetap lestari. Untuk syarat ini, secara ”tak sengaja” dilakukan Suriansyah.
Syarat kedua, maksimal 15 menit begitu dipotong dari induknya, terumbu karang harus selesai ditanam. Syarat lain, ketinggian ideal penanaman sekitar 2 meter dari permukaan agar mendapat cukup cahaya matahari.
Terumbu induk yang ideal, lanjut Suriansyah, adalah yang minimal bercabang tiga. Kemudian, panjang potongan terumbu karang yang akan ditanam idealnya 7 sentimeter. Inilah beberapa hal yang belakangan baru diketahui Suriansyah.
”Karena tidak tahu cara menanam, awalnya banyak terumbu yang mati. Jenis terumbunya saja tidak tahu. Setelah bertanya ke banyak orang dan praktik, barulah kami tahu garis besar cara menanam. Sekarang 80 persen yang kami tanam, pasti bisa bertahan hidup,” katanya.
Terumbu yang sehat akan mengundang ikan-ikan dan itulah yang terjadi. Lima bulan pasca penanaman terumbu pertama, ikan menghampiri. Lalu semakin banyak dan ini artinya calon ekosistem baru segera terbentuk. Hanya soal waktu, sebelum tempat ini ”semarak”.
Tempat bersandar terumbu juga diperbarui. Paralon yang awalnya dipakai, kini mulai ditinggalkan karena lama-kelamaan tak kuat menyangga terumbu yang tumbuh. Banyak paralon yang ambruk, diganti dengan pipa besi. Saat ini, mereka mencoba metode lain.
”Tiga bulan lalu, kami coba cara baru, namanya sistem jemuran. Jadi, terumbu ditanam menggunakan pelampung yang diikat dengan pemberat. Ini untuk mempertahankan agar terumbu tetap sekitar 2 meter dari permukaan air. Sepertinya cara ini bagus,” ujar Suriansyah.
Dia berharap, jika terumbu semakin banyak, Segajah makin dikenal dan bisa menjadi tempat wisata baru di Bontang, selain Pantai Beras Basah. Kami rasa, jika beberapa tahun ke depan, kawasan ini bisa menjadi lokasi snorkeling, pastilah menyenangkan,” ujarnya.
Jika terumbu karang itu tetap dapat tumbuh dengan baik, bukan tidak mungkin beberapa tahun lagi Segajah bisa menjadi kawasan wisata baru di Bontang.
(Lukas Adi Prasetya)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Agustus 2015, di halaman 24 dengan judul “Menjaga Nusantara Terumbu Karang Terus Tumbuh di Segajah”