Warna musik dari India yang dipadukan dengan rock sempat tenar pada dekade 1970-an, terutama setelah The Beatles mengeluarkan ”White Album”. Keunikan musik India itu juga coba dimainkan sekelompok kaum muda Jakarta, Ramayana Soul.
April silam, Ramayana Soul mengeluarkan album perdana ”Sabdatanmantra” di bawah label rekaman Wasted Rockers Recordings. Album itu dicetak dalam rupa kaset sebanyak 100 keping. Agustus nanti, versi cakram padat album itu akan beredar sebanyak 500 keping yang diproduksi Majemuk Records. ”Semula enggak menyangka album itu jadi kaset, tetapi habis juga. Sekarang bakal ada CD-nya, jadi lebih mudah didengar,” kata Erlangga Ishander, vokalis, sekaligus pemain sitar dan keyboard, pekan lalu.
Album itu diwarnai bebunyian dari sitar sebenarnya, bukan dari manipulasi gitar. Selain itu, ada juga bunyi table yang dimainkan drumer Dimas Bimo Kamililah. Meski begitu, musik mereka masih dibalut instrumen standar seperti bas dan gitar sehingga menampilkan perpaduan antara corak tradisional India dan rock.
Erlangga atau Angga tak memungkiri bahwa idenya memadukan gaya semacam itu dipengaruhi band asal Inggris, Kula Shaker, dari dekade 1990-an.
”Namun dalam penulisan lirik, kami mengambil cara yang berbeda. Kula Shaker lebih eksplisit memakai kosa kata Hindu, sedangkan kami tidak,” ujar Angga.
Beberapa lagu Ramayana Soul terdengar mengalun pelan dengan lantunan mantra yang disuarakan Ivon Destian, tetapi disisipi suara teriakan. ”Biarkan saja seperti itu. Jadinya seperti menyatukan proses meditasi dengan amarah,” ujar Angga. Ramayana Soul juga beranggotakan Adhe Kurniawan (gitar) dan Irgan Tirtamurti (bas).
(Herlambang Jaluardi)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Agustus 2015, di halaman 32 dengan judul “Meditasi dan Amarah”