Ikan berlimpah-limpah di laut timur Indonesia. Salah satunya ikan tuna loin. Begitu tiba di Sekolah Usaha Perikanan Menengah Waiheru, Ambon, ikan-ikan tuna akan diolah hingga berubah wujud menjadi beragam produk pangan sedap dan menyehatkan. Laut pun menjadi berkah.
Di lahan sekitar 3 hektar milik Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Waiheru yang berbatasan dengan Teluk Ambon, sekitar 470 murid belajar mengolah ikan, mulai dari teori di dalam kelas hingga praktik langsung di ”pabrik” sekolah.
Olahan ikan yang dikembangkan guru dan murid bukan sekadar bakso atau nugget ikan yang sudah umum. Mereka berkreasi agar ikan dapat dinikmati dalam berbagai bentuk camilan.
Maka, daging ikan yang dihaluskan dengan blender dibuat surimi (lumatan daging ikan) untuk bahan membuat donat ikan, martabak ikan, dan kue brownies ikan. Camilan sehat dari ikan lalu dijual siswa di lingkungan sekolah sebagai upaya mendorong kompetensi kewiraswastaan.
”Teknologi pengasapan cair dalam pengolahan ikan asap juga mulai diperkenalkan kepada siswa,” ujar Alfred Paliama, Koordinator Teaching Factory (Tefa) Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan SUPM Waiheru. Selama ini, ikan asap, seperti cakalang, dibuat dengan cara dibakar, yang belum terjamin kebersihannya.
Untuk meningkatkan kualitas, para siswa diperkenalkan teknologi pengasapan cair ikan dan secara perlahan diperkenalkan kepada pengusaha lokal. Cara itu bukan saja untuk kebersihan produk, melainkan juga efisiensi produksi.
Pengolahan ikan menjadi salah satu keunggulan SUPM Waiheru yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan. Murid program teknologi pengolahan hasil perikanan diberikan berbagai kompetensi sesuai kebutuhan industri dan potensi di daerah.
Sekolah itu pun digandeng sebuah perusahaan pengekspor tuna loin untuk bisa menyediakan tuna loin yang diiris tipis (fillet) dan dibekukan. Sebuah kontainer pendingin dengan kapasitas 40 ton disediakan mitra perusahaan di SUPM Waiheru guna menampung irisan tuna loin untuk memenuhi permintaan dari luar negeri. Pembuatan irisan tuna loin sesuai standar industri.
Pasokan
Ikan untuk praktik produksi dipasok dari hasil tangkapan siswa nautika kapal perikanan yang berlayar dari Laut Ambon hingga Pulau Buru. Ada juga dari hasil budidaya ikan oleh siswa program budidaya, terutama hasil keramba jaring apung sebanyak 32 petak di sekitar Teluk Ambon, tak jauh dari sekolah.
Guna menghasilkan pelaut yang andal, SUPM Waiheru menyiapkan siswa program nautika dan teknika kapal penangkap ikan yang lulusannya banyak diincar perusahaan pelayaran dalam dan luar negeri. Sebelum berlayar, siswa nautika dan teknika kapal perikanan dibekali teori-teori kelautan. Sekolah memiliki simulator kapal perikanan dan navigasi yang membuat siswa terlatih mengemudikan kapal dalam berbagai kondisi cuaca dan beragam pelabuhan.
Tidak hanya berhenti di simulator, siswa juga harus memenuhi jadwal pelayaran. Dengan dua kapal latih milik SUPM Waiheru, yakni Kapal Motor (KM) Alalunga 30 GT dan KM Putulai 38 GT, siswa berlayar selama 90 hari per tahun. Satu perjalanan bisa menghabiskan seminggu.
Murid teknika dari SUPM Waiheru juga memiliki kompetensi unggulan untuk memperbaiki beragam mesin pendingin. Kemampuan itu penting saat berada di kapal ikan.
Jadi rujukan
Dengan berbagai keunggulan, seperti pendidikan berasrama, penerapan 70 persen teori dan 30 persen praktik, serta berbagai sarana prasarana terstandar, SUPM Waiheru menjadi rujukan bagi pemerintah dan SMK kelautan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sekolah itu selalu kedatangan guru dan siswa tamu dari SMK kelautan dan perikanan dari Kota Ambon dan pulau-pulau lainnya di Malulu ataupun Maluku Utara yang ingin praktik. SUPM Waiheru turut berkontribusi untuk melatih guru dan siswa praktik sesuai standar industri.
Achmad Jais Ely, Kepala SUPM Waiheru, mengatakan, sedikitnya ada 18 SMK kelautan dan perikanan dari Maluku dan 1 sekolah dari Maluku Utara yang punya nota kesepahaman dengan SUPM Waiheru. Bagi Sheira Umasugi, siswa SMKN Bara, Kabupaten Buru Selatan, yang merupakan mitra SUPM Waiheru, kesempatan untuk belajar di sekolah rujukan penting untuk meningkatkan kompetensinya. Selama sebulan dia tinggal di asrama SUPM Waiheru dan dapat menggunakan fasilitas praktik, seperti simulator kapal penangkap ikan.
Tahun lalu, SUPM Waiheru juga ditunjuk Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melaksanakan program pelatihan bagi siswa dari Fiji, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu untuk memperdalam kompetensi bidang kelautan dan perikanan.
Ada tujuh siswa asing yang ikut pelatihan bidang budidaya, teknologi pengolahan hasil ikan, dan teknika kapal penangkap ikan. ”Kami membuka diri untuk berbagi dengan sekolah lain,” kata Jais.
Menurut dia, sebagai daerah yang ingin menjadi lumbung ikan nasional, Ambon selayaknya mengembangkan pendidikan vokasi kemaritiman. Pendidikan itu akan memberdayakan warga yang sebagian ”dihidupi” laut. Di SUMP Waiheru, misalnya, 63 persen siswa merupakan anak-anak yang orangtuanya bekerja di bidang perikanan dan kelautan. Mereka-lah yang kelak ”mewarisi” kekayaan laut.
(Ester Lince Napitupulu)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Agustus 2015, di halaman 12 dengan judul “Olah Serba Tuna di Sekolah”