Melapor kepada Presiden kini ”semudah” melapor kepada ketua RT. Tinggal buka situs web atau aplikasi, masyarakat sudah bisa melaporkan apa saja yang perlu segera ditangani.
Ada banyak aplikasi pelaporan, di antaranya LaporPresiden dan SwaKita, selain berbagai media sosial yang selama ini dimanfaatkan untuk ”laporan” satu arah. LaporPresiden bisa diakses lewat situs web laporpresiden.org yang juga ramah diakses lewat perangkat bergerak. Selain itu, LaporPresiden juga bisa diakses lewat aplikasi pada gawai berbasis Android.
Penggagas LaporPresiden, Ainun Najib, mengungkapkan, ide awal LaporPresiden berasal dari keprihatinannya melihat ketidaklancaran komunikasi ke dan dari Presiden. Akibatnya, bermunculan informasi tidak jelas, dan cenderung dipelintir terutama tentang Presiden, tanpa diiringi penjelasan balik yang segera dan memadai.
”Saya melihat di bulan-bulan awal 2015, Presiden banyak diserang fitnah dan pelintiran oleh haters dan media online, baik yang abal-abal maupun resmi, seperti soal tanda tangan. Rasanya saat itu tiada hari tanpa isu saking banyaknya yang muncul,” kata Ainun.
Pelintiran yang menurut Ainun paling memprihatinkan adalah yang mengajak rakyat untuk bersikap pesimistis, terutama dalam kaitannya dengan bidang ekonomi. ”Itu kan bahaya buat negara kita karena dalam ekonomi, rawan terjadi self-fulfilling prophecy. Ketika rakyat terbawa pesimistis, ekonomi bisa jadi benar-benar lesu,” tukas Ainun.
Kondisi ini, menurut Ainun, disebabkan kurang lancarnya komunikasi di antara dua pihak, dari dan ke Presiden. Saat itu, belum ada Tim Komunikasi Presiden seperti yang sekarang ditangani Teten Masduki. Belum ada pula akun resmi semacam Facebook dan Twitter milik Presiden. ”Website Seskab waktu itu juga belum sepenuhnya jalan. Untuk yang ke Presiden, sama sekali tidak ada alur,” kata Ainun.
Ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Singapura, Ainun berkesempatan bertemu dengannya. Di situ, ia menyampaikan perlunya saluran komunikasi resmi ke Presiden. ”Untuk alur komunikasi dari Presiden, saya sebagai orang luar tidak bisa ambil peran apa-apa. Lain halnya dengan alur komunikasi yang ke Presiden, saya mungkin bisa ambil bagian. Dari situ tercetus ide LaporPresiden,” kata Ainun.
LaporPresiden, bagi Ainun, adalah upayanya untuk mengambil peran sebisa mungkin membantu negara. Belakangan, LaporPresiden yang mulai muncul ke publik Mei 2015 dijadikan kanal komunikasi resmi ke Presiden.
Sebelum membuat laporan, masyarakat diminta mengecek dulu apakah sebelumnya pernah ada laporan sama seperti yang hendak dilaporkan. Laporan ini dapat ditanggapi anggota masyarakat lainnya dalam bentuk pemberian suara atau vote jika merasa sepakat dengan laporan tersebut atau down vote jika merasa sebaliknya. Laporan dengan lima vote terbanyak akan disampaikan kepada Presiden.
Jika lebih tepat diajukan ke kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah, akan diteruskan ke Lapor! atau www.lapor.go.id yang dikelola pemerintah lewat Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)). Lapor! adalah Layanan Informasi dan Pengaduan Rakyat yang diakses lewat situs web dan aplikasi untuk gawai berbasis Android, Blackberry, dan iOS.
Sebagai contoh, lima laporan dengan vote terbanyak dalam LaporPresiden pada saat ini adalah usulan kebijakan hukuman mati untuk koruptor, tolong bidan desa PTT pusat Indonesia, sepak bola Indonesia, bubarkan ormas yang bikin resah (bermasalah), dan hentikan kasus kriminalisasi Apung Widadi yang coba bongkar persoalan sepak bola Indonesia.
SwaKita
Di tingkat akar rumput, ada aplikasi SwaKita yang dibangun oleh Sumarpung Halim sejak setahun lalu, dalam bentuk aplikasi yang dibenamkan dalam gawai berplatform Android. Aplikasi ini digagas menjadi semacam jembatan antara warga dan pemimpinnya di tingkat kelurahan. Warga bebas menyampaikan masukan, saran, dan keluhannya. Ada pula aplikasi sejenis bernama Qlue yang juga sudah digunakan kalangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Untuk sistem keamanan SwaKita, Sumarpung membuatnya ketat, yakni berdasarkan pin, seperti pada Blackberry Messenger. Satu gawai hanya bisa mendapat satu pin. Ini untuk menghindari laporan fitnah. ”Kalau berdasarkan e-mail, khawatir nanti orang akan buat e-mail palsu sebanyak-banyaknya untuk membombardir laporan tidak benar. Jika berdasarkan pin, orang perlu punya banyak gawai (gadget) jika ingin membuat laporan yang sama dengan banyak identitas. Ini lebih sulit dilakukan,” tutur Sumarpung.
Verifikasi laporan dibuat terbuka. Artinya, jika ada sebuah laporan masuk, warga lain bisa menanggapi isi laporan tersebut, apakah memang sesuai fakta di lapangan atau sebaliknya. ”Konsep aplikasi ini adalah media sosial, seperti halnya Twitter atau Facebook. Ketika ada yang memberi laporan, orang lain bisa membacanya dan memberi penilaian terhadap laporan tersebut. Misalnya, ketika dikatakan ada jalan rusak di suatu ruas jalan tertentu, warga lain yang mengetahui kondisi jalan yang dimaksud bisa memberi tanggapan, apakah memang seperti itu, lebih parah, atau sebaliknya,” kata Sumarpung.
Aplikasi ini dibuat gratis. Warga hanya perlu mengunduhnya di gawai masing-masing yang berbasis
Android, sementara lurah mengunduh aplikasi SwaKita Pemda. Lurah bisa memasukkan stafnya agar bisa ikut mengakses akunnya dan mengelola laporan yang masuk lewat aplikasi.
Untuk versi SwaKita Pemda, menurut Sumarpung, pihaknya telah merancang, laporan-laporan yang masuk di suatu kelurahan bisa ikut dipantau oleh camat yang membawahkan kelurahan tersebut. Demikian juga seterusnya, laporan-laporan yang masuk untuk kelurahan-kelurahan di wilayah kecamatan tertentu bisa dipantau oleh wali kota terkait, dan seterusnya hingga ke Gubernur DKI Jakarta.
Diakui Sumarpung, penggunaan aplikasi ini akan sangat bergantung pada keaktifan kedua belah pihak dan interaksi yang tercipta. Warga yang ingin memasukkan laporan, tinggal membuka aplikasi dan masuk pada fitur Peta, kemudian menentukan daerah mana yang ingin ia akses lalu menyampaikan laporannya. Sejauh mana lurah menanggapi laporan bergantung pada respons lurah itu sendiri. Warga dan pejabat di atasnya diharapkan mendorong lurah agar menanggapi laporan yang masuk.
Selain memantau perkembangan di wilayah tempat tinggalnya, warga juga bisa memantau daerah lain yang menjadi pusat perhatiannya. Setidaknya warga bisa melihat informasi dasar tentang suatu kelurahan, mulai dari nama lurah hingga penampilan sebuah kantor kelurahan melalui foto yang diunggah. Untuk verifikasi akun lurah, masih dilakukan melalui Sumarpung.
Sementara ini, SwaKita baru dimanfaatkan oleh lurah-lurah di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Namun, sebenarnya, aplikasi ini juga bisa digunakan oleh lurah di wilayah lain karena sifatnya terbuka dan gratis.
(Sri Rejeki)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Agustus 2015, di halaman 30 dengan judul “Pak Presiden, Kami Mau Lapor.. .”.