Siaran Senang-senang Tanpa Gelombang

3437
0

”Sikat, Skoy!” Begitulah ucapan yang sering diucapkan penyiar RURUradio untuk mempersilakan pendengarnya menyimak lagu yang hendak mereka pasang. ”Skoy” itu tidak punya arti khusus. Penyiar radio itu menyapa pendengarnya dengan sebutan ”skoyer”.

RURUradio adalah salah satu dari beberapa radio yang siarannya tidak memakai gelombang radio, tetapi dengan koneksi internet. Radio ini berada di bawah naungan ruangrupa, sebuah komunitas pekerja seni di Jakarta.

Namanya pekerja seni, mereka bebas berekspresi, termasuk menyiarkan lagu-lagu kesukaan mereka yang belum tentu populer. Bukan cuma itu, radio itu juga tidak membatasi perkataan penyiarnya. Jadi sering juga terdengar ungkapan ”kebun binatang” dalam konteks candaan atau ungkapan kekaguman. Hal seperti itu diharamkan di radio konvensional.

Arie Dagienkz, penyiar radio konvensional selama 14 tahun, mengaku jenuh dengan lagu-lagu yang diputar di radio pada umumnya. ”Stasiun radio memang banyak, tetapi lagunya itu-itu saja. Durasi omongan penyiar juga sangat dibatasi. Pembatasan itu bisa diterabas di radio internet,” kata Dagienkz, yang kini berperan sebagai Stasion Manager Balapan RURUradio (begitulah yang tertulis di kartu namanya).

Dagienkz yang mengawali karier penyiarnya di Radio Prambors itu menyebutkan, ada sepuluh penyiar di RURUradio, di antaranya Gilang Gombloh, Popo, Ricky Malau, juga gitaris band White Shoes and The Couples Company Saleh Husein. Ada juga DJ tamu, seperti Wahyu Acum ”Bangkutaman” yang menyiarkan program Gila Vinyl.

Semua penyiarnya dapat gaji bulanan, yang kata Dagienkz ”cukupanlah”. Radio itu mendapat subsidi dari ruangrupa, yang pemasukannya antara lain berasal dari lembaga dana atau funding. Selain itu, mereka juga menyiarkan iklan komersial.

Dana itu, selain untuk membayar gaji dan membeli peralatan, juga dipakai untuk biaya langganan internet serta langganan software siaran sekitar Rp 1 juta per bulan. Penggunaan software berbayar itu memungkinkan mereka untuk didengar hingga seribu pendengar sekaligus.

Saat peluncuran radio dari kafe 365 Ecobar, Minggu (1/2), radio itu didengar oleh sekitar 1.400 orang. Sehari-hari ada sekitar 100 orang yang mengikuti siaran mereka. Program primetime Menggambar di Udara, misalnya, pernah disimak sampai 200 orang sekaligus.

Fasilitas RURUradio tergolong lengkap. Penyiarnya cuap-cuap di ruangan berpendingin udara dan menggunakan dua layar monitor LCD. Di ruangan berukuran sekitar 3 meter x 3 meter itu terdapat dua mesin pemutar piringan hitam. Karena menggunakan internet, mereka tak perlu memasang menara pemancar yang katanya bisa belasan miliar rupiah.

Pada awalnya, RURUradio melakoni siaran dengan peralatan seadanya. ”Dulu mikrofonnya malah pakai mik laptop. Laptopnya pinjaman. Jadi kadang-kadang kalau siaran, yang punya laptop sering bilang, ’Bang, kalau ngomong agak jauhan dari layar dong.’ Biar layarnya enggak basah, he-he,” kata Ricky Malau, penyiar yang lebih banyak mengoceh daripada memutar lagu.

Awak radio internet Pamityang2an siaran langsung pentas Ngayogjazz, Yoggyakarta. arsip pamityang2an
Awak radio internet Pamityang2an siaran langsung pentas Ngayogjazz, Yoggyakarta.
arsip pamityang2an

Swadaya

Roi-radio di Bandung dibangun atas semangat do-it-yourself, atau swadaya. Jargon itu sering dipelesetkan menjadi ”duit-yourself”, alias pakai duit sendiri. Mereka berpatungan untuk membayar sewa server, langganan internet, listrik, dan web hosting.

Terkadang ada bonus untuk reporter yang liputan ke lapangan, tetapi tak sering-sering. Setiap bulannya, biaya operasional radio itu sekitar Rp 600.000.

Mereka tidak menyewa kantor, tetapi meminjam satu ruangan di rumah orangtua Genta Lintang Wyasa, yang ditunjuk sebagai Head of Marketing Roi-radio. Peralatannya sumbangan dari teman-teman mereka.

”Komputer yang dipakai siaran bekas komputer untuk kasir di kafe punya teman yang sudah tutup. Mixer dua saluran sumbangan dari teman anak band. Mikrofon juga dikasih orang. Sound card kami beli patungan,” kata Bima Dwidiptayana, Produser Roi-radio.

Server Roi-radio hanya bisa menampung pendengar maksimal 100 orang sekaligus. Dengan keterbatasan itu, Roi-radio tetap mengusung misi yang asyik. Mereka hendak mempromosikan karya kreatif anak muda bertalenta di Bandung.

Bentuknya tidak hanya memutarkan lagu-lagu dari band kesukaan mereka. Komunitas kreatif kerap diundang untuk siaran di acara bincang-bincang bertajuk ”Duruk Bako”, atau Dukungan Ruang Kami bagi Komunitas.

Mereka juga punya program khusus untuk pendengar yang masih berseragam putih-abu-abu dalam siaran Aksi Siswa setiap Jumat pukul 16.00-18.00. Dalam program itu, kata Bima, mereka mengajak ngobrol siswa SMA. ”Biasanya sih ngomongin tentang kegiatan ekstrakurikuler,” ujarnya.

Mereka tidak memungut biaya bagi band, komunitas film, pelaku industri kreatif, dan siswa sekolah untuk mempromosikan diri. ”Kami sekarang sedang menata manajemen untuk menerima iklan. Uangnya nanti dipakai untuk cari kantor, beli peralatan, dan bikin acara,” lanjut Bima.

Bersiasat

Radio Pamityang2an di Yogyakarta tidak memiliki bilik siaran khusus. Tujuh penyiar tetapnya, yang bergabung dalam Dewan DJ, bisa siaran di mana pun, kapan pun, selama ada laptop yang tersambung internet. Lagu yang diputar umumnya adalah koleksi para penyiarnya.

Server mereka hanya bisa menampung 100 pendengar, tetapi terkadang disiarkan ulang (relay) oleh jogjastreamers dan erdioo sehingga kuota bisa bertambah hingga tiga kali lipat. Pendengar terbanyak terjadi ketika siaran langsung konser Sheila on 7 dengan 4.000 pendengar.

”Kami bingung cari server pinjaman. Setelah dicari-cari, dapat ’tebengan’ server yang biasa dipakai untuk menyimpan data e-KTP sebuah kabupaten di DIY,” ucap Yopie Irawan alias DJ Enggot.

Entah bagaimana cara dan aspek legalitasnya, manajer band Melancholic Bitch itu tak paham. Untuk mencukupi biaya langganan internet dan sewa server, Pamityang2an menjual kaus. Pernah juga ketika siaran langsung dari lokasi pertunjukan musik mereka juga jualan minuman ringan.

Pamityang2an tidak menyiarkan cuap-cuap penyiarnya, tetapi berkicau melalui Twitter. Makanya, untuk bisa menikmati siaran mereka, disarankan untuk memantau akun Twitter mereka, yang sering mengomentari sebuah lagu dengan jenaka.

Jadwal siarannya pun suka-suka, tergantung siapa yang sempat walaupun di situs web pamityang2an.com sudah ada jadwal dan programnya. ”Pernah ada yang siaran tengah malam. Dia memutar rangkaian lagu, tetapi tidak ngetweet. Ternyata penyiarnya ketiduran,” ucap Yopie.

Nah, kalau bosan dengan lagu yang itu-itu saja, cobalah sesekali dengar radio internet ini. Selain tiga radio itu, masih banyak yang lainnya, seperti bukanradiofm dan Kanaltigapuluh. Kalau mumpuni, dengar lewat smartphone juga bisa asal punya pulsa internet.

Atau tertarik membuat radiomu sendiri? Software siarannya bisa diunduh gratis lho. Biaya sewa server dan web hosting, kalau menyimak dari pengalaman Roi-radio, sekitar Rp 100.000 per bulan. Siapa tahu radiomu bisa memunculkan artis baru. Bisa juga kamu jadi penerus Howard Stern, penyiar dari Amerika Serikat yang komentarnya lebih dinanti daripada lagu yang ia putar. (HEI)