Gemericik Keindahan di Kaki Rinjani

48
1125

Detik waktu seakan berhenti di Tetebatu di kaki Gunung Rinjani, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Pemandangan alam hijau, tenang, dan sejuk. Air terjun gemericik, segar membasuh tubuh. Terletak di Kecamatan Sikur, Tetebatu adalah sisi lain ”surga” di Lombok.

Berada di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, Tetebatu menawarkan panorama indah sawah, kebun, hutan, dan air terjun. Posisinya yang berada di kaki Rinjani memungkinkan wisatawan menyaksikan detik-detik matahari terbit dan tenggelam.

Wisatawan asing blusukan di Tetebatu sejak akhir tahun 1980, dibawa oleh para agen perjalanan. Sebagian besar berasal dari Belanda, Inggris, Perancis, Spanyol, Jerman, dan Italia. Wisatawan dari Singapura belakangan mulai berdatangan ke Tetebatu.

Mereka menikmati Tetebatu dengan berjalan kaki (trekking) dari Dusun Orong Grisak menempuh jarak hingga 7 kilometer. Perjalanan bisa menghabiskan waktu 2-5 jam tergantung permintaan rute tempuh. Perjalanan biasanya melewati permukiman warga, pematang sawah dengan latar belakang pemandangan Gunung Rinjani yang silih berganti dengan kebun pala, vanili, atau tembakau, dilanjutkan mengunjungi beberapa lokasi air terjun.

Salah satunya adalah air terjun Tibutopat yang dapat ditempuh dalam waktu 15 menit berjalan kaki dari tengah desa. Air terjun ini tidak terlalu tinggi sehingga air yang mengalir ke bawah pun tidak terlalu deras. Suasana gemericik air terjun yang berirama menjadi teman di tengah alam yang tenang.

Di bagian bawah air terjun terdapat kolam sedalam sekitar 4 meter. Airnya yang kehijauan terasa dingin menembus kulit, tetapi terasa menyegarkan. Kolam ini terbentuk setelah warga meletakkan karung-karung pasir di sekeliling tempat jatuhnya air.

”Biar bisa dipakai untuk berenang,” ujar Fadli, mantan kepala dusun yang kini menjadi penggerak Desa Tetebatu. Vegetasi di sekitarnya masih cukup rapat dengan beberapa jenis tanaman yang sulurnya menjuntai hingga ke bawah, menambah adem suasana. Berjalan menuju Tibutopat kita akan melewati pohon-pohon bambu dan kebun-kebun milik warga. Kontur tanah yang landai, curam, dan terjal cukup menguras tenaga.

Selain Tibutopat, ada air terjun yang lebih tinggi, yaitu air terjun Jeruk Manis atau Jukut, yang ditempuh dengan 1,5 jam berjalan kaki dari Tetebatu. Letaknya di sebelah selatan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Warga sekitar memercayai, air di lokasi ini berkhasiat menyuburkan rambut.

Lokasi ini juga sering dijadikan titik awal pendakian puncak Gunung Rinjani setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut. Namun, menurut Fadli, belakangan jarang pemandu mengajak wisatawan mengunjungi air terjun ini karena tiket masuknya yang cukup tinggi, mencapai Rp 150.000 per orang. Alasannya karena berada di dalam kawasan taman nasional. Air terjun lainnya adalah Joben di barat laut Tetebatu.

Masih ada satu lokasi yang wajib dikunjungi wisatawan, yaitu monkey forest yang juga berada di dalam kawasan taman nasional. Jika beruntung, kita bisa bertemu dengan sekawanan monyet hitam dan melihat aktivitas mereka dari dekat.

 

Matahari terbit

Matahari terbit atau terbenam bisa disaksikan di Prempungan yang jika ditempuh dengan kendaraan butuh waktu 15 menit dari Tetebatu. Pada pagi hari, matahari muncul setelah melampaui horizon dengan warna kuning tembaganya. Sinarnya membuat pohon-pohon kelapa menjadi siluet memantul di sawah-sawah yang belum lama ditanami. Khas pemandangan alam pedesaan.

Seorang warga melintas dengan dua keranjang penuh pisang yang baru saja dipanen. Sementara para petani mulai berangkat ke sawah. Aktivitas petani, seperti menanam atau memanen padi, menjadi pemandangan yang menarik bagi wisatawan.

Warga setempat ramah menyapa karena terbiasa melihat wisatawan melintasi kampung mereka. Sambil main gasing atau egrang, anak-anak kecil akan tersenyum dan melambaikan tangan ketika melihat wisatawan melewati kampung mereka. Di Tetebatu, setahun sekali diselenggarakan lomba gasing yang diikuti peserta dewasa dengan gasing hias berukuran besar.

Setelah lebih banyak dikuasai agen perjalanan dan hotel-hotel bermodal besar, warga setempat juga ingin ikut mengelola potensi alam desa mereka. Warga mulai bersiap membenahi rumah-rumah mereka agar bisa dimanfaatkan sebagai rumah inap atau home stay. Jika swakelola ini berhasil, diharapkan dapat menahan laju keberangkatan orang setempat sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI).

”Selama ini, sebagian besar warga laki-laki di desa itu menjadi TKI, terutama ke Malaysia. Mereka banyak bekerja di perkebunan sawit agar bisa membangun rumah di kampung,” ujar Fadli.

Tetebatu yang permai menanti sentuhan tangan-tangan putra daerah. Bukan untuk menyulap wajah Tetebatu menjadi lebih gemerlap, melainkan untuk memelihara keindahan Tetebatu agar tetap bersahaja.

Kompas/Sri Rejeki
Kompas/Dwi As Setianingsih