Sensasi ”Nyemplung” di Danau Es

0
914

Bagi orang Finlandia, sauna bukan sekadar cara untuk mencari kehangatan pada musim dingin. Sauna adalah gaya hidup. Setiap rumah di negeri di utara ”Benua Biru” itu memiliki tempat sauna. Urusan pribadi hingga urusan negara bisa dibicarakan sambil bersaunaria.

Kami mencicipi sauna ketika singgah di sebuah vila mungil nan cantik bernama Villa Paratiisi. Paratiisi berarti ’surga’. Vila di tepi Danau Poikkipuoliainen ini berada di kawasan Taman Nasional Nuuksio. Vila berjarak 10 kilometer dari Haltia The Finnish Nature Center. Namun, karena tidak ada jalan langsung, kami harus memutar dan menempuh jarak 50 km dari Haltia.

Sementara Haltia berjarak sekitar satu jam perjalanan bermobil dari Helsinki. Menurut Direktur Haltia Tom Selänniemi, Haltia merupakan jendela untuk melihat alam asli Finlandia. Haltia juga menjadi contoh bangunan publik yang berkelanjutan. Diharapkan, dengan mengunjungi Haltia, pengunjung terdorong untuk terjun ke alam sebenarnya.

”Konsep berkelanjutan terlihat dari bangunan yang seluruhnya terbuat dari kayu. Tidak ada besi baja. Begitu pula semen, kecuali pada fondasi. Kayu yang digunakan adalah blok yang terdiri atas lapisan kayu timber dan spruce atau pohon natal yang digabungkan dengan lem. Struktur bangunan disusun dari blok-blok kayu ini seperti kita menyusun lego,” katanya.

Dengan material ini, bangunan bisa menyimpan panas dan kelembaban udara dan menggunakannya sesuai kebutuhan. Demikian pula dengan listrik. Panas yang ditangkap dari sinar matahari disalurkan ke bebatuan di dalam bumi dan diolah menjadi listrik. Sebagian besar energi dipenuhi sendiri.

Dingin membeku

Kami tiba pukul 17.00 di Villa Paratiisi ketika hari mulai gelap. Musim dingin di Finlandia membuat matahari sehari-hari hanya muncul beberapa jam. Saya berada di sana bersama rombongan jurnalis dari Eropa ditemani anggota staf dari Helsinki Marketing Ltd.

Tiba di vila, pemandu kami, Ollie Rinne, langsung menuju danau es yang permukaannya telah membeku. Ia menenteng gergaji besi panjang dan sebuah kapak dan menunjukkan sebuah calon lubang seukuran 1 meter x 1 meter di bawah gapura kecil di tepi danau.

”Lihat, ini kemarin sudah saya gergaji separuh ketebalannya. Untuk menggergaji sisanya saya butuh usaha keras,” kata Ollie.

Ia berusaha meyakinkan bahwa tutupan es di danau itu sudah cukup tebal. Kami tidak perlu khawatir jika ingin berjalan-jalan atau bahkan bermain seluncur di atasnya. Ollie kemudian mengeluarkan beberapa peralatan seluncur yang operasinya dikontrol oleh kaki. Alat itu bisa dimainkan sendiri atau berdua. Satu orang duduk manis di depan, sedangkan satu lagi berdiri di belakang seluncur. Dengan bantuan satu kaki, seluncur didorong agar melaju di permukaan es. Kami menikmati sore yang semakin gelap dengan menyusuri lapangan es yang dikelilingi hutan dan sederet kecil permukiman yang tampak jauh di seberang danau.

Ollie butuh waktu cukup lama untuk menyelesaikan lubang di permukaan es yang ketebalannya mencapai 10 sentimeter. Kami sudah cukup puas bermain seluncur ketika ia selesai membuat lubang. ”Nah, ini jacuzzi kalian sudah jadi,” kata Ollie yang membuat kami sedikit bergidik membayangkan rasanya mencebur ke air danau yang permukaannya membeku itu.

Sebelum masuk ke vila yang bentuknya lebih mirip pondok atau rumah mungil ini, kami mendekat ke perapian semacam tong berisi kayu-kayu yang dibakar. Beberapa potongan batang pohon dipasang melingkari tong sebagai tempat duduk. Suasana saat itu terasa syahdu di tengah keheningan alam yang semakin gelap.

Di dalam vila, Ollie kembali sibuk. Kali ini ia mempersiapkan sauna. Ollie membakar kayu yang ditaruh di perapian ”kompor” sauna. Ke atas perapian yang ditutupi batu-batu hitam, ia siramkan air. Setelah itu, ia mengambil beberapa ikat daun birch kering yang lantas direndam di dalam air hangat.

Kami pun bersiap untuk mencicipi sauna yang dibanggakan orang Finlandia. Jurnalis dari Rusia dan Latvia bercerita, mereka pun mengenal sauna di negara masing-masing. Namun tidak persis sama seperti yang mereka alami di Finlandia. Kebiasaan sauna mereka pun tidak sekental orang Finlandia.

Tiap pekan

Leena Karppinen dari Helsinki Marketing Ltd mengungkapkan, orang Finlandia sangat menikmati sauna. Mereka rata-rata bersauna sekali sepekan, terutama pada Jumat atau Sabtu. Biasanya dilakukan bersama keluarga. Orangtua dan anak-anaknya akan duduk sambil berbincang di atas bangku kayu panjang yang disusun seperti tribune di dalam ruang sauna sambil menikmati uap panas merasuki kulit. Biasanya pembicaraan sambil bersauna terasa lebih akrab dari hati ke hati.

”Kami memercayai sauna ini berkhasiat membersihkan kulit dan tubuh dari kotoran dan penyakit serta membuat rileks pikiran. Itu sebabnya sauna biasa dilakukan tanpa mengenakan busana. Jika mengenakan baju renang, dikhawatirkan malah membahayakan kalau ada sisa klorin
di bajunya. Namun, beberapa orang yang tidak terbiasa bisa mengenakan handuk. Silakan saja. Tidak ada yang benar atau salah dalam sauna,” kata Leena.

Dahulu sauna juga dimanfaatkan untuk tempat ibu melahirkan. Suhu di dalam ruang yang mencapai 100 derajat celsius membuat kuman-kuman mati sehingga ruangan steril. Meski sudah ada rumah sakit atau bersalin, kadang-kadang sauna masih dipilih sebagai tempat melahirkan.

Tidak hanya pembicaraan keluarga, sauna juga dimanfaatkan untuk
melancarkan lobi, dari bisnis hingga politik. Menurut Leena, tidak jarang politisi Finlandia termasuk presiden mereka melakukan lobi politik
di sauna.

Di perkotaan yang didominasi apartemen juga ditemui sauna. Biasanya satu ruang sauna digunakan oleh beberapa unit apartemen dengan membuat jadwal pemakaian. Satu sauna bisa digunakan penghuni dari 6-10 unit apartemen.

Sauna tidak hanya dimanfaatkan pada saat musim dingin, tetapi juga di musim-musim lainnya, termasuk musim panas. Biasanya mereka akan menggabungkan aktivitas sauna dengan berenang di danau. Finlandia memiliki banyak danau yang terjaga kebersihannya.

Daun birch

Meski uap panas mencapai 100 derajat celsius, di kulit tropis seperti saya hanya terasa gerah seperti sedang berada di bus kota tanpa pendingin di tengah kemacetan Jakarta. Hanya saja gerahnya merata. Untuk menambah uap panas, kami menyiram batu-batu panas dengan air yang ditaruh di ember kayu. Di ember ini pula ditaruh ikatan daun birch yang fungsinya untuk dipukul-pukulkan secara halus ke punggung, tangan, atau kaki kita demi meredakan lelah. Harum daun birch samar-samar tercium. Sambil berbincang, kami menikmati pemandangan danau es yang cantik dari jendela kecil di ruang sauna.

Setelah merasa cukup hangat, kami pun bersiap mencoba sensasi mencebur ke danau es. Angin dingin yang menerpa hampir saja mengurungkan langkah kaki. Namun, keinginan untuk mencoba rasanya mencebur ke air danau es lebih kuat.

Saya sempat dua kali nyemplung hingga sebatas leher karena mencelupkan kepala sangat tidak dianjurkan. Sekian lama di dalam sauna memberi rasa kebal rasa kepada kulit. Untuk mengimbangi keringat yang keluar kita harus banyak minum air putih. Setelah puas bersauna, kami menikmati makan malam lezat buatan Tiina. Roti beroleskan mentega, sup, salmon asap, dan berakhir dengan beragam beri dan teh hangat menjadi penutup sempurna pengalaman hari itu.

OLEH: SRI REJEKI


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Juli 2015, di halaman 25 dengan judul “Sensasi ”Nyemplung” di Danau Es”.