Pernah dengar kata gawai, jejaring, kata sandi, laman, piranti, pindai, perundungan, sunting, unggah, atau unduh? Mungkin banyak orang yang masih belum ”ngeh”, bahkan merasa asing dengan kata-kata itu.
Padahal, masing-masing istilah itu adalah padanan dari gadget, network, password, homepage, device, scan, bullying, edit, upload, dan download—yang sudah akrab bagi masyarakat masa kini.
Coba kita runut sejarah dulu. bahasa Indonesia adalah bahasa komunikasi sekaligus bahasa resmi dan bahasa persatuan bangsa Indonesia sejak diikrarkan para pemuda dalam Kongres Pemuda I di Batavia (nama lama Jakarta) pada 27-28 Oktober 1928. Kongres itu menghasilkan Sumpah Pemuda yang menegaskan satu Tanah Air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan, yaitu Indonesia.
Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia memiliki landasan hukum kuat. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya Bab XV, Pasal 36, menyebutkan, Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai empat fungsi, yakni sebagai lambang kebanggaan nasional, identitas nasional, alat pemersatu seluruh bangsa Indonesia, dan alat penghubung antarbudaya dan antardaerah.
Ketika interaksi dengan bangsa-bangsa lain kian kuat, bahasa Indonesia juga menyerap banyak kosakata asing. Lebih dari itu, kita sebenarnya juga membuat banyak padanan untuk istilah-istilah asing itu.
Contohnya, ya sejumlah istilah terkait teknologi komunikasi digital tadi. Gawai untuk gadget,jejaring sepadan dengan network, kata sandi (password), laman (homepage), piranti (device), pindai (scan), perundungan (bullying), sunting (edit), unggah (upload), atau unduh (download).
Hanya saja, kreativitas kita dalam memunculkan kosakata baru bahasa Indonesia sebagai padanan atas istilah asing itu belum disadari sebagian masyarakat. Sebagian padanan itu pun menjadi kurang populer dan jarang dimanfaatkan dalam percakapan sehari-hari. Dalam banyak kesempatan, bahkan kata-kata tersebut juga dianggap aneh.
Saat bersamaan, sebagian dari kita mungkin kurang peduli dengan penyegaran bahasa Indonesia. Kelompok terakhir ini bahkan cenderung memandang bahasa asing lebih keren ketimbang bahasa kita sendiri.
Perlu belajar lagi
Bagaimana kaum muda melihat soal ini? Musfiah Saidah, mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, mengatakan, banyak kata baru dari bahasa asing yang lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari.
”Baru belakangan ini saya membiasakan diri membaca koran dan menemukan kata yang terdengar aneh. Setelah saya cek, ternyata itu kata dalam bahasa Indonesia. Misalnya, gawai untuk gadget. Rasuah untuk korupsi,” kata Musfiah di Jakarta, Kamis (27/10) lalu.
Dari situ, dia kemudian tertarik untuk belajar lagi dan memburu istilah-istilah baru. ”Saya tersadarkan, bahasa Indonesia itu keren. Menggunakan bahasa Indonesia ternyata lebih kece. Ayo cari tahu, ubah katamu dan rasakan kebanggaannya,” ajaknya.
Pendapat serupa disampaikan Korie Khoriah, mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah. Anggota Lembaga Pers Mahasiswa MISSI UIN Walisongo Semarang ini menilai, sosialisasi padanan kata bahasa Indonesia masih kurang. Saat berbarengan, banyak orang yang merasa lebih keren saat bercas-cis-cus dengan bahasa asing.
”Jika terus dibiarkan, kebiasaan itu akan melemahkan eksistensi bahasa Indonesia. Lihat saja setiap kali hasil ujian keluar, nilai bahasa Indonesia pelajar Indonesia lebih rendah ketimbang nilai bahasa asing,” ujarnya.
Begitu pula pendapat Ach Khalilurrahman, mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura.
”Saya tahu banyak padanan kata asing dalam bahasa Indonesia, tetapi sulit dipraktikkan dalam percakapan sehari-hari karena lawan bicara tidak tahu. Manfaatkan teknologi untuk mempercepat penyebaran kata padanan bahasa Indonesia untuk kata asing ini,” katanya.
Taufikur Rohman, mahasiswa Program Studi Manajemen Bisnis Syariah Jurusan Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, Jawa Tengah, mengatakan, bahasa asing memang kadang menjadi simbol intelektualitas. ”Bisa berbahasa asing menjadi nilai lebih di mata masyarakat. Mahasiswa yang pandai berbahasa asing dianggap sebagai mahasiswa cerdas dan berkompeten. Terutama kala berbicara dalam forum diskusi dengan mahasiswa lain kampus,” katanya.
Faktor itu sering mendorong anak muda untuk mendalami berbahas asing hanya agar dianggap intelek.
Tidak malu
Walau jarang menggunakan padanan kata dalam bahasa Indonesia untuk istilah asing populer, bukan berarti kaum muda malu berbahasa Indonesia. Mereka tetap bangga negeri ini memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan pengetahuan.
Mereka juga mau belajar dan terbuka dengan adanya kata-kata baru sebagai padanan kata asing yang lebih dulu populer. Di luar padanan kata tersebut, bahasa Indonesia sebelumnya mempunyai banyak kata serapan yang diambil dari berbagai bahasa asing, seperti bahasa Arab, Belanda, Inggris, Portugis, dan Sanskerta.
Apalagi, perjuangan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sekaligus bahasa resmi dan bahasa nasional begitu penuh kisah membanggakan dan inspiratif.
Bukankah dulu para pemuda dari berbagai daerah yang berbeda dengan suku bangsa dan bahasa berbeda pula rela membuang ego masing-masing demi meneguhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan?
”Segala perbedaan dalam elemen masyarakat disatukan dengan satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia,” kata Muhammad Rohmadi, dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Universitas Sebelas Maret Surakarta yang juga Ketua Umum Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia.
ARGUMENTASI
Cerdas Berbahasa
Bulan Oktober identik dengan pemuda, bahasa, dan Tanah Air. Ini karena gelora Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang sampai saat ini terus ada. Berbicara pemuda dan tanah airnya tentu ”bias” tanpa kehadiran bahasa Indonesia sebagai identitas nasional. Namun, kita masih menemui persoalan penggunaan kosakata asing yang kian marak.
Isu ini menjadi bagian dari kesetiaan berbahasa di tengah derasnya globalisasi. Tak hanya bahasa Indonesia yang terhegemoni bahasa asing, bahasa daerah, seperti Sunda, Jawa, ataupun Bugis, pun terancam jika penuturnya tidak ada lagi. Kita lebih kenal istilah mouse,flash disk, powerpoint, browser, power bank, blogger, barcode ketimbang tetikus, diska lepas, salindia, peramban, bank daya, narablog, kode batang.
Padahal, konstitusi kita mengamanatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kenegaraan dan pengembangan iptek dan kebudayaan (UUD 1945 Pasal 36, UU Nomor 24 Tahun 2009, PP Nomor 57 Tahun 2014). Mulai sekarang, kita harus cerdas dalam berbahasa. Sebisa mungkin dahulukan suatu istilah dalam padanan bahasa Indonesia atau bahasa daerah.
Padanan Kata Itu Penting
Semenjak mengikuti mata kuliah penulisan berita khas dan penulisan artikel, dosen yang mengampu mata kuliah tersebut sering mengucapkan kata gawai, waralaba, salin, dan pindai. Bagi saya, padanan kata itu menjadi penting. Selain menambah jumlah kosakata, padanan kata juga menjadi penting agar kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Kita bisa belajar dan mengetahui padanan kata asing dalam bahasa Indonesia dengan sering membaca atau memperhatikan media massa. Di media massa sering dituliskan dan disebutkan padanan kata sebuah istilah asing. Misalnya, dalam pemberitaan pilkada DKI Jakarta, kata petahana sering muncul, sebagai padanan kata dari incumbent.
Beragam Bahasa
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang berasal dari turunan bahasa Melayu. Di dalam bahasa Indonesia juga terdapat unsur kata serapan yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata tersebut kemudian dikenal luas, seperti download, copy, bus, radio, jendela, dan masih banyak lagi.
Bahasa Indonesia juga mengubah arti kata singkatan ke dalam pengucapan bahasa Indonesia, seperti singkatan ATM (automated teller machine) kini menjadi anjungan tunai mandiri.
Salah satu sifat bahasa adalah saling meminjam sehingga wajar jika bahasa asing akhirnya diserap ke dalam kata bahasa Indonesia. Faktanya di Indonesia apa yang terucap kita sepakati bersama, tidak ada yang melakukan pembenaran kata ketika berbahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Cintai Bahasa Indonesia
Kata-kata dari bahasa asing sering tersisip dalam percakapan sehari-hari. Misalnya, kalimatsee you untuk sampai jumpa, kata what untuk apa, ungkapan take care untuk hati-hati, dan kata order untuk pesan. Baik sekali jika selagi muda seseorang memperkaya kemampuan berbahasanya dengan mempelajari bahasa asing. Akan tetapi, jangan sampai terlalu sibuk mempelajari bahasa asing hingga membuat kita lupa dengan bahasa sendiri.
Hari Sumpah Pemuda sebenarnya mengingatkan pemuda Indonesia untuk selalu mencintai bahasa Indonesia. Salah satu wujud mencintai bahasa Indonesia adalah menjaga martabat bahasa Indonesia dengan berbahasa Indonesia yang baik dan benar secara lisan ataupun tulisan.