Film LIMA, Sebuah Refleksi Kebangsaan

0
631

Dalam rangka menyambut Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2018, Lola Amaria merilis film terbarunya, LIMA (31 Mei 2018) sebagai produser sekaligus sutradara. LIMA sendiri hadir sebagai bentuk perwujudan nilai-nilai Pancasila yang diterjemahkan dalam bentuk film yang diharapkan dapat menginspirasi masyarakat Indonesia. Setiap silanya pun digarap bersama-sama oleh lima sutradara yang berbeda, seperti Adriyanto Dewo, Harvan Agustriansyah, Lola Amaria, Tika Pramesti, dan Shalahuddin Siregar.

LIMA berkisah tentang sebuah keluarga di Jakarta dengan tiga anak, Fara (diperankan oleh Prisia Nasution), Aryo (diperankan oleh Yoga Pratama), dan Adi (diperankan oleh Baskara Mahendra) bersama dengan ibunya, Maryam (diperankan oleh Tri Yudiman) dan Ijah (Dewi Pakis), pembantu rumah tangga mereka.

Adegan dibuka dengan kondisi duka yang menyelimuti keluarga tersebut karena Maryam, ibu bagi tiga anak tersebut, meninggal dunia. Problem pun muncul ketika perdebatan antara kakak dan adik soal proses pemakaman Maryam yang muslim. Tentu hal ini muncul karena hanya Fara yang beragama Islam sedangkan Aryo dan Adi beragama Kristen.

Alur beralih ke pengalaman Adi dengan kondisi sosial yang nyata di sekitarnya tentang “main hakim sendiri.” Meskipun Adi sering mengalami perundungan di sekolahnya tapi tidak mengurangi niatnya untuk membela kemanusiaan.

Tidak hanya Adi yang memiliki masalah, Fara juga memiliki masalahnya sendiri. Sebagai pelatih renang, ia mendapatkan kesempatan untuk mengirimkan muridnya mewakili Indonesia di Asian Games. Fara sangat profesional dimana ia akan mengirimkan murid dengan kapasitas terbaik yang bertentangan dengan keinginan sang pemilik klub yang terkesan rasis.

Di sisi lain, Aryo bergumul dengan kariernya sehingga berakhir dengan menjadi pengangguran. Aryo pun harus mengambil sikap dalam menentukan warisan ibunya. Sebagai lelaki tertua, Aryo pun menjadi pemimpin persoalan keluarga kecil ini.

Sementara Ijah harus pulang kampung untuk mengurus anak-anaknya sendiri dengan menuntut keadilan dimana anaknya sendiri tengah duduk di kursi persidangan.

Seluruh persoalan keluarga ini bercermin dari lima dasar yaitu Ketuhanan, berani bertindak atas nama kemanusiaan, tidak membedakan pribumi dan non pribumi, berunding untuk mencapai kesepakatan, dan keadilan untuk semua orang.

Banyak Pihak Mendukung

Yudi Latief sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila juga turut menyampaikan dukungannya terhadap film LIMA. “Film LIMA merupakan karya kreatif lima sineas muda yang terpanggil turut mewarnai ruang public dengan nilai-nilai keadaban Pancasila secara estetis. Film ini patut disambut dengan apresiasi khalayak secara bergairah,” ujarnya seperti dikutip sebagian dalam akun Instagram @filmgenerasilima.

Tidak hanya Yudi Latief, Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta turut mendukung film LIMA. “Kebersamaan dari kita semua untuk ikut mendukung Film LIMA ini akan turut mengisi ruang publik dengan narasi positif dalam menanamkan kecintaannya kepada Pancasila. Saya mendorong semua khalayak untuk ikut berpartisipasi menonton Film LIMA dalam rangkaian bulan Pancasila mendatang dan peduli mengamalkan Pancasila,” ujarnya seperti dikutip sebagian dalam akun Instagram @filmgenerasilima.

Beberapa forum juga menyelenggarakan nonton bareng seperti Temu Kebangsaan yang mendapatkan kesempatan berharga ini. Temu Kebangsaan adalah forum lintas iman yang berisi generasi muda yang ingin berkontribusi untuk Indonesia yang lebih baik.

Selamat Hari Lahir Pancasila!

Penulis,

Benediktus Tandya Pinasthika