JIExpo Kemayoran, Jakarta punya cerita pada Sabtu (3/6/2023) malam. Lantunan musik dari 12 panggung di Java Jazz Festival 2023 terdengar dari hampir seluruh penjuru pusat konvensi dan eksibisi itu.
Sejauh ini, Java Jazz tak pernah gagal menggetarkan hati para penonton. Di tengah masifnya festival musik yang muncul dewasa ini, Java Jazz berkomitmen untuk bertahan dengan segala ciri khas yang unik serta bisa menggaet kaum muda.
Kendati pada pelaksanaannya Java Jazz tidak hanya berfokus pada musisi-musisi jazz. President Director Java Jazz Dewi Gontha mengatakan, Java Jazz kerap kali menjadi batu pijakan bagi sejumlah musisi. Para musisi pun mengamini, bahwa Java Jazz memiliki sesuatu yang membuatnya masih dan akan tetap eksis.
Warna yang kuat
Di tahun yang ke-18 ini, Java Jazz hadir dengan warna yang semakin meriah. Sejumlah musisi kenamaan hadir mengisi panggung-panggung festival musik yang kali ini mengusung tema Let Music Lead Your Memories itu. Sukses di hari pertama, hari kedua tidak kalah menyenangkan dengan penampilan dari artis dalam dan luar negeri, seperti Jesús Molina, Stacey Ryan, sampai Cory Wong dan Max.
Dari Tanah Air, salah satu musisi yang ikut meramaikan festival adalah Adhitia Sofyan yang menjadi salah satu pembuka festival. Musisi indie kelahiran Bandung itu menyajikan ruang mengais rasa sembari bernostalgia melalui lagu-lagu yang ia bawakan. Beberapa lagu dilantunkan, seperti “Adelaide Sky”, “Forget Jakarta”, “8 Tahun”, dan tak ketinggalan, “Sesuatu di Jogja” digumamkan penonton sembari Adhitia beraksi dengan gitar akustiknya. Selain lagu-lagu kebanggaannya itu, ia juga membawakan sejumlah lagu dari album terbarunya Stubborn Heart.
Dalam sesi wawancara yang dilakukan khusus dengan Tim Kompas, Adhitia membagikan pendapatnya tentang Java Jazz. “Ya jelas aja (tetap eksis), Java Jazz punya warna yang kuat,” katanya. Ia sendiri mengaku telah beberapa kali menjadi penampil di festival ini. Bahkan, baru tahun lalu ia memijak di panggung Java Jazz dan menjadi momen yang memorable karena menjadi penampilan pertamanya setelah masa pembatasan terkait pandemi Covid-19.
Layaknya warisan
Java Jazz sebagai salah satu pelopor festival musik di Indonesia tidak hanya menjadi hiburan bagi anak muda, tetapi bagi seluruh generasi. Penonton yang hadir tidak termarginalisasi dari kalangan usia tertentu. Sebaliknya, pengunjung yangd atang dari berbagai generasi.
Salah satu pengunjung, Ursula, menghadiri festival ini bersama ibunda dan adik-adiknya. “Aku emang selalu nonton (Java Jazz) sama Mama. Nyanyi juga dia,” ujarnya. Selain itu, tidak sulit untuk menemukan pasangan-pasangan muda yang membawa buah hatinya menikmati lantunan jazz di Java Jazz. Festival ini seolah ritual temurun.
Oslo Ibrahim yang turut mengisi panggung Java Jazz malam itu juga sepakat. “Yang bikin eksis adalah Java Jazz selalu konsisten dan stay sama apa yang mereka yakini, festival yang orang tua tau,” kata Oslo.
Java Jazz bertahan membersamai para penikmat musik Indonesia. Dengan terus menghadirkan para musisi berkualitas, Java Jazz enggan ingkar terhadap penonton yang setia menunggu festival ini setiap tahunnya.
Penulis: Lydia Tesa, Volunter untuk Java Jazz 2023, Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Fotografer: Nila Eleora Putri Sianturi, Volunter untuk Java Jazz 2023, Mahasiswa Institut Teknologi Bandung